Senin, 27 Januari 2020

Kabar Kobe Bryant dan TBM Lentera Pustaka

Kematian Kobe Bryant sang legenda NBA itu kabar duka. Seperti wabah virus corona pun jadi kabar yang tak sedap di dunia belakangan ini. Tapi di balik itu, ada pula kabar baik ketika Asosiasi DPLK menjadi sponsor tahun 2020 di TBM Lentera Pustaka. Ini pun tahun ke-3 ADPLK menancapkan komitmen untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi anak-anak kampung, di samping untuk memperkuat literasi dana pensiun untuk anak-anak usia sekolah.

Terima kasih kepada Asosiasi DPLK (ADPLK) yang telah bersedia menjadi sponsor TBM Lentera Pustaka tahun 2020. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak di Kaki Gn. Salak Bogor. Anda sponsori, kami eksekusi.

Apalah arti ijazah bertumpuk, bila kepedulian tidak dipupuk … Semoga menjadi berkah kita bersama, amiin. #AsosiasiDPLK #TBMLenteraPustaka #CSRKorporasi #BudayaLiterasi

Jumat, 24 Januari 2020

Kapan Manusia Merasa Cukup?


Siapa sih orang paling kaya di dunia ini?
Mungkin sebagian besar jawab, Bill Gates. Bisa juga konglomerat papan atas Indonesia. Atau Christiano Ronaldo. Atau artis ini dan itu. Jawaban yang tidak salah. Tapi belum tepat. Wajar, karena kekayaan di benak banyak orang. Ukurannya harta duniawi.

Jadi, bila belum kaya maka belum cukup. Sebutlah manusia belum cukup.
Kawan saya yang bilang. Selagi masih hidup di dunia, mana ada sih yang cukup. Atau selagi masih jadi manusia pasti tidak akan pernah cukup". Iya juga ya, manusia mana sih yang merasa cukup? Seperti pekerja di sana, bilang “sudah cukup”. Pekerja di sini bilang “belum cukup”. Sementara pekerja yang hilir-mudik bilang “tidak akan pernah cukup”. Jadi bingung, cukup itu ukurannya apa dan siapa ya?

Pantas, kebencian dan sindirian tidak pernah berakhir, Mungkin karena belum cukup. Sekalipun pemilu sudah selesai. Jago-nya sudah ngopi bareng, pendukungnya belum cukup-cukup. Manusia belum cukup namanya.

Cukup itu bukan soal materi melulu. Tapi cukup itu soal hati.
Cukup itu cukupan. Merasa cukup dengan nikmat Allah alias qona’ah. Dan merasa cukup memang ada di hati. Bukan di harta, apalagi di orang lain. Karena manusia yang tidak pernah merasa cukup, pasti selalu menuruti hawa nafsunya. Susah untuk tenang dan tenteram, Penuh kegelisahan. Hingga lupa untuk berbuat kebaikan. APalagi menolong orang lain yang membutuhkan.

Manusia belum cukup sering lupa.
Cukup atau tidak itu sudah dikehendaki-Nya. Karena semua sudah ada dalam ketetapan-Nya. Merasa cukup, maka tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Cukup hatinya, cukup pikirannya, dan cukup perasaannya. Tidak lebih tidak kurang, cukupan.


Kata Pak Sindhunata, “Manusia harus rumongso karo ragane”. Artinya, harus tahu diri dengan raganya. Karena merasa besar itu salah, merasa kecil itu keliru. Maka harus sedhengan (cukupan). Sebab sedhengan itu bisa masuk dalam hati siapa saja; tidak kebesaran dan tidak kekecilan.

“Too much of anything will definitely kill you”.
Manusia belum cukup kalau ngomong jago banget. Tapi nyatanya, semua diukur dari harta dan materi. Pantas belum cukup-cukup. Semua keadaan ditimbang pakai akal dan ego. Bukan hati. Sudah pasti manusia belum cukup. Karena dia gagal menikmati apa yang ada. Dia gagal menahan diri. Dan dia pasti hatinya tertutup. Hingga lupa, dari mana dia berasal dan mau kemana dia pergi?

Manusia makin tidak cukup.
Karena kurang bersyukur. Dan gemar melihat ke atas ditambah jarang bersedekah. Jarang berbuat baik secara nyata pada orang lain. Kebaikan hanya sebatas di dunia maya atau cukup di meja diskusi. Pantas makin tidak cukup, karena kerjanya mengintip laju orang lain. Selalu membandingkan dirinya dengan orang lain.

Kenapa merasa belum cukup?
Manusia belum cukup lupa lagi. Hanya hati yang merasa cukup yang dijanjikan mendapatkan dunia dan seisinya. Hanya manusia yag cukup yang beruntung. Sehingga mudah bersyukur dan jauh dari kesombongan. Maka ketika merasa cukup, saat itu ada dorongan untuk bertindak baik untuk orang lain. Bila merasa tidak cukup, pasti tidak akan baik pada orang lain.

Nabi Muhammad SAW bilang “siapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah akan membuatnya kaya” (HR. Bukhari Muslim).

Siapapun, selagi masih manusia pasti sudah cukup.
Cukup jiwa dan raganya. Bangsanya cukup, pemimpinnya cukup. Bahkan diberi keluarga dan sahabat yang ada pun cukup. Apalagi yang tidak cukup. Semuanya sudah melimpah. Dan itu, sudah pantas dimiliki manusia; tidak berlebihan tidak berkekuarangan. Tinggak disyukuri saja.

Maka katakan “saya sudah cukup”.
Saya pun cukup menjadi pegiat sosial yang akan tetap mengabdi untuk anak-anak taman bacaan, ibu-ibu buta aksara, dan anak-anak yatim binaan. Itu semua sudah cukup.

Maka cukup, tempatnya ada pada sikap. Bukan pada pikiran atau perilaku. Salam cukup nan ciamik. #TGS #BudayaLiterasi


Asuransi Jiwa Tugu Mandiri Sponsori Taman Bacaan Lentera Pustaka Tahun 2020


BERKAH di TBM LENTERA PUSTAKA
Terima kasih kepada Asuransi Jiwa Tugu Mandiri (AJTM) yang telah bersedia menjadi sponsor TBM Lentera Pustaka tahun 2020. Hebatnya, Tugu Mandiri selama 3 tahun berturut-turut mensponsori aktivitas taman bacaan. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah di Kaki Gn. Salak Bogor.

CSR korporasi yang punya kontribusi besar terhadap jalannya aktivitas membaca anak-anak di zaman now. Di mata anak-anak kampung, bisa jadi, kepedulian itulah harapan satu-satunya bagi mereka untuk “melihat” dunia yang lebih luas. Hanya melalui buku bacaan…

Sebagai pengelola TBM Lentera Pustaka, kontribusi AJ Tugu Mandiri menjadi bukti. Bahwa kepedulian tidak sebatas kata-kata. Sekali lagi, terima kasih AJ Tugu Mandiri. Semangat terus anak-anak TBM Lentera Pustaka. Semoga menjadi berkah kita bersama, amiin… @Menanti penyerahan simbolik dalam waktu dekat, insya Allah. #TuguMandiri #TBMLenteraPustaka #CSRKorporasi #BudayaLiterasi


Minggu, 19 Januari 2020

TBM Lentera Pustaka Ajarkan Budaya Antre Anak-anak Pembaca

Tradisi antre disinyalir sudah mulai hilang di era digital ini.
Banyak orang lebih memilih untuk cari “cara cepat” untuk sampai ke tujuan. Instan dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Mungkin, mengantre dianggap aktivitas yang menjemukan. Bahkan tidak mengenakkan bagi sebagaian besar orang. Apalagi yang berpangkat atau yang merasa tinggi. Wajar bila akhirnya, orang berebut untuk buru-buru. Sehingga tradidi antre jadi terabaikan.

Tradisi antre bisa jadi sudah mulai hilang. Karena hari ini, banyak orang sudah tidak mau lagi berdiri berderet-deret; memanjang sambil menunggu untuk mendapat giliran. Dalam hal apapun, untuk keperluan apapun. Bahkan tidak sedikit orang yang sudi “membayar” orang bila terpaksa haru antre.

Maka benar anekdot yang menyatakan “seorang anak hanya butuh waktu singkat untuk bisa menguasai ilmu matematika. Tapi butuh waktu bertahun-tahun untuk memiliki budaya antre. 

Berangkat dari realitas itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka telah menjadikan budaya antre sebagai adab yang dipelihara. Melalui event bulanan bertajuk “Membaca di Alam” hari ini, Minggu 19 Januari 2020, sekitar 40 anak-anak pembaca aktif Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor tetap melatih tradisi antre. Hebatnya, tradisi antre yang diajarakn tidak melalui ceramah. Tapi langsung praktik dengan menerapkan “jajanan kampung gratis” seperti baslok, cincau dan sebagainya. Seusai mengikuti senam literasi, bermain games, dan membaca di alam di Sungai Ciherang, anak-anak TBM Lentera Pustaka langsung antre untuk menikmati jajajan kampung gratis.

Dibimbing langsung oleh Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepela Program TBM Lentera Pustaka, anak-anak usia sekolah yang selalu membaca seminggu 3 kali ini menjadikan tradisi antre sebagai adab yang harus dijunjung tinggi. Selain tradisi antre, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun diajarkan adab-adab lainnya, seperti 1) memberi salam, 2) cium tangan, dan 3) berdoa sebelum membaca.

“Selain menjadi tempat membaca secara rutin, anak-anak TBM Lentera Pustaka memang dilatih untuk memiliki adab antre, salam, cium tangan, dan berdoa. Dan setelah 2 tahun berjalan, semua itu sudah menjadi nilai-nilai yang melekat dalam diri mereka. Adab inilah yang perlu diajarkan di era yang katanya semakin canggih, di era digital” ujar Syarifudin Yunus yang ikut mengantre bersama anak-anak.

Tradisi antre menjadi penting dilatih pada diri anak-anak. Karena dengan antre, maka anak-anak diajarkan untuk saling menghormati hak orang lain. Bahwa yang paling depan adalah yang datang duluan. Maka antre melatih disiplin, di samping tidak boleh menyerobot hak orang lain. Harus malu bial tidak antre tapi mau duluan. Melalui tradisi antre, anak-anak TBM Lentera Pustaka diajarkan untuk memahami filosofi antre, yang terdiri dari: 1) antre mengajarkan kesabaran, 2) antre mengajarkan kesetaraan, 3) antre mengajarkan kedisiplinan, dan 4) antre mengajak siapaun untuk lapang dada.

Patut diketahui, Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor selama ini dikenal sebagai taman bacaan yang kreatf dan unik. Melalui model “TBM Edutainment” yang digagas pendirinya, Taman Bacaan Lentera Pustaka selalu menerapkan 1) senam literasi, 2) doa literasi, 3) membaca bersuara, 4) menggelar event bulanan setiap bulan, dan 5) menerapkan teknik metaforma untuk memahami isi bacaan. Tidak kurang dari 60 anak usia sekolah tercatat sebagai pembaca aktif seminggu 3 kali dan terbiasa membaca 5-8 buku per minggu. Atas dasar itu pula, Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka yang kebetulan sedang menempuh studi S3 Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor bertekad untuk menulis disertasi tentang penerapan model TBM Edutainment untuk meningkatkan minat baca dan budaya literasi masyarakat di Kabupaten Bogor.

Di tahun 2020, TBM Lentera Pustaka disponsori oleh Asuransi Jiwa Tugu Mandiri dan Asosiasi DPLK yang mendonasikan sebagian dana CSR korporasi untuk mendukung kelancaran aktivitas membaca anak-anak usia sekolah di wilayah yang tergolong prasejahtera ini. Saat ini TBM Lentera Pustaka memiliki 3.400 koleksi buku bacaan dan menjadi satu-satunya taman bacaan resmi yang ada di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor.

Selain DAAI TV, Pendiri TBM Lentera Pustaka yang sekaligus pegiat literasi Indonesia dan Dosen Unindra pun kerap didapuk sebagai narasumber budaya literasi di TV Parlemen setiap bulan dan seminar-seminar literasi di sekolah dan organisasi masyarakat.

Selain itu, Taman Bacaan Lentera Pustaka pun menyelanggarakan kegiatan GErakan BERantas BUta aksaRA (Geberbura) yang diikuti 10 ibu-ibu buta aksara. Apapun yang dijalankan TBM Lentera Pustaka, bukan hanya untuk meningkatkan tradisi baca ana-anak usia sekolah di kampung. Tapi juga untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian sosial untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Karena prinsipnya sederhana. Siapapun boleh jadi apapun. Asal tidak kehilangan jiwa kepedulian untuk sesame. Ubah niat baik jadi aksi nyata … #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi #TradisiAntre #BacaBukanMaen

Jumat, 03 Januari 2020

Awal Tahun 2020, TBM Lentera Pustaka Memperoleh Donasi Buku Bacaan

Hari ini, mengawali tahun 2020 ini, TBM Lentera Pustaka mendapat donasi buku baru untuk koleksi buku bacaan, di samping menambah semangat anak-anak untuk membaca. demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak kampung di kaki Gunung Salak Bogor yang berassal dari keluarga tidak mampu dan terancam putus sekolah. Donasi buku dari hamba Allah ini terdiri dari buku "Ensiklopedia Pengetahun" dari 1-11 dan "Ensiklopedia Islam" dari 1-3.

Maka bersedekahlah, berikan donasi apapun, termasuk buku bacaan. Karena sedekah ibarat air sungai yang mengalir. Kita akan terus memperoleh manfaat dari air bersihnya.  
Bila ada cara sederhana memberdayakan anak-anak kita adalah mendonasikan buku bacaan. Karena donasi buku bacaan, setidaknya dapat menyelamatkan masa depan anak-anak para generasi penerus bangsa. Apalagi bagi anak-anak yang selama ini sulit mendapatkan akses buku bacaan. Sungguh tidak bisa dibantah, buku adalah jendela pengetahuan.

Sementara di luar sana, kita selalu berteriak akan pentingnya budaya literasi. Sebuah budaya baca dan tulis yang patut ditanamkan ke dalam diri anak-anak kita. Di tengah gempuran era ditigal, era gadget yang kian menjauhkan anak-anak dari buku dan bacaan. Kita sadar, budaya literasi dalam bentuk kebiasaan membaca dan menulis sama sekali tidak akan bisa berjalan hanya sebatas “gerakan nasional”. Harus ada perilaku nyata dalam membantu dan mendonasikan buku-buku bacaan. Karena niat baik tidak berguna tanpa diikuti aksi nyata.

Donasi buku bacaan, itulah yang dilakukan artis keren pelantun “Terjebak Nostalgia”, Raisa. Tiap kali ulang tahunnya, ia selalu mendonasikan buku bahkan mengajak rekan-rekannya untuk ikut menyumbang buku bacaan dan disalurkan ke taman bacaan.

"Aku udah beberapa kali ikut donasi buku. Aku sangat mendukung kegiatan yang dilakukan untuk membangun kebiasaan baca anak-anak. Apalagi di daerah yang selama ini anak-anaknya sulit mendapat akses bacaan” ujar Raisa di Jakarta beberapa waktu lalu. (https://kumparan.com/@kumparanhits/alasan-raisa-pilih-donasikan-buku-saat-ulang-tahun)

Raisa menyadari, pentingnya membaca buku dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Termasuk dalam membangun budaya literasi, budaya yang dekat dengan buku bacaan di tenagh era digital yang sulit dikontrol seperti sekarang. "Buku itu selain penting buat pendidikan, juga bisa buat ajang rekreasi. Anak-anak memang senang main, tapi coba bermain dengan buku. Kadang mereka enggak tahu harus mainan apa. Jadi, kenapa mereka gak main di taman bacaan? Karena hanya elalui buku, kita bisa sejenak terdiam lalu berpikir dan mengembangkan kreativitas” jelas Raisa lagi.

Ketahuilah, sekalipun kita ada di era digital era revolusi industri. Buku dan bacaan tidak akan pernah kehilangan pamor. Karena perilaku membaca pasti dan harus dihadapi tiap manusia secerdas apapun. Dan hebatnya, tiap menit pengetahuan yang terkandung bahkan romantisme membolak-balik halaman buku selalu mengundang rindu. Karena itu, masyarakat pun hars ikut serta dalam gerakan donasi buku untuk anak-anak.

Katanya, minat baca anak-anak Indonesia rendah. Katanya tidak membaca buku berarti minim pengetahuan maupun daya kritis. Katanya lagi buku pun bisa jadi jembatan awal meraih cita-cita.Itu tanda, bahwa kita perlu ikut serta dan turun tangan dalam mendonasikan buku untuk anak-anak kita.

Berangkat dari pentingnya membangun tradisi baca dan budaya literasi, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam “gerakan donasi buku bacaan”. Agar anak-anak Indonesia tetap dekat dengan budaya membaca. Karena hanya dengan membaca buku, martabat dan derajat hidup anak-anak akan bisa lebih baik. Bahkan di tengah era berita bohong atau hoaks, cara antisipasi yang paling sederhana adalah dengan “membaca buku”.

“Tradisi baca anak-anak dan gerakan literasi nasional tidak bisa lagi hanya di atas kertas. Kita harus mau dan berani aktif mendonasikan buku. Gerakan menyumbang buku penting hari ini. Bagaimana mau minat baca anak-anak Indonesia tinggi, jika ternyata akses bacaan anak-anak masih rendah, persediaan buku sangat minim. Saatnya kita bersatu padu berdonasi buku saat ulang tahun saat kumpul dengan teman-teman” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor hari ini.

Setiap buku lama atau layak baca pasti dapat “mencerahkan” dan “menerangkan jalan” bagi ratusan anak-anak di manapu berada. Jangan buang buku yang sudah Anda baca. Donasikanlah untuk anak-anak kita... Agar mereka tetap membaca #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi #BacaBuku
===========================
Untuk informasi lebih lanjut dan partisipasi/donasi dapat menghubungi:
TBM Lentera Pustaka
Jl. Masjid Jami Kp. Warung Loa No. 77 RT 01/12 Desa Sukaluyu Kec. Taman Sari Kab. Bogor 16610
Telp: 0812 8568 3535 atau Email: lentera.pustaka77@gmail.com


Kamis, 02 Januari 2020

Aku Ikhlas 2 Karung Bukuku Tenggelam (Pendiri TBM Lentera Pustaka)


Aku Ikhlas Bukuku Tenggelam

Akibat banjir, tidak kurang dari 2 karung buku, diktat, modul, dan paper saya tenggelam. Persis seperti kopi saya yang hanyut, mungkin seperti mobil-mobil dan perabotan yang dihempas arus air. Tidak ada keluhan tidak ada benci, saya menerima dengan ikhlas dan penuh tawakal. Buku-buku yang tenggelam. Terhempas oleh banjir.

Buku-buku yang luluh-lantak dalam dekapan air. Buku-buku yang terendam banjir. Saya serahkan semua untuk alam semesta. Untuk bumi tempat berpijak yang saya cintai, lagi saya jaga muamalahnya.


Hujan dan banjir itu tidak pernah mengutuk dirinya untuk turun. Seperti gelap pun tidak pernah mengutuk takdirnya. Meski selalu dihina, dibenci bahkan dihindari. Tapi, itu bukti mereka ikhlas menerima jalannya.

Tidak perlu ada yang disalahkan. Apalagi menghakimi orang lain. Semua yang terjadi adalah realitas. Maka saya pun ikhlas buku-buku, diktat, modul itu “pergi”. Agar saya tetap istiqomah dan tawakal kepada-Nya dalam setiap amalan.

Sebagai pegiat literasi TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, aku hanya ingin tetap tegak tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Aku pun ikhlas bersama 60-an anak-anak dan 10 ibu-ibu buta aksara serta anak-anak yatim untuk mengabdi atas nama "pesan" isi sebuah buku. Aku makin ikhlas untuk ada dan hadir bersama mereka, demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi. Aku ikhlas.

Karena berkah adalah rahmat bagi yang ikhlas. Hadiahi kami dengan itu semua, Yaa Robb. #BudayaLiterasi #PegiatLiterasi