Kamis, 31 Maret 2022

Di Mana Taman Bacaan Tradisikan Membaca Buku Beramai-ramai?

Harus diakui, melihat anak-anak yang antusias membaca buku beramai-ramai zaman begini sudag langka. Jarang ada lagi komunitas atau tempat untuk anak-anak membaca. Hanya sekadar menyediakan akses bacaan kepada anak-anak. Sebagai penyeimbang aktivitas main gawai, menonton TV, main atau nongkrong sekalipun. Lalu di mana ada anak-anak yang ramai membaca buku?

 

Salah satunya ada di Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Seminggu 3 kali (Rabu-Jumat-Minggu), sekitar 80-an anak usia sekolah selalu membaca buku di jam baca. Dibimbing oleh wali bacanya, mereka duduk santai sambil membaca buku di rooftop berpemandangan Gunung Salak di sore hari. Kebetulan, Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka baru seminggu ini selesai dibangun. Atas dana CSR peduli literasi dan taman bacaan dari Bank Sinarmas. Jadi, seharusnya membahas kegemaran membaca tidak lagi bicara ninat baca anak seperti yang “dituduhkan” dalam berbagai seminar. Membaca buku adalah soal akses bacaan, di mana tempatnya untuk anak-anak membaca? Bahkan lebih dari itu, harusnya tempat membaca seperti taman bacaan masyarakat pun harus mampu menciptakan suasana yang nyaman untuk membaca seperti yang dilakukan TBM Lentera Pustaka dengan Rooftop Baca-nya.

 

Daripada nongkrong atau main, anak-anak sebaiknya diajak untuk membaca buku. Toh hanya pada waktu-waktu tertentu, biasanya disebut “jam baca” di taman bacaan. Maka perilaku dan budaya membaca itulah yang ditumbuhkan di anak-anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka. Padahal sebelumnya, anak-anak kampung di Desa Sukaluyu ini sama sekali tidak punya akses bacaan. Apalagi minat baca karena melihat buku-buku terpampang di rak saja belum pernah. Tapi kini, semuanya berubah. Sejak 5 tahun berdiri TBM Lentera Pustaka, aaak-anak yang terancam putus sekolah akibat kemiskinan jadi lebih dekat dengan buku. Bahkan terbiasa  ramai-ramai membaca buku.

 


Lalu, kenapa anak-anak kampung di Desa Sukaluyu ini mau membaca buku beramai-ramai?

Tentu, ada banyak alasan. Diantaranya karena buku adalah jendela dunia. Agar anak-anak kampung pun hak yang sama untuk menatap masa depan dengan optimis. Untuk meraih cita-cita mereka dalam mengangkat derajat orang tuanya. Tapi bila ditelisik lebih dalam, maka setidaknya ada 5 (lima) manfaat anak-anak beramai-ramai membaca buku, yaitu:

 

1.      Aktualisasi diri, membaca beramai-ramai di taman bacaan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan aktualisasi diri anak-anak dalam pergaulan, sesuai dengan usianya.   

2.      Memahami karakter orang lain, membaca beramai-ramai di taman bacaan dapat mengajarkan anak-anak memahami kerakter sesama anak-anak lainnya sehingga tercermin pada sikap dan perilaku sehari-hari.

3.      Menstimulasi otak, membaca beramai-ramai di taman bacaan dapat merangsang otak dan daya pikir anak secara optimal karena adanya interaksi aktivitas membaca.

4.      Meningkatkan konsentrasi, membaca beramai-ramai di taman bacaan dapat meningkatkan konsentrasi anak karena membaca dalam keadaan ramai dan bersuara membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk memahami isi bacaan

5.      Melatih adab dan akhlal, membaca beramai-ramai pun sangat bermanfaat untuk melatih adab dan akhlak baik anak-anak, sikap toleransi dan saling menghargai.

 

Tempat nongkrong memang bisa ada di mana-mana. Tempat main pun bisa kemana-mana. Ada di kafe-kafe, bisa di pinggir jalan. Tapi tempat yang nyaman dan mampu mendekatkan anak-anak dengan buku, tentu hanya di taman bacaan. Tempat boleh sama di mana pun, tapi di Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka jadi beda karena ada “buku” dan kebijaksanaan memperlakukan anak-anak yang membaca.

 

Di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, bukan hanya menyediakan akses bacaan anak-anak kampung. Tapi juga menjadikan taman bacaan sebagai tempat ideal untuk mengakrabkan anak-anak dengan buku bacaan. Misinya, menjadikan taman bacaan dan buku sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan. Nah ketika membaca buku beramai-ramai di anak-anak terjadi di era digital, di situlah membaca buku jadi “lebih bahaya” daripada main atau nongkrong di jalanan. Kenapa? Pasti Anda tahu jawabannya.

 

Ramai yang paling mengerikan adalah ramai saat anak-anak membaca buku di taman bacaan. Bukan ramai omongan atau komentar tapi tanpa pernah membaca buku. Semoga anak-anak pembaca ini diridhoi Allah SWT untuk mencapai cita-cita masa depannya, amiin. Salam literasi #RooftopBaca #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka



Rabu, 30 Maret 2022

Abdul Chaer, Gurunya Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka

Namanya Bapak Abdul Chaer, beliau dosen saya semasa kuliah di IKIP Jakarta (kini UNJ) dari tahun 1989-1994. Dosen yang mengajar linguistik, semantik, sosiolinguistik, bahkan Bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah (basarkomil). Dari dulu hingga kini, tidak kurang dari 50 buku tentang Bahasa Indonesia dan Budaya Betawi telah dihasilkannya. Nama Abdul Chaer, mungkin tidak asing lagi bagi mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia di kampus mana pun. Apalagi mahasiswa dan alumni IKIP Jakarta (UNJ) Rawamangun, boleh jadi semuanya pernah mengalami “racikan” pembelajaran darinya.

 

Memang tidak ada yang kebetulan, hari ini (30/03/2022), saya pun menyambangi ke rumah Pak Abdul Chaer. Yah, pertemuan murid dengan gurunya, sambil silaturahim. Sekaligus mengambil buku hadiah dari beliau, berjudul "Abdul Chaer, Linguis Peduli Budaya" dan "Mencari Si Pitung".  Kini usianya sudah 82 tahun, terlihat tua namun tetap aktif menulis. Seperti saat saya datang tadi pun, beliau sedang memainkan pena untuk membuat draft tulisan.

 

Sosok Pak Chaer, adalah spirit bagi saya sebagai pegiat literasi dan pendiri TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Berbekal dari beliau, saya belajar betul bahwa membaca buku tidak cukup bila tidak mampu dituliskan. Karena sebaik-baik ilmu bukanlah yang dipahami sendiri, melainkan yang mampu dibagikan kepada orang lain. Karena itu, setiap hari pun saya menulis. Selain sebagai hobi dan kebiasaan, menulis adalah nafas bagi pegiat literasi. Dan resep menulis yang paling jitu adalah menulis, menulis, dan menulis.

 

Pak Chaer, memang sesorang ahli bahasa sekaligus dosen yang patut diteladani. Karena produktivitas-nya dalam menulis buku sangat mumpuni. Buku-buku karya beliau di bidang kebahasaan atau linguistik pasti jadi buku pegangan kuliah atau minimal referensi mahasiswa di mana pun. Siapa yang tidak kenal deretan buku karya beliau, seperti: Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Penggunaan Preposisi dan Konjungsi Bahasa Indonesia, Semantik Bahasa Indonesia, Gramatika Bahasa Indonesia, Linguistik Umum, Sosiolingustik Perkenalan Awal, Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia, Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Gaya bahasanya sederhana dan mudah dipahami bagi mahasiswa Bahasa Indonesia.

 


Sebagai wujud bakti dan penghormatan kepada beliau, pada tahun 2010 lalu, saya Bersama IKA BINDO FBS UNJ (Ikatan Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNJ) pun menginisiasi penerbitan buku “Bunga Rampai Problematika Bahasa Indonesia” yang ditulis oleh alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di hari ulang tahun Pak Chaer yang ke-70 kala itu. Sebuah karya yang sulit diulang kembali dan patut dikenang sebagai “hadiah istimewa” dari murid kepada sang guru, Pak Chaer.

 

Sebagai mantan mahasiswa beliau, tentu banyak ilmu dan kenangan yang telah dilalui bersamanya. Selain bersyukur pernah mendapat curahan ilmu secara langsung di ruang kelas, saya pun meyakini beliau memang guru sejati di bidang ilmu Bahasa Indonesia, khususnya untuk mereka yang mau menekuni ilmu pedagogic Bahasa Indonesia. Karena buku-bukunya, begitu menginspirasi dan memudahkan pembacanya.

 

Tentu ada banyak yang bisa dikenang dari Pak Chaer. Tapi untuk saya dan mungkin murid-muridnya yang lain, ada satu hal penting pelajaran hidup dari Pak Chaer. Yaitu sikap hidup sederhana yang selalu melekat pada dirinya. Mau setinggi apa pun ilmunya, beliau tetap menjadi sosok yang sederhana. Semoga sehat selalu Pak Chaer. Salam IKIP Jakarta.


Selasa, 29 Maret 2022

Literasi Tahan Godaan Jelang Puasa versi Pegiat Literasi

Hidup di era digital, makin banyak orang yang tidak tahan godaan. Gagal mengelola nafsu dunia dan gaya hidup. Tergoda pergaulan, tergoda media sosial, bahkan mudah tergoda kantongnya. Hingga memaksa diri dan terliat utang piutang. Godaan memang sifatnya mengganggu, menggoda keteguhan hati siapa pun.

 

Godaan, apa pun bentuknya sulit dihindari. Selalu ada godaan di mana pun dan kapan pun. Mendengar azan malah malas sholat. Gampang marah, mudah iri hati, membenci atau memusuhi orang lain adalah contoh sederhana dari godaan. Semua penyakit hati yang menyesatkan pun jadi godaan yang selalu menghantui hidup manusia. Karena itu, penting mengetahui ciri-ciri godaan, yaitu: 1) tiap godaan itu kian menjadi-jadi bila dibiarkan maka harus dilawan, 2) godaan itu tipuannya tersembunyi alias tidak terungkap, 3) godaan selalu membidik bagian terlemah seseorang, 4) godaan gemar pada orang yang ceroboh, dan 5) godaan mengundang nafsu agar terjerembab pada perbuatan jahat. Contoh godaan misalnya: bermain game berlama-lama, nongkrong membuang-buang waktu, hingga menebar aib orang lain dan sebagainya.

 

Intinya, semua godaan senantiasa menjerumuskan seseorang ke dalam kejahatan dan menghalanginya untuk berbuat baik. Maka dari itu, hindari setiap pengaruh buruk dalam hal apa pun. Hanya dibutuhkan sikap tegas tanpa kompromi dan berani berkata tidak untuk setiap godaan yang muncul. Agar mampu terbebas dari kejahatan apa pun, tenta harus diimbangi ikhtiar dan doa yang baik.

 

Bila ada hal yang dianggap sepele tapi berdampak besar dalam hidup manusia, itulah “tahan godaan”.  Karena saat ini, banyak orang tidak lagi tahan godaan. Terlalu mudah diganggu. Atau gampang tergoda nafsu dunia. Maka wajar kian banyak orang-orang kepo, hoaks, gosip, bahkan fitnah. Orang-orang yang bergaya hidup konsumtif dan hedonis adalah contoh orang-orag yang tidak tahan godaan. Karena memang, semua godaan itu pasti lebih menarik, lebih enak.

 


Seperti yang terjadi di taman bacaan. Para pegiat literasi pun harus tahan godaan. Harus punya komitmen dan konsistensi yang kokoh. Agar tetap mau dan ikhlas bergerak di taman bacaan. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Bila tidak tahan godaan, maka taman bacaan pasti sepi, pasti tidak mampu bertahan lama. Tidak punya dana operasional, bukunya tidak ada, atau anak-anak yang membaca hanya sedikit. Semua itu godaan pegiat literasi di taman bacaan. Lalu bertanya dalam hati, mau diteruskan atau tidak taman bacaannya?

 

Literasi tahan godaan, jadi penting sebagai sikap mental seseorang dan pegiat literasi. Agar tetap mampu bertahan dan mau menjalankan kebaikan di tengah era godaan yang luar biasa. Karena godaan ada di mana-mana, datangnya pun tidak bisa diprediksi. Masalahnya, mampu atau tidak menahan godaan?

 

Literasi tahan godaan, mungkin sering diabaikan banyak orang. Tapi tahan godaan itulah yang bisa melanggengkan perbuatan baik yang sudah dirintis. Untuk tetap tekun dan konsisten dalam menebar manfaat dan kebaikan di mana pun. Maka esok bila mau lebih baik, siapa pun harus tahan godaan. Maka di situ diperlukan kurikulum tentang "tahan godaan". Literasi tentang tahan godaan.

 

Apalagi besok di bulan suci Ramadhan. Adalah sarana untuk melatih jadi manusia yang tahan godaan, termasuk menahan lapar dan haus di siang hari. Literasi tahan godaan, sejatinya mengingatkan siapa pun untuk kembali ke fitrahnya sebagai manusia yang suci. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Senin, 28 Maret 2022

Literasi Hedonisme

Sekarang ini tidak sedikit orang yang gemar mempertontonkan hedonisme. Sebuah gaya hidup yang berfoya-foya dan perilaku konsumtif yang berlebihan. Sebut saja kaum hedonis. Orang-orang yang menganggap kesenangan itu sebatas materi atau ekonomi semata. Berani belanja atau membuang-buang uang hanya untuk kesenangan sesaat.

 

Sulit dibantah, hedonism saat ini sudah jadi gaya hidup. Bergaya dalam hidup di kafe-kafe, nongkrong dari satu tempat ke tempat lain. Dan aktivitas lainnya asalkan bisa menikmati kesenangan sessat. Entah setelah itu, seperti apa? Saat kenikmatan dunia jadi tujuan hidup, maka di situ ada hedonisme.

 

Apalagi di kota besar seperti Jakarta, banyak orang berlomba untuk unjuk hedonism. Kesenangan sesaat jadi panglima hidup. Kaum oecinta dunia. Tidak suka politik, sedikit dangkal urusan agama. Tapi urusan gaya hidup, apa pun dikerjakan. Selalu ada waktu untuk hedinisme, kongkow-kongkow sekalipun untuk perbuatan yang sia-sia.

 


Di mata kaum hedonis, hidup  itu yang penting kesenangan dan kenikmatan untuk diri sendiri. Tentu bersama teman-teman sepaham. Katanya, hidup-hidup gue maka harus gue nikmati sesuai kemauan dan kesenangan gue. Tidak peduli orang lain mau komentar apa? Hedonisme memang berkonsekuensi jadi individualis. Asalkan segala kepentingan dunia bisa di-eksekusi.  Jadilah, hedonism.

 

Kaum hedonis, mungkin dari kecil sudah dididik untuk cinta dunia. Atau dendam terhadap kemiskinan di masa lalu. Sehingga sekolah dan kerja semuanya ditujuakn untuk urusan dunai. Untuk mengumpulkan harta, mengejar materi. Agar bisa bergaya hidup mewah, mampu belanja apa yang dimau. Tanap peduli perut orang di sebelahnya kosong atau tidak,. Hedonisme itulah yang jadi sikap mental para crazy rich yang kini jadi masalah hukum.

 

Hobby-nya mencari kesenangan sesaat, di mana saja. Asal bisa bikin senang maka akan dikunjungi. Tidak masalah hidup lebih banyak di luar rumah. Lebih banyak main-main. Bahkan lebih gemar aktivitas yang membuang-buang waktu. Demi popularitas, demi status sosial di media sosial atau di mata orang orang lain. Kaum hedonis ada di mana-mana, tempatnya pun ada di mana-mana. Karena di negeri ini, derajat manusia hanya diukur dari penampilan fisik dan materi saja. Moral dan batin sudah tidak laku. Semuanya serba boleh, apalagi urusan gue sendiri katanya.

 

Hedon memang sah-sah saja. Apalagi urusan diri sendiri. Tapi dalam literasi, mau sampai kapan sikap dan perilaku hedon mau dilakukan? Mau sampai kapan hidup dalam kesenangan sesaat, tanpa mau menebar manfaat dan kebaikan kepada orang lain. Hanya mengurus diri sendiri tanpa peduli untuk membantu orang lain? Literasi hedonism hanya mengingatkan. Bahwa semua materi yang dimiliki tidak ada artinya sedikit pun. Tanpa digunakan untuk menebarkan manfaat kepada orang lain. Khoirunnass anfa’uhum linnas …

 

Karena sejatinya, hedonisme hanya menjadikan siapa pun menjadi manusia yang rapuh. Hidup dalam kamuflase dan rekayasa diri. Hingga akhirnya mudah putus asa terhadap setiap masalah yang ada. Hedonisme itu hanya tampak luar, bukan tampak dalam.

 

Maka hati-hati, jangan terpenjara oleh hedonism. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Akankah Pengurus IKA UNJ Periode 2022-2026 Lebih Presisi?

Di bawah komando Ketua Umum terpilih, Juri Ardiantoro, Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) menyiapkan susunan pengurus periode 2022-2026 yang akan disahkan oleh Rektor UNJ.  Dengan tagline “Alumni Mengabdi”, IKA UNJ ke depan bertekad mampu mewujudkan kiprah dan kontribusi lebih nyata sehingga melibatkan komposisi alumni yang cukup besar, mulai dari dewan penasihat, dewan pakar, dewan penyantun, dan pengurus pusat serta lembaga dan pusat di bawah IKA UNJ.

 

Dalam silatuahim pembentukan pengurus pusat IKA UNJ malam ini (28/02/2022), IKA UNJ menampung berbagai masukan untuk lebih konkret dalam menjalankan peran dan kontribusi untuk menopang UNJ sebagai satu-satunya kampus negeri yang terletak di kota Jakarta. Ibu Dr. Dewi Motik Pramono sebagai dewan penasihat IKA UNJ menegaskan pentingnya sinergi alumni UNJ berbuat nyata sebagai bagian dari tanggung jawab moral alumni UNJ. UNJ yang dulunya IKIP Jakarta perlu menekankan marwah pendidikan sebagai landasan peningkatan kualitas SDM di Indonesia. Di sisi lain, IKA UNJ pun harus meningkatkan branding organisasi alumni agar lebih tersosialisasi dengan optimal di kalangan alumni, di samping mampu mendata alumni-alumni baru sebagai kekuatan database alumni UNJ.

 

Beberapa nama yang masuk ke dalam pengurus pusat IKA UNJ diantaranya Dr. Ali Muchtar Ngabalin, Dr. Sundari Sukoco, Oki Setiana Dewi, Rachmad Darmawan, Sugeng Suparwoto, Prof. Dr. Sofyan Hanif, M.Pd, Retno Lystiarti, Sony Teguh Trilaksono diharapkan mampu memberi energi besar untuk mengajak IKA UNJ berlari lebih kencang dan lebih kontributif. Kali ini, pengurus IKA UNJ pun diisi oleh kalangan alumni muda yang harapkan mampu berkiprah lebih konkret dalam mengeksekusi program kerja yang disepakati. Bertindak sebagai Sekjen IKA UNJ adalah Dr, Suherman Saji, M.Pd dan Dr. Uswadin sebagai Wakil Ketua Umum.

 


Tentu, ada banyak isu nasional yang dapat dilakukan IKA UNJ ke depan. Tapi yang paling penting, sinergi alumni UNJ dalam memperkuat branding UNJ sebagai kampus yang berbasis pendidikan untuk memengaruhi kebijakan dan praktik pendidikan secara lebih berkualitas. Selain melalui riset dan inovasi, IKA UNJ pun harus membuat kajian-kajian pendidikan yang lebih presisi dengan dinamika dan tantangan bangsa Indonesia ke depan, di era revolusi industri.

 

Karena itu, sudah saatnya alumni UNJ dqalam naungan IKA UNJ dan kooridnasi UNJ sebagai almamater untuk lebih peduli dan mau bersinergi untuk reputasi UNJ sebagai kampus berskala Asia yang kompetitif, berkualitas, dan berorientasi ke masa depan. Memang tidak mudah mengurus organisasi alumni. Tapi berkat komitmen dan sinergi yang ciamik, pada akhirnya visi dan misi IKA UNJ sebagai organisasi seharusnya dapat direaliasikan. Karena sejatinya, yang dibutuhkan adalah “ubah niat baik jadi aksi nyata”. Salam IKA UNJ #IKAUNJ #AlumniMengabdi #AlumniUNJ

 


Minggu, 27 Maret 2022

PertaLife Insurance Edukasi Keuangan Anak Usia Sekolah dalam Global Money Week 2022

Sebagai upaya memperkuat literasi finansial dan mengkampanyekan Global Money Week (GMW) tahun 2022, PertaLife Insurance menggelar edukasi keuangan yang melibatkan anak-anak usia sekolah dari Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa SukaluyuBogor (27/02/2022). Bertajuk “Build your future, be smart about money”, edukasi finansial ini bertujuan untuk mengajak anak-anak untuk mempersiapkan masa depan melalui keputusan finansial yang tepat. Di samping mengajarkan pentingnya sikap bijak dalam memperlakukan uang, di samping menjaga Kesehatan.

 

Diikuti 50 anak-anak usia SD dan SMP, edukasi finansial PertaLife Insurance dikemas dalam suasana santai dan menghibur. Mengingat masih minimnya tingkat literasi keuangan anak-anak di wilayah Kaki Gunung Salak Bogor. Apalagi di era digital, anak-anak usia sekolah diharapkan mampu merencanakan aspek keuangan sejak dini, di samping mengajarkan pentingnya menabung untuk masa depan. 

 

“Dalam rangka Global Money Week 2022, PertaLife Insurance berkomitmen untuk mengajarkan pentingnya literasi finansial di kalangan anak-anak usia sekolah. Agar nantinya, anak-anak mampu memperlakukan uang dengan bijak. Sebagai perusahaan asuransi jiwa, PertaLife Insurance merealisasikan tanggung jawab sosial untuk membantu tingkat literasi finansial masyarakat, seperti yang dilakukan di TBM Lentera Pustaka ini” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka sebagai educator keuangan.

 


Seperti diketahui, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2019 disebutkan adanya kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan kelompok pelajar atau mahasiswa sebesar 46,7%. Di mana tingkat literasi keuangan kelompok tersebut adalah 31,69% sedangkan tingkat inklusi keuangan kelompok sebesar 78,39%. Karena itu, edukasi keuangan di kalangan pelajar penting dilakukan. Melalui edukasi keuangan yang baik, anak-anak usia sekolah diharapkan mampu merencanakan masa depan mereka secara lebih baik.

 

Global Money Week (GMW) merupakan kampanye peningkatan kesadaran global tahunan yang dikoordinir oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) terkait pentingnya para pelajar dan kaum muda untuk memiliki kesadaran finansial sejak dini. Agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang lebih bijak dalam mengelola uang. Termasuk edukasi literasi keuangan digital agar terhindar dari bahaya investasi online yang illegal atau online trading bodong bermotif investasi seperti yang kini marak terjadi.

 

Sebagai sponsor CSR di Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, PertaLife Insurance secara aktif melakukan edukasi literasi finansial, khususnya bidang asuransi jiwa dan dana pensiun. Tujuannya untuk meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia.

Kampanyekan Global Money Week, Bank Sinarmas Edukasi Keuangan Pelajar

Dihadiri 50 anak-anak usia SD dan SMP, Bank Sinarmas menggelar edukasi keuangan akan pentingnya menabung sejak dini kepada anak-anak Taman Bacaan Lentera Pustaka ()27/02/2022). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka Global Money Week (GMW) 2022 yang bertujuan untuk  menyampaikan pentingnya anak-anak mempersiapkan masa depan melalui keputusan finansial yang tepat.

 

Bertajuk “Build your future, be smart about money”, Bank Sinarmas menekankan pentingnya sikap bijak dalam memperlakukan uang melalui bank. Dikemas dalam suasana santai dan menghibur, edukasi pentingnya menabung ini sebagai upaya meningkatkan tingkat literasi keuangan anak-anak di wilayah Kaki Gunung Salak Bogor. Agar nantinya, anak-anak usia sekolah dapat merencanakan aspek keuangan sejak dini.

 

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2019 disebutkan adanya kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan kelompok pelajar atau mahasiswa sebesar 46,7%. Di mana tingkat literasi keuangan kelompok tersebut adalah 31,69% sedangkan tingkat inklusi keuangan kelompok sebesar 78,39%. Karena itu, edukasi keuangan di kalangan pelajar penting dilakukan. Melalui edukasi keuangan yang baik, anak-anak usia sekolah diharapkan mampu merencanakan masa depan mereka secara berkualitas.

 

“Di era digital sekarang, anak-anak usia sekolah harus diajarkan pentingnya menabung. Karena itu, Bank Sinarmas sebagai sponsor CSR TBM Lentera Pustaka pun berkomitmen meningkatkan literasi finansial sebagai bagian kampanye Global Money Week. Agar ke depan, anak-anak mampu memperlakukan uang dengan bijak, di samping membangun animo dalam menabung dan menggunakan jasa bank di masa depan” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka sebagai edukator literasi keuangan di sela acara.

 


Global Money Week (GMW) merupakan kampanye peningkatan kesadaran global tahunan yang dikoordinir oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) terkait pentingnya para pelajar dan kaum muda untuk memiliki kesadaran finansial sejak dini. Agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang lebih bijak dalam mengelola uang. Termasuk edukasi literasi keuangan digital agar terhindar dari bahaya investasi online yang illegal atau online trading bodong bermotif investasi seperti yang kini marak terjadi.

 

Sebagai sponsor CSR di Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, Bank Sinarmas secara aktif melakukan edukasi literasi keuangan, khususnya bidang perbankan dan keuanga. Hal ini sekaligus menjadi bukti kepedulian untuk peningkatan aktivitas literasi di masyarakat Indonesia yang dijalankan bank swasta nasional di Indonesia.

Antisipasi Tantangan Pendidikan, Prodi AP Unpak Gelar Seminar Metaverse Pendidikan

Sebagai upaya menyiapkan sumber daya manusia Manajemen Pendidikan yang berkualitas, Program Studi Administrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menggelar Seminar Nasional “Implementasi Metaverse dalam Pendidikan” (26/03/2022. Dalam pengantarnya, Prof. Dr. Ing. Soewarto Hardhienata (Dekan Sekolah Pascasarjana Unpak) menyatakan pentingnya SDM lembaga Pendidikan untuk berubah dalam menghadapi tantangan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), termasuk metaverse dalam pendidikan. Seminar nasional ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi pendidik, baik guru, kepala sekolah dan dosen dari berbagai wilayah Indonesia.

 

Bertindak sebagai pembicara kunci, Prof. Dr. Bibin Rubini, M. Pd, Rektor Unpak memaparkan bahwa kepala sekolah dan guru perlu terus belajar dan menguasai teknologi sebagai konsekuensi laju era digital yang sulit dibendung. “Teknologi menjadi sebuah keniscayaan dalam Pendidikan. Karena itu guru dan kepala sekolah harus benar-benar melek teknologi agar kualitas pendidikan bida memenuhi dinamika zaman” ujar guru besar Unpak bidang pendidikan IPA ini.

 

Seminar nasional yang merupakan acara tahunan mahasiswa dan dosen Prodi Administrsi Pendidikan (S2) Unpak ini menyajikan narasumber pertama, Prof. Dr. Aan Komariah, M.Pd yang membahas penyiapan kepemimpinan Pendidikan sebagai indikator penting di era global dan pengimplementasian metaverse, antara lain kepala sekolah harus mampu menciptakan ekosistem yang nyaman dan mensejahterakan sekolah. “Dari peristiwa Covid 19 melahirkan pentingnya kepemimpinan yang empatik dan altruism, yaitu kepala sekolah peduli dan mau menolong para guru dan masyarakat, ini sangat penting bagi pengembangan SDM pendidikan di era global’ ujar guru besar Universitas Pendidikan Indonesia yang juga penasehat PROMAPI ini.  

 


Narasumber kedua, Dr. Yogi Angraena, M.Si, yang membahas tentang peningkatan SDM melalui implementasi Kurikulum Merdeka menyoroti bahwa pembentukan lulusan yang memiliki karakter dan kompetensi sangat penting di masa depan sehingga Indonesia membutuhkan kurikulum yang mendukung. “Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mendidik murid berdasarkan asesmen diagnostic sehingga murid-murid dapat berkembang sesuai minat dan kemampuannya masing-masing, ini yang harus diwujudkan di sekolah” ujar pria yang juga  Koordinator Pengembangan Kurikulum BSKAP Kemendikbud Ristek ini.

 

Pentingnya metavers dalam Pendidikan pun ditegaskan narasumber ketiga, Prof. Dr. Eko Indrajit yang menyatakan implementasi metaverse sudah terjadi di mana-mana, anak-anak sampai orang dewasa sudah menggunakan metaverse melalui games pada perangkat handphone masing-masing, pada dunia pendidikan implementasi metaverse pasti akan terjadi dalam waktu tidak lama lagi. “Metaverse itu intinya penciptaan dunia oleh masing-masing individu, metaverse tidak akan menggantikan pendidikan, namun akan lebih memperkaya pendidikan, oleh karena itu guru, kepala dan masyarakat harus sudah menyiapkan mindset perubahan” ujar tokoh dan pakar teknologi pendidikan ini.

 

Seminar yang dipandu moderator Dr. Griet Helena Laihad, M.Pd sekaligus dosen Prodi Administrasi Pendidikan SPs Unpak dilanjutkan pararel session pada 5 room yang dibimbing antara lain: Ir. Hendarman, Ph.D, Dr. Henny Suhariati, M.Si, Dr. Dian Wulandari, M.Pd, Dr. Nandang Hidayat, M.Pd, dan Dr. Sumardi, M.Pd. Bertindak sebagai Ketua pelaksana yaitu Darojat, mahasiswa angkatan 2020, sedangkan tim pengarah kegiatan yaitu:  Dr. Rais Hidayat, M. Pd, Dr. Yuyun Elizabeth Patras, M.Pd dan Dr. Dadang Jaenudin, M.Si. Seminar yang berlangsung sangat dinamis ini pun mendapat respon para penanggap yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia seperti  Wira Cahya Dimulya  Kepala Sekolah SMP Global Insani School Bogor, Jawa Barat, Nurhayati Hasan, S.Pdi, M.Pdi, Kepala Sekolah SMP IT Nurul Hasan Ternate, Maluku Utara, Herdi Agustiar, M. Pd  Kepala Sekolah SMAN 3 Bengkulu Selatan, Enjelina Rosali Nicolaas, S.Pd Guru SD Negeri 124 Manado Sulawesi Utara.



Sabtu, 26 Maret 2022

Pacific Life Insurance Edukasi Anak Bijak Mengelola Uang, Kampanyekan Global Money Week

Dalam rangka memeriahkan Glomal Money Week (GMW) 2022, Pacific Life Insurance menggelar edukasi keuangan yang melibatkan anak-anak usia sekolah dari Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu (Kaki Gunung Salak) Bogor (27/02/2022). Bertajuk “Build your future, be smart about money”, edukasi keuangan ini bertujuan untuk  menyampaikan pentingnya anak-anak mempersiapkan masa depan melalui keputusan finansial yang tepat. Di samping mengajarkan pentingnya sikap bijak dalam memperlakukan uang.

 

Dihadiri 50 anak-anak usia SD dan SMP, edukasi keuangan Pacific Life Insurance dikemas dalam suasana santai dan menghibur. Mengingat masih minimnya tingkat literasi keuangan anak-anak di wilayah Kaki Gunung Salak Bogor. Anak-anak usai sekolah di era digital diharapkan mampu merencanakan aspek keuangan sejak dini, di samping mengajarkan pentingnya menabung daripada jajan.  

 

“Edukasi keuangan Global Money Week yang digelar Pacific Life Insirance ini sangat penting sebagai bagian literasi finansial di kalangan anak-anak usia sekolah. Agar ke depan, anak-anak mampu memperlakukan uang dengan bijak. Karena itu pengetahuan keuangan harus dioptimalkan melalui perencanaan yang pas. Sehingga nantinya, anak-anak bisa mengatur uangnya sendiri untuk hal-hal yang produktif” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka sebagai educator keuangan.

 


Untuk diketahui, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2019 disebutkan adanya kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan kelompok pelajar atau mahasiswa sebesar 46,7%. Di mana tingkat literasi keuangan kelompok tersebut adalah 31,69% sedangkan tingkat inklusi keuangan kelompok sebesar 78,39%. Karena itu, edukasi keuangan di kalangan pelajar penting dilakukan. Melalui edukasi keuangan yang baik, anak-anak usia sekolah diharapkan mampu merencanakan masa depan mereka secara berkualitas.

 

Global Money Week (GMW) merupakan kampanye peningkatan kesadaran global tahunan yang dikoordinir oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) terkait pentingnya para pelajar dan kaum muda untuk memiliki kesadaran finansial sejak dini. Agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang lebih bijak dalam mengelola uang. Termasuk edukasi literasi keuangan digital agar terhindar dari bahaya investasi online yang illegal atau online trading bodong bermotif investasi seperti yang kini marak terjadi.

 

Sebagai sponsor CSR di Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, Pacific Life Insurance secara aktif melakukan edukasi literasi keuangan, khususnya bidang asuransi jiwa dan jasa keuangan non bank. Hal ini sekaligus menjadi bukti kepedulian untuk peningkatan aktivitas literasi di masyarakat Indonesia.

 

Kamis, 24 Maret 2022

Pegiat Literasi Taman Bacaan Ingatkan 4 Dampak Buruk Anak yang Sering Menonton TV

Era digital itu tidak selalu baik untuk anak-anak usia sekolah. Apalagi di masa pandemi Covid-19 begini. Banyak anak-anak yang menghabiskan waktu di rumah untuk menonton TV atau main gawai. Sekalipun PTM (pembelajaran tatap muka) sudah kembali normal, lalu siapa yang bisa menjamin anak-anak tidak lagi menonton TV? Budaya menonton TV inilah yang harus jadi perhatian banyak pihak.

 

Menonton TV bukan hanya hiburan. Tapi menonton TV pun butuh literasi. Studi Nielsen (2018) menyebut orang Indonesia mampu menghabiskan waktu menonton TV rata-rata 5 jam setiap harinya. Sementara main ponsel rata-rata 6 jam per hari. Sementara membaca buku atau berita hanya sekitar 55 menit. Artinya menonton TV dan main gawai lebih dominan dibandingkan membaca buku. Tapi sayang, tidak ada studi yang mengungkap. Berapa lama rata-rata orang Indonesia doyan ngomong? Atau membuang waktu untuk hal yang sia-sia, seperti bergunjing atau gosip?

 

Sekalipun datanya relatif sudah lama, Dr. Taufik Ismail (1996) pernah meneliti soal rendahnya minat baca di kalangan pelajar Indonesia. Mulai dari level SD hingga SMA. Selama 12 tahun sekolah, pelajar di Indonesia hamper tidak pernah membaca buku. Alias tidak ada satu buku yang utuh dibaca. Sementara di Jerman dan AS lulusan SMA rata-rata mampu membaca 32 buku, di Belanda rata-rata 30 buku, di Jepang anak-anak pelajar membaca 15 buku, di Swiss 15 buku, di Rusia 12 buku, di Brunei 7 buku, dan di Singapura 6 buk. Lalu, anak-anak pelajar Indonesia di mana?

 

Sementara perilaku membaca kian dikebiri, justru menonton TV kian digemari. Banyak orang lupa, menonton TV pun bisa berdampak buruk. Bila tidak mau dibilang berbahaya. Sebuah studi menyebut, menonton TV dua jam sehari saja dapat membuat orang merasa gelisah. Apalagi anak-anak usia sekolah, risiko depresinya pun sangat besar. Bisa mengalami gangguan ansietas. Sebauh keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya.

 


Di Harian Media Indonesia, saya pun pernah menulis artikel tentang krisis spiritual yang ditimbulkan akibat menonton TV. Setidaknya, ada 4 (empat) krisis spiritual yang dialami seseorang akibat gemar menonton TV:

1.    Krisis informasi akibat melimpahnya informasi yang diterima tanpa ada eksekusi sehingga jadi sebab bingung dan imajinasinya terganggu,

2.    Krisis imajinasi sosial akibat banyaknya fantasi sosial yang ditayangkan tanpa mau lakukan aktualisasi diri di dunia nyata.

3.    Krisis budaya akibat ajaran gaya hidup TV yang merusak adab dan kebiasaan penontonnya sehingga menjadi inspirasi perilaku yang menyimpang.

4.    Krisis identitas akibat pengaruh tayangan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga jkadi sebab goyah identitas, rapuhnya spiritual.

 

Bahkan di era yang kompetitif sekarang, banyak orang merasa hidupnya tidak berharga. Mudah frustrasi dan tidak percaya diri akibat sering menonton TV. Hidup yang kamuflase dan lebih gemar membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Hampir semua penonton TV ingin hidupnya bahagia. Tapi sayang, abuannya bukan diri sendiri melainkan orang lain. Ujungnya, jadi manusia yang pesimis dan berpikir negatif dalam hidup.

 

Berangkat dari realitas tontonan TV itulah, taman bacaan dan pegiat literasi dapat mengambil peran untuk menghidupkan kegemaran membaca buku anak-anak. Agar tidak terlindas dari dampak buruk menonton TV atau bermain gawai. Taman bacaan harus memainkan peran untuk mengimbangi perilaku menonton TV dengan membaca buku. Spirit itulah yang mendasari Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak untuk meyelematkan masa depan anak-anak usia sekolah melalui buku bacaan. Agar terbentuk kebiasaan membaca buku sehari-hari, sebagai penyeimbang aktivitas menonton TV atau gawai.

 

Karena hari ini, menonton TV bukan lagi jadi media yang mendidik tapi menghardik. Maka tetaplah membaca buku, kapan pun dan di mana pun. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Rabu, 23 Maret 2022

Pegiat Literasi di Taman Bacaan Kok Tidak Menulis?

Hingga akhir tahun 2021 lalu, saya sudah menulis 37 buku. Berarti rata-rata 3,3 buku per tahun bila dihitung dari sejak pertama kali menulis buku di tahun 2010 lalu. Baik yang saya tulis sendiri, bersama anak atau bersama mahasiswa saat mengikuti kuliah. Insya Allah, tahun 2022 ini, minimal bertambah 2 buku tapi idealnya 5 buku baru akan terbit. Termasuk buku "100 Kisah di Langit Taman Bacaan" yang dibuat dalam rangka lima tahun TBM Lentera Pustaka yang saya dirikan.

 

Beberapa buku saya yang bisa diperoleh di toko buku atau online, seperti: Jurnalistik Terapan (Ghalia Indonesia, 2010), Kompetensi Menulis Kreatif (Ghalias Indonesia, 2015). Surti Bukan Perempuan Metropolitan (2014). Ada pula buku Bedah Teks Ujaran Kebencian, kumpulan cerpen atau artikel ilmiah. Intinya, menulis sudah jadi kebiasaan hidup saya. Tiada hari tanpa menulis.

 

Kenapa buku? Ya jawabnya sederhana. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis maka ia akan hilang ditelan sejarah. Apalagi zaman begini, banyak orang doyan ngomong doyan komentar. Tapi malas menulis. Wajar hoaks dan hate speech jadi menjalar kemana-mana, apalagi difasilitasi media sosial.

 


Sebagai pegiat literasi dan Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya harus memberi contoh. Bahwa perjalanan akhir dari membaca buku adalah menulis buku. Karena bacaan yang banyak dan wawasan yang luas sama sekali tidak ada maknanya tanpa dituliskan. Karena menulis adalah berbagi kebaikan dan menebar manfaat kepada orang lain yang membacanya. Maka pegiat literai, sejatinya harus menulis. Bukan hanya bicara di seminar-seminar lalu lupa menuliskannya.

 

Saat ditanya, kok bisa menulis buku? Menulis buku itu keberanian. Menulis juga praktik bukan teori. Menulis itu perbuatan bukan pelajaran. Maka tidak akan ada karya bila tidak ditulis. Sangat salah bila ada orang menulis harus menunggu datangnya inspirasi. Justru tulisan itu ya kita sendiri yang menciptakannya. Makanya resep menulis yang paling jitu adalah menulis, menulis, dan menulis. Bukan banyak omong, banyak komentar.

 

Jadi, tulis saja apa pun yang mau ditulis. Jangan peduli pada orang-orang yang kerjanya komentar. Karena mereka, sesungguhnya tidak sedang melakukan apa-apa. Dan yang terpenting esok, semua orang akan mati kecuali karyanya. Jadi menulislah agar lebih literat. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Apa Beda Crazy Rich vs Pegiat Literasi?

Crazy Rich Indonesia lagi ramai nih. Tentang anak-anak muda yang ingin cepat kaya tapi menipu atau merugikan orang lain. Triliunan rupiah “menilap” uang orang lain. Dalihnya, trading atau investasi online. Ada si Indra, ada di Doni yang kini masuk penjara. Akibat investasi illegal, judi online, penipuan, perbuatan curang atau pencucian uang. Apalah namanya, intinya si crazy rich itu pembohong dan merugikan orang lain. Geblek.

 

Anehnya, kenapa banyak orang percaya sama yang begituan ya?

Orang-orang yang tidak literat. Berharap bisa ikut kaya seperti si crazy rich. Biar tekor asal kesohor. Nilainya juga gila, sampai triliunan rupiah. Ehh ujungnya, boro-boro bisa dapat hasil investasi. Uang yang diinvestasikan pun tidak bisa dikembalikan. Jangankan kaya, uang kembali pun tidak. Yah, minimal semua korban jadi stress. Sambil bertanya ke dalam hati, kok bisa ya? Memang penyesalan adanya di belakang Bos. Kalau di depan namanya pendaftaran.

 

Belajar dari kasus crazy rich Indonesia, berarti ada masalah dengan literasi online di Indonesia. Banyak orang mudah tertipu secara online. Karena di online, semuanya mau serba cepat, serba instan. Kerja keras tidak mau tapi pengen kaya, dari mana? Pengen punya uang banyak tapi kerjanya leha-leha, dari mana? Akibat tidak paham cara ber-online. Banyak orang lupa, online atau media sosial itu hanya “dunia tipuan”. Seolah hidup mewah di dunia maya, tapi nyatanya?  Silakan di cek sendiri saja, teman-teman online-nya.

 

Online memang tidak bisa dihindari.  Bahkan kini sudah jadi kebutuhan primer. Tapi online pun butuh literasi. Harus tahu cara memakainya, untuk apa dan bagaimana? Apalagi di Indonesia, saat ini menurut KompasTekno dari We Are Social (23/2/2021), waktu yang dihabiskan orang Indonesia untuk mengakses internet per hari rata-rata yaitu 8 jam 52 menit. Dan dari 170 juta pengguna internet di Indonesia, 96,4 persen di antaranya meng-akses melalui  smartphone.

 

Maka wajar, gara-gara online. Banyak pelajar masuk RS jiwa karena kecanduan ponsel. Akibat menonton youtube dan main gim online hingga terganggu kesehatan mentalnya. Tertawa sendiri, sibuk sendiri tapi hanya di dunia maya. Sibuk mengomentari, sibuk update status bak selebriti online. Maka wajar bila terganggu mentalnya. Karena kian jauh dari duniay nyata, terkesima dengan dunia online. Mengerikan sekali.

 


Penting untuk literasi online. Bahwa dunia online tidak selalu baik. Bahkan bila mau jujur, online itu lebih banyak jeleknya daripada bagusnya. Online itu lebih banyak buruknya daripada baiknya. Apalagi untuk mereka yang terbuai gaya hidup dan popularitas. Hidupnya jadi terlalu direkayasa, hidup yang kamuflase. Persis seperti si crazy rich yang terjerat kasus hukum sekarang.

 

Dunia online itu hakikinya “tidak seindah warna aslinya”. Semuanya serba rekayasa alias tipuan. Kecuali online yang digunakan untuk keperluan yang baik, perbuatan yang bermanfaat. Karena itu, jangan terpukau dengan dunia online. Tetaplah hidup secara manual, hidup di dunia yang sebenarnya. Jangan cari pahala vuma sebatas online. Tapi tidak pernah melakukan apa pun di dunia nyata.

 

Jangan percaya dunia online. Spirit itulah yang diusung Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Taman bacaan yang menyediakan akses membaca buku secara manual, bukan online. Agar anak-anak tetap mampu bersosialisasi, berinteraksi dengan buku secara manual. Termasuk aktivitas memberantas buta aksara, mengajari anak-anak pra sekolah, mengayomi anak-anak difabel, dan menyantuni anak-anak yatim dan jompo binaan.

 

Di taman bacaan, perbuatan baik itu aksi nyata bukan hanya di dunia maya. TBM Lentera Pustaka meyakini dengan membaca buku, targetnya tidak ada lagi anak-anak putus sekolah. Tidak ada lagi kaum buta huruf, jangan ada lagi pernikahan dini. Atau anak-anak yang terjerat narkoba padahal keluarganya msikin. Maka taman bacaan, adalah satu-satunya “lawan tanding” yang seimbang untuk dunia online.

 

Dunia online itu baik. Bila tahu cara pakainya, tahu waktu untuk memakainya. Dan tetap berpijak pada realitas. Mampu membedakan saat di dunia nyata, saat di dunia maya. Dan yang terpenting, dunia online itu menipu dan penuh rekayasa. Maka berhati-hatilah. Agar tidak merugi atau terjerat kasus hukum akibat perbuatan online.

 

Siapa pun bisa jadi apa pun di dunia online. Hebat di dunia maya, keparat di dunia nyata seperti di crazy rich di Indonesia. Bahkan di dunia online, siapa pun bisa membenci, mencaci atau menyakiti. Online bukan jadi ladang amal malah jadi ladang dosa.

 

Jadi, online itu tidak semuanya baik. Bahkan lebih banyak mudarat daripada maslahat. Jangan percaya dunia online, itu sudah cukup untuk literasi online. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka