Rabu, 31 Juli 2019

Syarifudin Yunus, Pendiri Taman Bacaan Lentera Pustaka

Syarifudin Yunus, M.Pd. lebih akrab dipanggil Syarif adalah Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat(TBM) Lentera Pustaka. Kesehariannya berprofesi sebagai konsultan di DSS Consulting dan dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FBS Universitas Indraprasta PGRI (Unindra).

Ayah dari tiga anak ini menjadi salah satu pegiat literasi di Indonesia yang peduli terhadap upaya meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah khususnya di masyarakat yang tidak mampu, di samping gerakan pemberantasan buta aksara. Tujuannya, untuk menekan angka putus sekokah, di samping membangun kebiasaan membaca anak-anak di tengah gempuran era digital.

Alumni UNJ dan peraih UNJ Award 2017 bidang Pengabdian Masyatakat dan peraih Dosen Berprestasi Unindra Tahun 2009 ini bertekad menjadikan TBM Lentera Pustaka sebagai taman bacaan kreatif dan menyenangkan melalui konsep "TBM Edutainment", kegiatan membaca yang memadukan unsur edukatif dan entertainment. Ke depan, taman bacaannya berharap mampu menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, selain sebagai "warisan" kepada umat yang akan ditinggalkan.

Bekerja lebih dari 25 tahun sebagai Dosen dan aktif mengajar di beberapa kampus dengan spesialiasi bidang menulis, jurnalistik, penyuntingan, kehumasan, penelitian, dan bahasa dan sastra Indonesia ini pernah berkiprah sebagai Wartawan Majalah Forum Keadilan (1996) dan Mobil Indonesia (1998). Kebiasaan yang paling menonjol darinya adalah selalu menulis setiap hari. Karena baginya, hidup tanpa menulis berarti hampa.

Latar Belakang
Lahir di Jakarta, 15 Maret 1970. Syarif lahir dari seorang pensiunan tentara namun dibesarkan dalam nuansa toleransi dan kepedulian sosial yang tinggi. Dari seoarng ayah keturunan Makassar dan Ibu berasal dari Sunda, anak sulung berbintang Pieces ini sangat getol terhadap gerakan sosial dalam membantu anak-anak yatim, para janda dan jompo, serta anak-anak yang terancam putus sekolah. Prinsip hidupnya sederhana saja, "apa adanya dan bukan ada apanya" sehingga hidup harus dijalani dengan penuh kewaspadaan dan tidak perlu terbuai oleh gaya hidup yang berlebihan.

Ayah dari Fahmi (22th) Farid (17th) dan Farah (12th) ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta, bersekolah di SDN Kenari 12 Salemba, lalu melanjutkan ke SMP Negeri 216 Jakarta, dan SMA Negeri 30 Jakarta. Pendidikan tingginya dimulai dari S1- Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1994) dari Universitas Negeri Jakarta (d/h IKIP Jakarta) dan Magister Pendidikan PascaSarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta (2006). Saat ini, beliau tengah melanjutkan studi S3 Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor atas beasiswa dari Universitas Indraprasta PGRI tempatnya mengajar. Sebagai pegiat literasi, ia bertekad meraih Doktor Manajemen Pendidikan bidang Tata Kelola Taman Bacaan.

Karir Profesional
Suami dari Preli Oktosari ini, memulai karier profesionalnya sebagai Staf Pengajar Program Keterampilan Komunikasi Sekretariat Negara RI (1994-116), di samping sebagai dosen tetap di Unindra (d/h STKIP PGRI Jakarta). Setelah itu terjun ke dunia jurnalistik sebagai wartawan di Majalah Forum Keadilan (1996) dan Majalah Mobil Indonesia (1998). Sejak 1999, ia memulai sebagai praktisi asuransi jiwa sebagai Corporate Commnucation Supervisor di AJ Principal Indonesia dan berlanjut sebagai Corporate Communications Manajer di AJ Manulife Indonesia (2001-2006) dan Corporate Communication Manajer AIA Financial (2006-2011) yang bertanggung jawab dalam hal komunikasi internal dan eksternal perusahaan, media relations, marketing communications, di samping kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility). Karier professional terakhirnya adalah AVP Sales Support & Training Employee Benefits AJ Manulife Indonesia (2012-2016). Dan kini, ia menekuni sebagai konsultan DSS Consulting, Dosen Unindra, dan Edukator Dana Pensiun.

Catatan prestasi dan pengalaman yang pernah diraih, antara lain: Dosen Berprestasi Universitas Indraprasta PGRI Jakarta (2009), Asia Communicator’s Conference di Hongkong (2002 & 2004), Pemenang ‘Relawan Sejati’ Manulife Indonesia (2002), Winner Citizenship Award-Star of Excellence Manulife Financial Asia di Hongkong (2003), meraih Gold Quill of Excellence Award – Crisis Communication Team dari International Association Business Communicator (2002), Inisiator & Presenter Corporate Social Responsibilty (CSR) Award 2005 – 3rd The Best Practise in Social Program, Inisiator & Pemenang Rekor Bisnis Award bidang CSR dari Harian SINDO & Tera Foundation (2010), Pemenang Marketing Dream Team Champion 2010 dari Majalah SWA & MarkPlus, dan Peraih Rekor Bisnis Award 2014 bidang Employee Benefits dari Koran Sindo & Tera Foundation (Mei 2014), Nara Sumber ASEAN Literary Festival – ALF 2016. Berbagai aktivitas yang digelutinya, telah mengantarkan dirinya meneguk inspirasi dari 9 negara, seperti: Hongkong, Singapore, Malaysia, Thailand, Shanghai Cina, Perth Australia, Seoul Korea Selatan, Tokyo Jepang, Madinah-Mekah Saudi Arabia.

Aktif Organisasi
Syarifudin Yunus beruntung karena telah banyak makan asam garam di berbagi organisasi. Awalnnya saat menjadi mahasiswa, ia aktif di organisasi sebagai Ketua HMJ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1990), Ketua Senat Mahasiswa FPBS IKIP Jakarta/UNJ (1991), dan Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Senat Mahasiswa IKIP Jakarta (1992). Kepedulian sosialnya dimulai pada saat menjadi Pengelola Komunitas Peduli Anak Yatim CARAKA MUDA YAJFA di Kreo, Cileungsi, dan Gn. Salak Bogor yang memiliki 34 anak yatim binaan, 5 janda, dan 4 jompo (1994-sekarang), Penggagas Komunitas Ranggon Sastra Unindra (2006-sekarang), Penggagas Klub Jurnalistik KJPost Unindra (2009-sekarang).

Saat ini pun masih aktif di berbagai organisasi, antara lain: Ketua IKA BINDO UNJ (sejak 2009- sekarang), Wakil Ketua IKA FBS UNJ (2017-2021), Wasekjen IKA UNJ (2017-2020), dan Ketua Bidang Humas dan Pelayanan Konsumen Asosiasi DPLK Indonesia (2003-sekarang).

Sejak 2017 menjadi Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dan pengabdi sosial GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura) bagi kaum buta huruf di Desa Sukaluyu Kaki Gn. Salak Bogor. Owner & Education Specialis Gema Didaktika (2006-sekarang), dan menjadi Juri Bilik Sastra Award RRI hingga sekarang.

Gemar Menulis
Sebagai realisasi kecintaannya terhadap budaya literasi di Indonesia, Syarif menjadikan menulis sebagai gaya hidup. Setiap hari menulis, apapun dituliskan. Dari walnya tidak bisa menulis, namun ketekunannya menjadikan prinsip hidupnya bertumpa pada “scripta manent verba volant-yang tertulis akan abadi yang terucap akan hilang”.  Maka ia menekankan pada budaya tulisan baru budaya lisan, bukan sebaliknya. Karena menurutnya, budaya literasi hanya bisa dimulai dari budaya membaca dan menulis, bukan budaya berbicara dan menyimak.

Dengan tekad budaya literasi harus melekat pada dirinya, kini Syarif  telah melahirkan 25 buku seperti; 1) Jurnalistik Terapan(2010), 2) Bunga Rampai Problematika Bahasa Indonesia(Ed.-2010),  3)Kumpulan Puisi & Cerpen “Kata Anak Muda” (Ed.-2011), 4)  Antologi Puisi “Perempuan Dimana Mereka?” (Ed.-2012), 5) Antologi Puisi “Potret Orang-Orang Metropolitan” (Ed.-2013), 6) Antologi 44 Cerpen “Surti Bukan Perempuan Metropolis”(Maret 2014), 7)  Antologi 85 Cerpen “Kecupan Di Pintu Langit” (Mei 2014), 8) Antologi 70 Cerpen “Di Balik Jendela Kampus” (Juli 2014), 9) Kumpulan 30 Cukstaw Cerpen “Surti Tak Mau Gelap Mata”(November 2014), dan 10) Antologi Puisi Kritik Sosial “Tiada Kata Dusta Untuk Presiden” (November 2014), 11) Kompetensi Menulis Kreatif (April 2015), 12) Kumpulan Cerpen “Hati Yang Mencari Ibu” (Mei, 2015), 13) Kumpulan Cerpen “Bukan Senyuman Terakhiir” (April 2016), 14) Kumpulan Cerpen “Resonansi Cinta Yang Terbelah” (Mei 2016), 15) Kumpulan Artikel Ilmiah “Bahasa Di Panggung Politik; Antara Kasta dan Nista” (Desember 2016), Kenapa Kau Membenciku (2017), Cerita Bibir Di Atas Tangan (2017) Oasis Dari kampus (2017), Jangan Mencintai perempuan Biasa (2018),
Noda Di Ruang Kelas (2018), Sentimen Bahasa Politik (2018), Politik Orang Susah (2018), Jakarta Di Atas Kertas (2019).

Saat ini pun, Syarif masih sangat aktif menulis di media massa harian seperti Bisnis Indonesia, Koran Jakarta, dan Media Indonesia dan media warga yang ternama di Indonesia. Sebagai Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka, Syarif saat ini fokus mengembangkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Untuk itu, setiap week end, dia selalu berada di Kaki Gunung Salak Bogor untuk mengajar anak-anak membaca dengan baik dan benar sekaligus memotivasi masyarakat demi tegaknya budaya literasi. Maka kini, ia dikenal sebagai pegiat literasi di Indonesia dan narasumber budaya literasi di DAAI TV.

Dengan mengusung motto #BacaBukanMaen, Syarif melalui TBM Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Kab. Bogor ingin mengingatkan pentingnya orang-orang dewasa dan para korporasi ikut peduli dan berkontribusi dalam menegakkan tradisi baca anak-anak sebagai antisipasi terhadap gempuran era digital yang kian masif.

“Karena taman bacaan, bukan hanya membangun tradisi baca anak-anak. Tapi kita sebagai orang dewasa harus berpikir untuk meninggalkan legacy atau warisan kepada sesama umat. Saya bertekad untuk menjadi Doktor bidang taman bacaan di Indonesia,” ujarnya.

PENDIDIKAN
S3 - Program Doktoral Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.

KARIR
Senior Konsultan DSS Consulting (2017-sekarang) dan Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) Jakarta (1994-sekarang).

PENGHARGAAN
UNJ Award 2017 bidang Pengabdian Masyatakat dan peraih Dosen Berprestasi Unindra Tahun 2009

Selasa, 30 Juli 2019

Taman Bacaan Lentera Pustaka; Ikhtiar kecil dari Garasi Rumah Hingga Lahirkan Anak Bertradisi Baca


 

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi “dekat” dengan buku tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin. Apalagi anak-anak yang ada di kampung atau pedesaan seperti di Kampung Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sama sekali tidak mudah. Dan tidak pernah sama dengan tema seminar atau diskusi tentang pentingnya budaya literasi …

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Pria berusia 49 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang “dari luar”. Berubah menjadi anak-anak sekolah yang terbiasa membaca 3 kali seminggu, bahkan bisa “menghabiskan” 5-10 buku per minggu. Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya “jauh” dari buku, kini menjadi lebih “dekat” pada buku dalam kesehariannya.

Tekad pria Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sederhana. Tradisi baca dan buku dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.


Maka berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca di kalangan anak-anak usia sekolah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah “garasi rumah” menjadi rak-rak buku yang menjadi cikal bakal TBM Lentera Pustaka. Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka diresmikan oleh Camat Tamansari, Prof. Dr. Sofyan Hanif (Warek 3 UNJ), Khatibul Umam (Anggota DPR), dan Dr. Liliana Muliastuti (Dekan FPBS UNJ).

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan kini setelah 2 tahun berjalan, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 62 anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.000 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang “haus” buku bacaan baru.

“Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak” ujar Syarifudin Yunus yang kini tekun sebagai pegiat literasi.


Dari Garasi Rumah Hingga Hidupkan Tradisi Baca
TBM Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah, bagi Syarifudin Yunus, hanyalah ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang sebelumnya jauh dari akses bacaan. Dan kini mulai rajin membaca sekalipun perjuangan untuk mengajak anak-anak lainnya belum usai, bahkan tidak akan usai. Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung terus membaca buku yang tersedia secara gratis.

Syarif yang kini tengah menempuh S3-Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak – beasiswa dari Unindra, sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan masyarakat yang “mati suri” akibat tiga hal; 1) buku ada pembaca tidak ada, 2) pembaca ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang lemah, tidak fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.

Dari bekas garasi rumah yang kini berubah menjadi taman bacaan, Syarif pun menerapkan konsep “TBM Edutainment”, sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan masyarakat. Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat membaca anak-anak atau masyarakat. Tapi taman bacaan harus bisa menjadi “motor penggerak” aktivitas sosial dan kemasyarakatan di mana taman bacaan beroperasi. “TBM-edutainment”; tata kelola taman bacaan masyarakat yang memadukan edukasi dan entertainment.

Konsep “TBM-edutainment” inilah yang diterapkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gn. Salak Bogor yang bertumpu pada:
  1. Membudayakan membaca bersuara
  2. Selalu ada “senam — salam – doa literasi” sebelum jam baca.
  3. Laboratorium Baca tiap hari Minggu; kegiatan pemahaman bacan di alam terbuka.
  4. Selalu ada event bulanan, dengan mendatngkan “tamu dari luar” untuk ber-interaksi dan memotivasi anak-anak agar rajin membaca.
  5. Ada “jajajan kampung” gratis setiap bulan.
  6. Tersedia WiFi gratis tiap Sabtu dan Minggu.
  7. Angerah pembaca terbaik diberikan kepada anak yang rajin membaca.
  1. Mengusung motto #BacaBukanMaen; untuk menjaga keseimbangan antara perilaku membaca dan bermain anak-anak.
“Konsep TBM-Edutainment saya gagas agar mampu menjadikan taman bacaan sebagai center dari edukasi dan entertainment untuk anak-anak. Hal ini sebagai penyesuaian terhadap era digital dan milenial.  Maka harus ada cara yang kreatif dan beda untuk menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak. Membaca harus asyik dan menyenangkan” tambah Syarifudin Yunus, alumni peraih UNJ Award 2017 ini.


Satu hal yang selalu diperjuangkan Syarifudin Yunus. Bahwa mengelola taman bacaan butuh kolaborasi dengan rakan-rekan yang peduli atau korporasi yang “concern” terhadap tradisi baca dan budaya literasi anak.  Karena itu, setiap tahun, TBM Lentera Pustaka selalu mengajak kalangan korporasi untuk menghibahkan dana CSR ke taman bacaan yang relatif tidak besar. Hanya untuk membeli buku bacaan baru dan operasional program taman baca. Maka di tahun 2019 ini, TBM Lentera Pustaka pun menggandeng CSR Korporasi dari Chubb Life, AJ Tugu Mandiri, dan Perkumpulan DPLK.  Tentu, demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Agar tidak terlindas oleh pengaruh era digital yang jelek.

Maka ke depan, tradisi baca dan budaya literasi sudah pasti hanya bisa tegak bila didukung oleh banyak pihak; aparatur, masyarakat, kaum yang peduli atau relawan, donatur, dan korporasi. Semua pihak harus peduli tradisi baca dan budaya literasi. Karena kepedulian sosial bukanlah sekadar niat baik tapi harus diwujudkan dalam aksi nyata, perilaku nyata untuk terjun langsung ke lapangan secara konsisten.

Di TBM Lentera Pustaka, dari garasi rumah hingga hidupkan tradisi baca anak-anak di Kaki Gunung Salak Bogor. Memang belum usai dan akan terus berlangsung. Agar menjadi “legacy – warisan” bagi umat. Dan kini TBM Lentera Pustaka pun mulai merambah ke aktivitas sosial yang lebih besar, menyiapkan kreasi dan inovasi baru sebagai bagian untuk pengembangan taman bacaan. Agar dapat mengundang daya tarik anak-anak untuk makin rajin dalam membaca. Beberapa program TBM Lentera Pustaka yang telah disiapkan antara lain: 1) Penyelenggaraan “Gerakan BERantas Buta  aksaRA (GEBER BURA)” bagi ibu-ibu dan bapak-bapak yang buta huruf sebagai bagian gerakan pemberantasan buta huruf, 2) Implementasi “Wisata Literasi lentera Pustaka Gn. Salak”sebagai wisata edukasi alternatif yang berbasis membaca buku sambil menyusuri sungai dan kebun di alam terbuka dengan spot-spot foto yang menarik sambil berlatih cara mudah memahami isi bacaan melalui teknik metaforma, dan 3) Edukasi Literasi Finansial (EDULIF) sebagai bentuk program edukasi literasi keuangan anak-anak setiap bulan. Agar anak-anak mampu mengenal dan mengelola uang secara sederhana, membelanjakan uang berdasarkan “kebutuhan” bukan “keinginan”.

 “Taman bacaan masyarakat adalah momentum semua pihak untuk ikut berbuat menyiapkan masa depan anak-anak yang lebih baik dari orang tuanya. Maka, semua pihak harus turun tangan dan terlibat. Agar niat baik segera berubah jadi aksi nyata” tambah Syarifudin Yunus.

Jangan bilang kita cinta anak, bila tidak ada aksi nyata. Karena cinta bukan hanya serpihan ludah yang terpancar dari lisan semata. Tapi cinta itu  tentang pengabdian dan kepedulian yang tertumpahkan tanpa henti sepanjang masa. Agar anak-anak tetap mau membaca buku.

Maka siapapun, jangan pernah menyerah mengelola taman bacaan masyarakat. Karena selalu ada cara yang kreatif dan inovatif untuk menjadikan taman bacaan masyarakat agar lebih asyik dan menyenangkan. Berbekal spirit itulah, sikap optimis untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi anak-anak akan menjadi kenyataan.

Sekalipun dari garasi rumah, dari teras rumah atau halaman beralaskan tikar; tradisi baca dan budaya literasi harus tetap tegak dalam perilaku anak-anak …Salam literasi #TBLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi


Kamis, 25 Juli 2019

Lomba Serba Buku 17 Agustusan dan Jajanan Kampung Gratis ala TBM Lentera Pustaka


Lomba Serba Buku 17 Agustusan dan Jajanan Kampung Gratis ala TBM Lentera Pustaka

 

Agustus 2019 ini, Bangsa Indonesia akan merayakan HUT Kemerdekaan ke-74.

Bangsa ini, dengan segala lebih kurangnya patut beryukur tiada tara atas karunia dan anugerah Allah SWT. Merdeka dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari tanpa kendala, bahkan ancaman.

 

Maka selalu ada cara unik dan kreatif dalam merayakan HUK Kemerdekaan RI ke-74 kali ini. Salah satunya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Bogor. Tiap 17 Agustusan menggelar “LOMBA SERBA BUKU dan PESTA JAJANAN KAMPUNG GRATIS” sebagai wujud syukur dan membangun nasionalisme anak-anak dan warga di sekitarnya.

 

Lomba Serba Buku, artinya hampir semua mata lomba dari 20 lomba yang digelar “harus sambil memegang buku” yang ada di taman bacaan Lentera Pustaka. Mulai dari 1) senam literasi, 2) parade literasi, 3) membaca bersuara, 4) makan kerupuk sambil pegang buku, 5) joget balon pakai buku, 6) jalan sehat, 7) balap karung, 8) tangkap bebek, dan sebagainya. Intinya, lomba apa saja sambil membawa buku.

Uniknya lagi, selama lomba berlangsung pun akan disediakan "jajanan kampung gratis" dari para pedagang yang biasa keliling kampung, seperti cilok, bakso, cincau  untuk 100-an anak-anak dan warga sebagai realisasi praktik “budaya antre” dengan menggunakan kupon yang disediakan oleh TBM Lentera Pustaka. 

“Lomba Serba Buku adalah tradisi di Taman Bacaan Lentera Pustaka. Sebagai momentum mempersatukan anak-anak dan warga, di samping berbagi keceriaan bersama sambil merayakan kemerdekaan RI. Ada 20-an mata lomba dan semua hadiah adalah donasi dari rekan atau korporasi yang peduli” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka.

Kapan? Rencananya Lomba Serba Buku ala TBM Lentera Pustaka yang bertajuk “Langkah Kecil tuk Indonesia Besar” akan digelar pada Minggu, 18 Agustus 2019 mulai pukul 06.00 s.d. 18.00 WIB di area TBM Lentera Pustaka Kaki Gn. Salak Bogor. Tidak kurang 200-an orang ikut serta sambil menggelar upacara bendera peringatan 74 Tahun Kemerdekaan RI.


Kenapa Lomba Serba Buku?
Lomba Serba Buku adalah ciri taman bacaan. Karena lomba ini diselenggarakan oleh Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Maka buku menjadi identitas lomba sebagai bagian untuk meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak di Desa Sukaluyu. Hal ini sekaligus menjadi kampanye “AYO BACA” yang dilakukan TBM Lentera Pustaka untuk mengajak anak-anak usia sekolah yang “belum mau” ke taman bacaan untuk bergabung membaca tiap seminggu 3 kali. Lomba serba buku adalah simbol taman bacaan masyarakat dalam membangun budaya literasi anak dan masyarakat.

"Saya berharap, melalui lomba serba buku 17Agustusan ini, anak-anak makin cinta membaca buku. Di samping menjadi edukasi agar anak-anak terbiasa berkompetisi dengan cara-cara yang sehat. Karena zaman now, makin banyak orang yang egois; sulit untuk bersikap realistis. Mungkin kurang membaca buku" tambah Syarifudin Yunus yang berprofesi sebagai Dosen Unindra dan tengah studi S3 di Manajemen Pendidikan Unpak Bogor.

Lomba Serba Buku 17Agustusan ini pun menjadi momentum sederhana terciptanya kolaborasi dan kepedulian beberapa korporasi, khususnya dalam CSR program untuk menyediakan hadiah-hadiah untuk para juara lomba. Seperti Chubb Life, AJ Tugu Mandiri, Asosiasi DPLK, Generali Indonesia, Allianz Life, dsb. Korporasi yang “bersatu padu” mendukung tradisi baca dan budaya literasi anak-anak Indonesia.

Patut diketahui, saat ini TBM Lentera Pustaka memiliki lebih dari 3.200 koleksi buku bacaan dengan melayani lebih dari 62 anak pembaca aktif usia sekolah. Melalui jam baca 3 kali seminggu, setiap anak rata-rata berhasil membaca 5-10 buku per minggu dengan bimbingan 2 orang petugas baca. Setiap bulan, TBM Lentera Pustaka selalu menghadirkan "tamu dari luar" untuk berbagi kisah motivasi dalam event bulanan, termasuk anugerah pembaca terbaik. Tiap hari Minggu selalu digelar "Laboratorium Baca" yang dipimpin langsung Syarifudin Yunus selaku Kepala Program TBM Lentera Pustaka, di samping ada GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) sebagai gerakan pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak yang belum bisa baca dan tulis. TBM Lentera Pustaka pun menjadi taman bacaan swadaya masyarakat satu-satunya yang resmi di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor. Tiap kali jam baca, anak-anak taman bacaan selalu menerapkan senam literasi, salam literasi, dan doa literasi yang menjadi ciri penting dari konsep “TBM Edutainment” sebagai model pembelajaran yang diterapkan di TBM Lentera Pustaka.


Intinya, melalui Lomba Serba Buku dan Jajanan Kampung Gratis, TBM Lentera Pustaka hanya ingin mengajak anak-anak "hidup dan berada" di dunia yang seharusnya; dunia membaca dunia belajar. Anak-anak yang mau memulai membaca dan menyelesaikan bacaannya. Karena bila tidak, maka mereka akan terlindas di tengah gempuran era digital.

Semua dilakukan, demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Karena tanpa bacaan dan pengetahuan, dipastikan anak-anak akan terlindas zaman dan menjadi "penonton" pada setiap kompetisi kehidupan… Salam Literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi #LombaSerbaBuku



Minggu, 21 Juli 2019

TBM Lentera Pustaka Gelar Kampanye "Ayo Baca"

Kampanye “Ayo Baca” TBM Lentera Pustaka, Ajak Anak Tradisikan Membaca

Dalam rangka menyambut tahun ajarab baru 2019/2020, Taman Bacaan Manasyarakat (TBM) Lentera Pustaka menggelar Kampanye “Ayo Baca” dengan mengelilingi dua kampung (Tamansari & Sukaluyu) pada Minggu, 21 Juli 2019. Tujuannya, untuk mengajak anak-anak yang baru masuk SD (Sekolah Dasar) dan anak-anak lainnya untuk bergabung ke taman bacaan. Sebagai upaya mentradisikan kebiasaan membaca dan budaya literasi di kalangan anak-anak usia sekolah.

Tidak kurang dari 60 anak pembaca aktif, yang selama ini 3 kali seminggu membaca di taman bacaan membawa poster berupa ajakan untuk membaca. Kampanye “Ayo Baca” dilakukan dengan berjalan kaki keliling kampung, sambil aksi diam (tidak bersuara) namun membaca poster dan buku bacaan.

Kampanye “Ayo Baca” TBM Lentera Pustaka ini dipandu oleh petugas baca, karang taruan, dan warga ibu-ibu yang ikut berjalan sejauh 2 km mengelilingi kampung, ke pemukiman warga. Diharapkan nantinya, makin banyak anak-anak usia sekolah yang mau ikut membaca di taman bacaan.

“Kampanye Ayo Baca ini diselenggarakan pas momen tahun ajaran baru sekolah. Agar anak-anak yang baru masuk SD dan anak lainnya mau bergabung ke taman bacaan. Karena di era begini, kita harus perkuat karakter anak melalu buku bacaan. Jangan habiskan waktu untuk main atau handphone. Tapi perbanyak membaca”” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor.


Kampanye Ayo Baca diharapkan bisa mengajak anak-anak dekat dengan buku bacaan, di samping menjadi taman bacaan sebagai tempat bergaul dan berkreasi sesama anak-anak usia sekolah. TBM Lentera Pustaka sebagai satu-satunya taman bacaan resmi di Kec. Tamansari Kab. Bogor bertekad menjadikan taman bacaan sebagai tempat rekreasi dan arena bermain anak-anak usia sekolah. Karena itu, TBM Lentera Pustaka selalu menggelar event bulanan dengan mendatangkan “tamu dari luar” setiap bulan, ada jajanan kampung gratis, laboratorium baca di alam terbuka, edukasi literasi keuangan, hingga senam literasi saat memulai membaca.

Di tengah gempuran era digital, TBM Lentera Pustaka bertekad untuk terus membangun tradisi baca di kalangan anak-anak. Maka ke depan, akan diwujudkan pula “taman baca” di area TBM Lentera Pustaka, di samping kawasan zona baca hijau. Saat ini, TBM Lentera Pustaka dikenal sebagai taman bacaan yang unik dan kreatif, dengan berbagai aktivitas menyenangkan. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi.

“TBM Lentera Pustaka juga menjadi salah satu taman bacaan yang mengajak korporasi untuk terlibat dalam gerakan budaya literasi. Sepert tahun 2019 ini, TBM Lentera Pustaka disponsori oleh korporasi seperti Chubb Life, AJ Tugu Mandiri, dan Asosiasi DPLK. Karena membangun tradisi baca dan budaya literasi tidak bisa dilakukan sendiri. Harus melibatkan korporasi dan masyarakat yang peduli” tambah Syarifudin Yunus yang kini tengan menumpuh S3 Manajemen Pendidikan Unpak.


Patut diketahui, saat ini, TBM Lentera Pustaka memiliki 60 anak pembaca aktif yang sudah terbiasa membaca 5-10 buku per minggu, dengan koleksi yang tersedia 3.000 buku bacaan. 
Di TBM Lentera Pustaka selalu ada senam literasi, salam literasi, doa literasi, dan kegiatan membaca bersuara. Agar anak-anak selalu bersemangat dalam membaca.

Kampanye “Ayo Baca”, tentu untuk mengingatkan. Bahwa membaca adalah jendela pengetahuan bagi anak-anak. Karena tanpa baca, masa depan anak-anak merana. Bahkan dengan membaca, kita tahu bahwa kita tidak sendirian… #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi #BacaBukanMaen #NgabuburitBaca


Selasa, 16 Juli 2019

Anak Gemar Membaca, Tanggung Jawab Siapa?

Membangun tradisi baca di kalangan anak-anak zama now, sungguh tidak mudah.
Apalagi di era digital seperti sekarang. Pemandangan anak-anak sedang membaca semakin jarang terlihat. Di jalan, di angkutan umum, bahkan di perpustakaan nyari tidak ada lagi anak-anak yang membaca. Adalah fakta, tradisi baca di kalangan anak-anak kian langka, bila tak mau dibilang punah.

Anehnya lagi, semangat orang tua untuk membacakan buku anak-anaknya pun nyaris tidak ada lagi. Membaca bukan lagi prioritas bagi anak-anak. Sehingga menonton TV, bermain HP atau laptop telah menjadi budaya baru anak-anak. Dan bisa jadi, semua itu dimulai dari rumah mereka. Maka wajar, bila kebiasaan membaca anak-anak Indonesia tergolong sangat rendah.

Seiring digaungkannya budaya literasi, kini momentum pas untuk semua pihak menyuarakan kembali pentingnya kegiatan membaca di kalangan anak-anak. Membiasakan anak untuk membaca, akrab dengan buku. Tradisi baca harus dihadirkan kembali dalam keseharian aktivitas anak-anak kita.

Memang, menumbuhkan kegemaran membaca pada anak tidaklah mudah. Apalagi saat ini, membaca dianggap kegiatan yang membosankan dan monoton. Sementara bermain HP dan menonton TV jauh lebih menarik. Oleh karena itu, harus ada cara khusus dalam membangkitkan kebiasaan membaca anak. Membaca seharusnya dibuat menjadi menyenangkan. Maka, ada 7 (tujuh) tips yang bisa dilakukan agar anak gemar membaca, antara lain:
1.    Jadikan anak dekat dan suka pada buku. Minat baca anak sulit dibangun bila anak-anak tidak dekat pada buku. Maka letakkan buku di kamar, di dinding, di meja tamu dan tempat-tempat yang mudah dijangkau anak.
2.   Biasakan memberi hadiah buku pada anak. Saat ulang tahun mulailah untuk menghadiahi buku daripada mainan atau boneka. Sambil menyampaikan pesan bahwa buku penting untuk menambah pengetahuan.
3.    Bacalah buku di depan anak. Orang tua atau orang dewasa harus mampu memnjadi contoh bagi anak dalam membaca. Karena itu, biasakan membaca buku di hadapan anak-anak agar bisa ditiru.
4.   Ajarkan anak untuk membaca bersuara. Selain melatih suara, membaca bersuara juga dapat menjadi permainan anak agar lebih dekat dengan buku.
5.   Buatlah rak buku kecil di kamar anak.  Lalu pajanglah buku-buku yang meraik dan disukai anak di rak tersebut, seperi dongeng, komik atau ensiklopedia. Agar lama-kelamaan, anak akan mengambilnya saat bosan bermain.
6.    Ajak anak ke toko buku secara rutin. Agar anak terbiasa dengan pemandangan buku dan rak buku. Biarkan anak melakukan apa saja di toko buku, selagi menyenangkan.
7.   Tanamkan manfaat dan pentingnya membaca untuk masa depan anak. Orang tua harus mau dan berani menyampaikan pesan pentingnya membaca buku. Di samping menambah pengetahuan, buku pun dapat menggali minat dan bakat serta potensi yang dimiliki anak.
Apabila tips di atas sudah dilakukan, maka langkah terakhir yang bisa dilakukan adalah membiasakan atau rutinitas membaca bersama anak. Paling tidak, sehari sekali di rumah, orang tua harus tanyakan dan ajak anak membaca. Seperti pepatah “ala bisa karena biasa”, maka begitu pula kegiatan membaca. Semakin dibiasakan maka semakin anak suka. Agar anak gemar membaca.


Menjadikan anak gemar membaca, memang tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses, butuh motivasi, dan butuh perilaku nyata agar anak mau membaca. Namun harus dipahami, menanamkan kebiasaan membaca pada anak harus dilakukan sejak dini. Sejak usia balita atau SD, anak harus didekatkan dengan buku bacaan. Agar terbentuk tradisi baca dan budaya literasi yang memadai.

Berangkat dari realitas itu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka, yang terletak di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor di Kaki Gunung Salak berkomitmen untuk memberikan akses dan kemudahan anak untuk membaca. Setiap Rabu-Jumat-Minggu, sekitar 62 anak usia sekolah selalu membaca secara rutin. Alhasil, saat ini rata-rata per anak mampu membaca 5-10 buku per minggu. Padahal sebelum ada taman bacaan, anak-anak tersebut tidak pernah membaca.  Bahkan dengan konsep “TBM Edutainment”, taman bacaan yang memedukan edukasi dan entertainment, TBM Lentera Pustaka kini mengembangkan tradisi baca yang kreatif dan menyenangkan. Misalnya; ada senam literasi, salam literasi, menonton youtube membaca, membaca bersuara, lab baca di alam terbuka, hingga jajajan kampung gratis bagi anak yang rajin membaca. Bahkan kini, TBM Lentera Pustaka telah menjadi "tempat nongkrong" anak-anak karena setiap Sabtu dan Minggu tersedia wifi gratis.

Membuat anak gemar membaca, tanggung jawab siapa?
Tentu menjadi tanggung jawab orang tua, orang dewasa. Tentu dengan proses dan cara yang pas. Agar anak-anak mampu mengubah pandangan. Bahwa membaca bukanlah kegiatan serius lagi membosankan. Tapi membaca harus jadi kegiatan yang bergairah dan menyenangkan. Bila itu terjadi, maka tradisi baca dan budaya literasi anak pasti terbentuk … Salam Literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi
(OPINI by Syarifudin Yunus – Pendiri TBM Lentera Pustaka dan Pegiat Literasi)

Minggu, 14 Juli 2019

Survei TBM Lentera Pustaka; 64% Taman Bacaan di Indoensia Dikunjungi Tidak Lebih 30 Anak


64% Taman Bacaan di Indonesia Dikunjungi Tidak Lebih dari 30 Anak

Taman Bacaan di Indonesia dihadapkan tantangan yang besar.
Karena ternyata 64% taman bacaan di Indonesia hanya dikunjungi tidak lebih dari 30 anak pembaca pada setiap jam baca. Itulah simpulan Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan TBM Lentera Pustaka (30 Juni 2019). Bila dirinci, ada 7% taman bacaan dengan 1-5 anak; 15% dengan 6-10 anak, dan 42% dengan 11-30 anak. Sementara taman bacaan dengan 31-50 anak 18% dan taman bacaan dengan lebih dari 50 anak 18%. Survei ini menjadi sinyal kuat bahwa tradisi baca dan budaya literasi di masyarakat Indonesia tergolong rendah. Kondisi ini pun menegaskan kian kuatnya pengaruh main, gawai, dan tontonan televisi di kalangan anak-anak Indonesia. Akankah ke depan, taman bacaan kian sepi?

Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia ini cerminan pegiat literasi yang ada di 33 lokasi di Indonesia, seperti dari Bogor -- Sukoharjo- Banyuwangi- Sumba Tengah -- Jambi -- Purwokerto - Nias Selatan - Buru Selatan - Sorong Selatan - Kab. Gowa -- Asahan - Padang Panjang -- Rappang -- Cirebon - Seram - Mamuju Tengah - Tapanuli Utara -- Matawae - Landak - Manggarai Barat -- Grobogan -- Wonogiri - Buton Tengah - Kota Baru -- Boyolali - Aceh Barat - Probolinggo -- Purworejo -- Malang - Semarang - Lampung Timur -- Tanggamus – Jeneponto – Sumba Barat.

Sepinya taman bacaan, tentu tidak boleh dibiarkan.
Pemerintah bersama-sama orang dewasa pengabdi sosial serta korporasi harus “merasa terpanggil” untuk menghidupkan semarak membaca di kampung-kampung di masyarakat. Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat pemenuhan kebutuhan informasi tapi juga membentuk karakter anak. Agar tidak tergerus oleh pengaruh buruk dari teknologi dan pergaulan.


Mengapa taman bacaan sepi?
Mungkin karena orang tua lebih suka menitipkan anaknya di mal. Atau lebih suka diam di rumah dengan berbagai fasilitas yang belum tentu baik untuk karakter dan masa depan anak. Apalagi bagi orang tua di kampung yang sibuk mencari nafkah siang-malam, seharusnya tidak sulit untuk menyuruh anaknya “nongkrong” di taman bacaan sambil membaca buku. Bila tingkat pengetahuan orang tua terbatas, seharusnya keberadaan taman bacaan adalah solusi.

Di tengah gempuran era digital dan serba instan seperti sekarang, taman bacaan seharusnya dapat dipilih anak-anak atau orang tua untuk memperkuat karakter dan mengembangkan potensi setiap anak yang tidak dilakukan di sekolah. Taman bacaan, tentu bukan hanya kegiatan membaca. Beberapa alasan kenapa anak perlu ke taman bacaan, antara lain:
1.        Dapat berinteraksi dengan teman sebaya sambil ngobrol tentang dunia mereka sendiri. Tiap anak bisa bercerita sesuai gayanya masing-masing.
2.        Setelah membaca buku, anak-anak pun dilatih untuk menulis sebagai ekspresi ide dan gagasannya sehingga terbiasa menulis daripada berbicara.
3.        Ditanamkan adab-etika dan perilaku baik pada anak-anak melalui salam, doa, antre, bahkan sopan-santun selama berada di taman bacaan.
4.        Bisa menonton youtube bersama, sambil belajar internet yang sehat di taman bacaan dengan bimbingan pengelola taman bacaan.
5.        Diajarkan keterampilan, lomba, dan kegiatan positif yang disenangi anak-anak; seperti senam literasi, parade baca buku hingga membaca di alam terbuka.
6.        Disadarkan akan pentingnya sekolah hingga tuntas; agar tidak ada anak yang putus sekolah.

Maka seharusnya, taman bacaan tidak boleh sepi.  
Karena taman bacaan di manapun, adalah ruang publik untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi bagi masyarakat setempat. Sehingga mampu menjadi pusat belajar informasi dan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Ada yang salah bila taman bacaan sepi. Karena taman bacaan adalah pusat kegiatan anak yang positif, sekaligus tempat membentuk tradisi baca. Maka saya mengimbau, semua pihak baik pemerintah, korporasi maupun individu untuk lebh peduli terhadap taman bacaan di manapun. Zaman boleh maju. Tapi membaca jangan ditinggalkan. Mau jadi apa anak-anak, bila tidak baca?” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka dan pegiat literasi.


Harus diakui, saat ini menjadikan anak-anak “dekat” dengan budaya membaca memang tidaklah mudah. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan aksi nyata dalam mengajak anak-anak untuk mau bergelut dengan buku bacaan. Karena itu, pengelola taman bacaan pun harus kreatif dan mampu membuat program taman bacaan yang menarik anak-anak. Karena jika tidak, taman bacaan kian “ditinggalkan” anak-anak.

“Membaca itu kegiatan yang serius dan monoton. Maka membaca di taman bacaan harus dibikin asyik dan menyenangkan anak-anak. Harus puny acara kreatif dalam mengelola taman bacaan” tambah Syarifudin Yunus.

Berangkat dari realitas itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gunung Salak Bogor tengah mengembangkan konsep “TBM-Edutainment”. Sebuah konsep tata kelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment. Taman bacaan yang dikemas dengan muatan edukatif dan hiburan; seperti: membaca bersuara, nonton youtube, lab baca di alam terbuka, mendatangkan “tamu dari luar”, pesta jajanan kampung gratis, free wifi tiap sabtu-minggu, bahkan edukasi literasi keuangan.

Alhasil, TBM Lentera Pustaka saat ini memiliki 62 anak pembaca aktif, yang membaca 3 kali seminggu dan rata-rata setiap anak mampu membaca 5-10 buku per minggu. TBM Lentera Pustaka pun mengembangkan taman bacaan dengan melibatkan relawan, korporasi, dan individu yang peduli terhadap tradisi baca dan budaya literasi anak-anak.

“Sebagai pegiat literasi, saya kelola TBM Lentera Pustaka dengan cara kreatif dan menyenangkan. Agar anak-anak senang berada di taman bacaan. Bahkan di bulan Agustus nanti, kami menggelar Lomba Serba Buku. Lomba apapun sambil memegang buku bacaan. Bukan hanya buat anak-anak taman bacaan tapi juga masyarakat”” kata Syarifudin Yunus, yang berprofesi sebagai Dosen Unindra dan tengah menempuh S3 Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan.

Maka ke depan, taman bacaan di manapun tidak boleh sepi. Harus ada kepedulian dan keberpihakan terhadap tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Salam Literasi ! #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi