Sabtu, 24 Agustus 2019

Benang Merah Berantas Buta Aksara dan Putus Sekolah di Daerah yang Tidak Terjangkau

Entah sampai kapan buta aksara masih menyelimuti masyarakat kita?
Sementara di luar sana, jutaan orang berebut untuk mendapat “bangku”di perguruan tinggi. Untuk mengejar cita-cita setinggi mungkin. Agar mampu bersaing dan tidak terlindas laju peradaban zaman yang disesaki teknologi canggih. Tapi kaum buta huruf, tetap menjadi warga yang tidak terperhatikan. Warga yang tersisih dan kian terpinggirkan tanpa ada yang peduli.

Memang saat ini, tren angka buta huruf di Indonesia terus menurun. Tinggal 3,4 juta warga lagi atau sekitar 2,7% dari jumlah penduduk. Namun bila masih ada warga yang buta huruf. Itu beraryi, pendidikan tidak sepenuhnya berhasil. Bahkan program wajib belajar yang digaungkan puluhan tahun pun belum tuntas, belum menyentuh semua warga apalagi di kampung-kampung yang tidak terjangkau.

Persoalan buta huruf, tentu bukan soal sepele. Mari kita tarik benang merahnya.
Orang tua atau masyarakat yang buta aksara, akibat tidak bisa baca tulis atau tidak berpendidikan, sangat cenderung tidak menyekolahkan anak-anaknya. Itu pertanda ada potensi putus sekolah di anak-anak mereka. Sehingga menciptakan generasi buta aksara baru. Apalagi bagi orang tua yang miskin atau kesulitan ekonomi sementara sekolah di negeri ini belum semuanya gratis. Maka, anak-anak itu bakal tidak mendapat layanan pendidikan yang layak.

Sebut saja contohnya di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari kab Bogor, sebuah kampung di Kaki Gunung Salak Bogor. Dengan tingkat mata pencaharian 71% tidak bekerja atau tidak memiliki –penghasilan tetap maka muncullah 81% warganya hanya berpendidikan SD dan 9% SMP. Maka dapat disinyalir bahwa di lokasi ini terdapat kaum buta aksara. Di sinilah saya berkiprah untuk memberantas buta aksara melalui GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura) dan memberi akses bacaan anak-anak melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka.

Orang-orang pintar pasti tahu. Masih adanya warga buta aksara dan anak yang putus sekolah pasti memberi kontribusi terhadap rendahnya HDI (human development index, indeks pembangunan manusia) Indonesia. Bila buta aksara ada, maka HDI masih rendah. Bila angka putus sekolah masih tinggi, maka HDI pun hanya mimpi. Jangankan diajak membangun negeri atau mengambil keputusan, masyarakat yang buta aksara dan putus sekolah pun terus bergelut dengan kemisikinan dan kebodohan.

Maka untuk memberantas buta aksara atau putus sekolah, sungguh bukan hanya butuh terobosan baru. Tapi justru dibutuhkan intensifikasi dalam bentuk program yang berkelanjutan. Bukan sekedara proyek atau program sesaat yang direncanakan para perencana pemerintahan. Karena itu, duduk dan dengarkan masyarakat. Agar masalah itu datang dari masyarakat bukan dari para perencana atau pembuat proposal agar dianggap “punya program” pemberdayaan masyarakat di wilayahnya.


Sudah pasti semua setuju. Buta aksara harus diberantas dan putus sekolah harus ditekan. Kalimat dan tekad itu sudah sering kita dengan di seminar dan di diskusi ilmiah. Tapi bila masih ada warga yang buta aksara dan masih ada anak yang putus sekolah, berarti semua tekad itu gagal dan hanya mimpi. Lalu di mana letak masalahnya?

Masalahnya, program berantas buta aksara dan putus sekolah yang ada “belum menjangkau daerah yang tidak dapat dijangkau”. Artinya, harus ada kesadaran untuk melihat keadaan masyarakat secara objektif. Belaum dapat dijangkau bukan berarti lokasinya jauh atau di pedalaman. Tapi mereka adalah masyarakat yang tidak terperhatikan. Saya menyebutnya kaum buta aksara dan anak putus sekolah “spasial”; ada di dekat kita tapi tidak terdata buta aksara atau putus sekolah akibat ketidak-pedulian kita sendiri. Boleh jadi, kita selama ini punya tekad dan inisiatif keren di atas kertas di otak. Tapi tidak terjun ke lapangan untuk menemukan realitas yang ada di masyarakat.

Berantas buta aksara, menekan angka putus sekolah, sungguh hanya terjadi bila mampu menjangkau daerah yang tak terjangkau bukan secara geografi tapi secara mind set di kepala. Maka di situ, sangat dibutuhkan kepedulian dan penglihatan secara objektif. Tentang masyarakat yang buta aksara dan putus sekolah yang ada di dekat kita tapi tidak terdeteksi secara data pemerintahan.

Berangkat dari realitas itulah, TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor memberanikan diri untuk menjalankan GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) sebagai bukti kepedulian untuk memberantas masyarakat yang buta aksara. Memang tidak mudah namun butuh kepedulian dan keberlanjutan. Sekalipun awalnya diikuti 4 ibu-ibu buta aksara dan kini tetap berjalan dengan 8 ibu-ibu yang tiap minggu belajara buta aksara. Setelah berhasil menjalankan program taman bacaan masyarakat dengan 60-an anak pembaca akatif dengan kegiatan membaca seminggu tiga kali dan rata-rata tiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, kini TBM Lentera Pustaka bertekad “perang total” untuk memberantas buta huruf.

“Aktivitas membaca anak-anak di taman bacaan Lentera Pustaka sudah berjalan dengan 60-an anak pembaca aktif. Kini saya menjalankan program GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura) untuk memberantas kaum buta aksara. Inilah yang saya sebut “menjangkan daerah yang tidak terjangkau”, daerah yang terperhatikan akan masih adanya buta aksara dan putus sekolah. Insya Allah, saya jalankan dengan berkelanjutan” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka, seorang pegiat literasi yang menggagas Geber Bura di Kaki Gunung Sala Bogor.

Maka, urusan buta aksara dan putus sekolah. Hakikatnya harus dimulai dari kepedulian dan dilakukan secara berkelanjutan. Apapun tantangan yang dihadapi, ikhtiar untuk membantu kaum ang tersisih hars tetap tegak di otak kepala kita. Karena tiak akan mungkin buta aksara atau putus sekolah menjadi 0% bila kita tidak peduli dan tidak mau terjun ke lapangan. Lebih baik berbuat daripada berdiam diri. 

Karena urusan buta aksara atau putus sekolah bukan “gimana nanti” tapi “nanti gimana”. Spirit kepedulian harus berpihak kepada mereka …. #GeberBura #TBMLenteraPustaka

Jumat, 23 Agustus 2019

TBM Lentera Pustaka Giatkan Berantas Buta Aksara via GEBER BURA


Tanggal 8 September telah ditetapkan sebagai Hari Aksara Internasional atau Literacy Day. Poin pentingnya, jadikan Hari Aksara sebagai momentum untuk memberantas buta aksara yang tersisa. Ajak masyarakat untuk lebih gemar membaca dan menulis sebagai bagian dari upaya pencerdasan diri.  Agar terwujud masyarakat yang literat, masyarakat yang sadar ilmu dan sadar informasi. Karena masyarakat literat pula yang mampu membendung hoaks, mwnjauh dari fitnah bahkan mampu menyeleksi setiap berita. 


Karena saat ini, masih ada sekitar 3,4 juta orang Indonesia yang masih dalam keadaan bita huruf. Maka di momentum Hari Aksara Internasional, sangat penting melakukan aksi nyata pemberantasan buta huruf di sekitar kita. Maka Hari Aksara Internasional, jangan lagi diperingati secara seremonial. Tapi lakukan gerakan untuk mendeteksi orang-orang di lingkungan kita, di dekat kita yang masih buta huruf untuk segera dibantu belajar baca dan tulis. Agar lebih berdaya dan memiliki martabat setara dengan yang lainnya. Jangan biarkan kaum buta huruf makin terpinggirkan di era serba teknologi kini.

Memang tidak mudah membangun masyarakat yang literat. Tapi harus ada komitmen untuk memacu gerakan memberantas buta huruf. Untuk mewujudkan masyarakat yang melek huruf secara paripurna. Karena faktanya, hari ini masih ada ibu-ibu atau bapak-bapak yang tidak bisa baca dan tidak tulis. Seperti yang terjadi di Kaki Gunung Salak Bogor. Jangankan baca dan tulis, mengingat tanggal kelahiran dan umur berapa sekarang pun dia tidak tahu?

Berangkat dari itulah didirikan GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) Lentera Pustaka; sebuah gerakan sosial untuk memberantas buta huruf yang dipelopori oleh Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI Jakarta yang setiap hari Minggu siang mendedikasikan waktunya untuk mengajar kaum buta huruf di GEBER BURA.
Dengan anggota 6 orang, GEBER BURA saat ini mengajarkan baca dan tulis para ibu-ibu. Tentu, upaya pemberantasan buta huruf ini pun diharapkan dapat diikuti oleh ibu-ibu lainnya. Tanpa rasa gengsi ataupun malu demi terbebas dari belenggu belum melek aksara.

"GEBER BURA ini hadir atas kepedulian. Agar jangan ada lagi kaum buta huruf di dekat kita. Memang butuh trik dan cara yang pas untuk mengajar baca dan tulis pada kaum buta huruf. Harus sabar dan oenuh komitmen.  Karena bila tidak pas, terlalu mudah bagi kaum buta huruf untuk "tidak datang lagi" dan berhenti belajar baca dan tulis" ujar Syarifudin Yunus yang saat ini tengah menempuh studi S3 Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak Bogor.


Melalui metode "be-nang" alias belajar dengan senang, GEBER BURA selalu memberikan tugas PR untuk melatih baca dan tulis, mengeja kata, hingga maju ke depan untuk membaca dan menulis. Dan sejak 8 bulan ini, hampir semua peserta GEBER BURA sudah mampu mengenal huruf, mengeja hingga menulis kata yang sederhana.

Menariknya, belajar baca dan tulis di GEBER BURA pun setiap peserta memperoleh "oleh-oleh" tiap kali datang belajar, seperti mendapat seliter beras atau jajan bakso dan sebagainua sebagai pemancing lain agar ibu-ibu semangat dan mau datang setiap pertemuan baca tulis. Sebutlah, iming-iming agar semangat baca dan tulis.

"Saya berusaha bikin belajar senang bagi kaum buta huruf. Maklum karena ibu-ibu dan relatif usia di atas 40 tahun, jadi kalau mereka datang di hari Minggu setelah selesai mengajar, saya berikan satu liter beras untuk dibawa pulang.  Terus siapa yang duluan selesai satu lembar menulis, nanti dibelikan bakso bareng-bareng atau es cincau," tambah Syarifudin Yunus yang alumni UNJ.

Maka di momentum Hari Aksara, GEBER BURA Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak mengajak masyarakat saling bahu-membahu untuk memantapkan program pemberantasan buta huruf. Karena tidak perlu alasan untuk peduli berantas buta huruf. Karena di zaman yang serba modern dan serba digital seperti sekarang, jangan ada orang-oramg yang tersisih akibat tidak bisa baca dan tulis.

Sungguh, pemberantasan buta huruf sekecil apapun hanya butuh kepedulian dari pihak-pihak yang mampu dan bisa. Karena tanpa kepedulian, mereka tidak akan pernah terbebas dari keadaan buta huruf yang makin membuat terpinggirkam dan tidak berdaya. Kita  bukanlah atas apa yang kita banggakan, melainkan atas apa yang kita tinggalkan. "Barangsiapa yang memudahkan urusan saudaranya di bumi, maka Allah menyuruh penghuni langit untuk memudahkan urusan ia di dunia dan kelak di akhirat Allah akan memudahkan urusannya". (HR. Bukhori)

Berantas buta huruf, kalau bukan kita siapa lagi? #GeberBura #LenteraPustaka

Minggu, 18 Agustus 2019

TBM Lentera Pustaka Gelar "Lomba Serba Buku" Rayakan HUT Kemerdekaan RI


Ada banyak cara merayakan kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. Salah satunya, Lomba Serba Buku yang digelar Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor pada Minggu, 18 Agustus 2019.

Sebagai bagian untuk mengkampanyekan pentingnya tradisi baca dan budaya literasi, TBM Lentera Pustaka punya cara khas dengan menyajikan lomba-lomba sambil membawa buku. Mulai dari makan kerpuk sambil pegang buku, membawa kelereng dengan buku, senam literasi sambil memegang buku, joget balon dengan buku, makan koin terigu sambil pegang buku, anak rias ibu, tangkap bebek, balam karung pakai helm, hingga parade baca anak serta membaca bersuara bagi ibu-ibu.

Diikuti sekitar 140 anak-anak dan warga sekitar taman bacaan, perlombaaan dibuka langsung oleh Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka. Acara yang berlangsung sangat meriah dari pukul 06.00-17.00 WIB ini menjadi hiburan warga dan anak-anak setahun sekali. Sekaligus bergembira ria sambil merayakan HUT Kemerdekaan ke-74 RI, sebagai tumpah darah bangsa.

Sebagai cerminan sikap cinta tanah air, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun menampilkan tarian jaipongan sebagai bagian pelestarian budaya Sunda dan upacara bendera ala taman bacaan. Berbagai hadiah tersedia dalam acara Lomba Serba Buku TBM Lentera Pustaka; mulai dari uang tunai, hadiah souvenir korporasi dari Alllianz Indonesia, AJ Generali Indonesia, WanaArtha Life, DPLK Bank Mandiri, AJ Tugu Mandiri, Asosiasi DPLK, dan sepatu, kaos, jam tangan. Tersedia pula “pesta jajanan kampung” gratis untuk anak-anak dan warga di acara TBM Lentera Pustaka ini.

“Lomba Serba Buku kami gelar setiap tahun dalam merayakan HUT Kemerdekaan RI. Inilah cara khas taman bacaan mensyukuri kemerdekaan. Antusiasme anak-anak dan warga sangat besar. Di samping dukungan dari korporasi pun banyak. Saya bangga dan semoga tradisi baca serta budaya literasi terus tumbuh di Desa Sukaluyu ini” ujar Syarifudin Yunus di sela acara.


Selalu ada cara unik dan kreatif dalam merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-74 kali ini. Salah satunya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Bogor, semua lomba bernuansa “membaca buku” sebagai ciri taman bacaan.

Kenapa Lomba Serba Buku?
Lomba Serba Buku adalah ciri taman bacaan. Karena lomba ini diselenggarakan oleh Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Maka buku menjadi identitas lomba sebagai bagian untuk meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak di Desa Sukaluyu. 
Hal ini sekaligus menjadi kampanye "AYO BACA" yang dilakukan TBM Lentera Pustaka untuk mengajak anak-anak usia sekolah yang "belum mau" ke taman bacaan untuk bergabung membaca tiap seminggu 3 kali. Lomba serba buku adalah simbol taman bacaan masyarakat dalam membangun budaya literasi anak dan masyarakat.
"Saya berharap, melalui lomba serba buku 17Agustusan ini, anak-anak makin cinta membaca buku. Di samping menjadi edukasi agar anak-anak terbiasa berkompetisi dengan cara-cara yang sehat. Karena zaman now, makin banyak orang yang egois; sulit untuk bersikap realistis.  Mungkin kurang membaca buku" tambah Syarifudin Yunus yang berprofesi sebagai Dosen Unindra dan tengah studi S3 di Manajemen Pendidikan Unpak Bogor.

Uniknya lagi, selama lomba berlangsung pun akan disediakan "jajanan kampung gratis" dari para pedagang yang biasa keliling kampung, seperti cilok, bakso, cincau  untuk 100-an anak-anak dan warga sebagai realisasi praktik "budaya antre" dengan menggunakan kupon yang disediakan oleh TBM Lentera Pustaka. Lomba Serba Buku adalah tradisi di Taman Bacaan Lentera Pustaka. Sebagai momentum mempersatukan anak-anak dan warga, di samping berbagi keceriaan bersama sambil merayakan kemerdekaan RI.  Lomba Serba Buku 17Agustusan ini pun menjadi momentum sederhana terciptanya kolaborasi dan kepedulian beberapa korporasi, khususnya dalam CSR program untuk menyediakan hadiah-hadiah untuk para juara lomba. 


Patut diketahui, saat ini TBM Lentera Pustaka memiliki lebih dari 3.200 koleksi buku bacaan dengan melayani lebih dari 62 anak pembaca aktif usia sekolah. Melalui jam baca 3 kali seminggu, setiap anak rata-rata berhasil membaca 5-10 buku per minggu dengan bimbingan 2 orang petugas baca.  Setiap bulan, TBM Lentera Pustaka selalu menghadirkan "tamu dari luar" untuk berbagi kisah motivasi dalam event bulanan, termasuk anugerah pembaca terbaik.  Tiap hari Minggu selalu digelar "Laboratorium Baca" yang dipimpin langsung Syarifudin Yunus selaku Kepala Program TBM Lentera Pustaka, di samping ada GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) sebagai gerakan pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak yang belum bisa baca dan tulis. 

TBM Lentera Pustaka pun menjadi taman bacaan swadaya masyarakat satu-satunya yang resmi di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor. Tiap kali jam baca, anak-anak taman bacaan selalu menerapkan senam literasi, salam literasi, dan doa literasi yang menjadi ciri penting dari konsep "TBM Edutainment" sebagai model pembelajaran yang diterapkan di TBM Lentera Pustaka.

Intinya, melalui Lomba Serba Buku dan Jajanan Kampung Gratis, TBM Lentera Pustaka hanya ingin mengajak anak-anak "hidup dan berada" di dunia yang seharusnya; dunia membaca dunia belajar sambil bermain. Membaca buku dengan cara menyenangkan.

Di tengah gempuran era digital seperti sekarang, maka anak-anak berpotensi menjauh dari buku bacaan. Tanpa baca, maka anak-anak akan terlindas zaman. Salam Literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi #LombaSerbaBuku #HUTRI


Rabu, 07 Agustus 2019

Profil TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak; Literasi yang Menyenangkan


Ada fakta di dekat Jakarta, anak-anak yang terancam putus sekolah. Karena tingkat pendidikan masyarakat-nya 81% hanya SD dan 9% SMP. Bahkan nyata pula, masih banyak anak-anak usia sekolah yang sulit mendapatkan akses buku bacaan. Sebut aja, anak-anak yang terancam putus sekolah dan jauh dari akses buku bacaan itulah yang terjadi.

Berangkat dari realitas itulah, pada 5 November 2017 didirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gunung Salak Bogor. Untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi di kalangan anak-anak usia sekolah, dari SD-SMP-SMA. 

Dan setelah hampir 2 tahun berjalan, saat ini ada 60-an anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka yang "bergelut" dengan buku di luar jam sekolah. Seminggu 3 kali, pada Rabu sore, Jumat sore dan Minggu pagi, mereka selalu berada di taman bacaan untuk membaca. Bahkan hebatnya lagi, kini jelang 2 tahun, tiap anak rata-rata mampu "menghabiskan" 5-10 buku per minggu dibaca. Dari membaca buku, diharapkan bisa jadi cara untuk mengubah mind set anak akan pentingnya sekolah. Agar jangan ada lagi anak yang putus sekolah.

Sadar akan arti pentingnya tradisi baca dan budaya literasi di kalangan anak-anak udia sekolah, TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) LENTERA PUSTAKA hadir dengan tujuan anak-anak usia sekolah di kampung-kampung yang tergolong prasejahtera bisa mendapatkan akses bacaan. Sederhana, bersama TBM Lentera Pustaka ada aksi nyata untuk "membiasakan anak-anak membaca bukan bermain, mengakrabkan anak-anak dengan buku".


Adalah Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka sekaligus pegiat literasi yang telah mengubah garasi mobil yang "disulap" menjadi rak-rak buku bacaan dan tempat membaca. TBM Lentera Pustaka yang diresmikan oleh Teddy Pembang - Camat Tamansari Kab. Bogor, Prof. Dr. Sofyan Hanif - Wakil Rektor III Universitas Negeri Jakarta, Khatibul Umam Wiranu - Anggota DPR RI Komisi IX, dan Dr. Liliana Muliastuti - Dekan FBS UNJ, awalnya hanya memiliki 18 anak pembaca.  Namun berkat penerapan "TBM Edutainment", sebuah konsep tata kelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment  kini berhasil  mencetak 60 anak pembaca aktif tiap seminggu 3 kali. Dengan koleksi lebih dari 3.000 buku, TBM Lentera Pustaka menjadi arena "literasi yang unik dan menyenangkan". 

Karena sebelum membaca selalu ada salam literasi, doa literasi, senam literasi, lab baca tiap hari minggu,  membaca bersuara sebagai ciri khas, dan selalu menggelar event bulanan dan jajanan kampung gratis untuk memotivasi anak-anak demi tegaknya tradisi baca.

"TBM Lentera Pustaka hadir bukan tanpa alasan. Dari kegelisahan sosial akan kondisi masyarakat dan tingkat partisipasi pendidikan yang "terabaikan" maka gerakan membaca buku patut dihadirkan di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor ini. Saya ingin meninggalkan legacy untuk masyarakat" ujar Syarifudin Yunus yang berprofesi sebagai Dosen Unindra dan tengah studi S3-Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak.

Kondisi demografi yang memprihatinkan dan data statistik masyarakat menjadi alasan penting hadirnya TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor ini.
1. Banyaknya anak-anak Usia Sekolah. Ada sekitar 3.035 anak-anak usia sekolah di desa ini. Mereka selama ini tidak bisa mendapatkan akses bacaan karena memang tidak tersedia tan bacaan atau buku bacaan.
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian. Sekitar 71,2% penduduknya tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap. Masyarakat yang tergolong pra sejahtera.
3. Tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya tamat SD mencapai 81,9%, taman SMP 8,9%, dan tamat SMA 8,3%.
4. Akses Perpustakaan atau Taman Bacaan yang tidak ada. Sehingga upaya membangun tradisi baca dan budaya literasi masyarakat menjadi tantangan yang tidak mudah.

TBM Lentera Pustaka berlokasi di Jl. Masjid Jami Kp. Warung Loa No. 77 RK 12 Desa Sukaluyu Taman Sari(Kaki Gunung Salak) Bogor 16610. Sekitar 70 km dari pusat kota Jakarta. Dan menjadi taman bacaan resmi satu-satunya di Kec. Tamansari Kab. Bogor. Dekat dengan kawasan wisata Gunung Salak Bogor. Gunung Salak adalah salah satu gunung berapi yang mempunyai 2 puncak, Puncak Salak I dan Salak II dengan ketinggian 2.211 m di atas permukaan laut (dpl).

Berbekal motto #BacaBukanMaen, TBM Lentera Pustaka mempekerjakan 2 petugas baca dan 2 bagian umum bertekad menjadikan Kampung Warung Loa sebagai "kampung baca" demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi yang kuat di kalangan anak-anak. 

Bahkan lebih dari itu, TBM Lentera Pustaka pun tengah melakukan studi penjajakan untuk mengembangkan "Wisata Literasi Lentera Pustaka", sebuah wisata edukasi berbasis membaca buku sambil melakukan perjalanan di sungai dan kebun yang dilengkapi spot-spot foto menarik.

"Kita tahu, peradaban zaman now telah menyingkirkan buku dari kehidupan anak-anak. Untuk itu, TBM Lentera Pustaka ingin anak-anak di sini tetap bergelut dengan buku. Demi tegaknya tradisi baca, di samping mampu melawan ganasnya era digital atau smartphone," tambah Syarifudin Yunus, ayah 3 orang anak yang tiap minggu ada di TBM Lentera Pustaka.

Kini TBM Lentera Pustaka pun telah menjadi narasumber kegiatan literasi dan tradisi baca di DAAI TV, VoI RRI, Jawa Pos, Majalah Kartini, dan media lainnya.  Bahkan beberapa mahasiswa dari Jakarta dan Bandung pun melakukan riset budaya baca di TBM Lentera Pustaka, di samping menjadi relawan atau volunteer untuk mengabdi kepada anak-anak taman bacaan.

Setiap tahun pula, TBM Lentera Pustaka selalu melibatkan korporasi sebagai sponsor CSR demi mendukung aktivitas membaca anak-anak usia sekolah. Beberapa CSR korporasi yang telah mendukung seperti: Chubb Life, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Perkumpulan DPLK, Bank CIMB Niaga Syariah Bandung, dan Ciptadana Aset Manajemen.

Karena tanpa baca, anak-anak akan merana. Tradisi baca dan budaya literasi harus menjadi gaya hidup dan perilaku keseharian anak-anak Indonesia. Sungguh, buku lama pun menjadi buku baru bagi yang belum pernah membacanya ... #TBMLentera Pustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi


Minggu, 04 Agustus 2019

Spot Membaca Berlatar Batubata di TBM Lentera Pustaka


Spot Foto Membaca Berlatar Batu Bata di TBM Lentera Pustaka

Bila ada taman bacaan yang sering disambangi pegiat literasi, bukan wisatawan itu ada di TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Apa pasalnya? Karena TBM Lentera Pustaka mengemas taman bacaan sebagai tempat asyik dan menyenangkan untuk membaca. Tapi keren juga buat foto-foto buat kaum “penggemar foto” di media sosial. Asal temanya sambil “membaca buku” sebagai simbol tegaknya tradisi baca dan budaya literasi.

Taman bacaan jadi tempat foto yang instagramable, kenapa gak?
Banyak orang sudah tahu. Bahwa taman bacaan pasti tempatnya “orang baca”. Makanya sudah pasti, banyak dihindari. Mendingan ke objek wisata alam, ke tempat kuliner atau tempat liburan yang bisa bikin hilang kepenatan atau stress. Tapi taman bacaan ini memang lain. TBM Lentera Pustaka yang terletak di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak justru “memberanikan diri” untuk menjadikan taman bacaan sebagai tempat foto-foto. Foto-foto “realistis dan nyata” bersama anak-anak kampung yang rajin membaca rutin 3 kali seminggu. Hingga mampu “melahap” 5-10 buku per minggu. Bahkan di taman bacaan ini pun, ada spot-spot foto “mati” yang berlatar mural, kata-kata nyeleneh, gunung, dan yang terbaru berlatar “batu bata” dalam ruang.

“Kegiatan membaca itu harus asyik dan menyenangkan. Maka TBM Lentera Pustaka selalu berkreasi untuk bikin suasana dan tempat baca yang enak buat anak-anak. Bahkan bisa buat spot foto bertemakan membaca buku. Intinya, biar siapapun yang ke taman bacaan makin akrab dengan buku daripada gadget. Ini pekerjaan sederhana tapi bernilai besar untuk masa depan anak-anak kita” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka.


Kenapa membaca berlatar batu bata?
Karena untuk paham makna batu bata, tentu tidak perlu menjadi tukang atau kuli bangunan. Batu bata adalah salah satu bahan bangunan popular, Untuk bikin dinding atau tembok rumah pasti butuh batu bata. Batu bata terbuat dari tanah lempung atau tanah liat yang digali, lalu dengan ditambah air dan diinjak-injak agar siap dicetak. Setelah dijemur di bawah terik matahari sampai kering, batu bata lalu di bakar dalam suhu hingga 1000 derajat hingga matang dan berubah warna menjadi merah.

Apa artinya batu bata buat anak-anak pembaca di TBM Lentera Pustaka?
Sederhana saja. Untuk menjadi orang yang berguna dan memberi manfaat bagi banyak orang pasti ada proses perjalanan yang panjang. Selalu ada rintangan dan ujian yang tidak ringan. Tapi yakinlah. Bahwa Allah SWT tidak akan pernah menguji hamba-hambanya di luar batas kemampuan. Ujian dan tantangan justru menempa manusia untuk selalu kuar dan berjuang. Maka untuk menjadi orang yang lebih bermutu, termasuk anak-anak yang membaca secara rutin di tengah gempuran era digital, pastinya ada hambatan dan tantangan.  Ibarat seperti batu bata, maka semua harus dijalani dengan penuh semangat dan perjuangan. Agar tetap kokoh dan kuat. Maka anak-anak yang membaca pun, semua proses harus dijalani. Tidak boleh berhenti dan putus di tengah jalan, itulah spirit tegaknya tradisi baca dan budaya literasi.


Maka kegiatan membaca di TBM Lentera Pustaka pun dilengkapi dengan spot foto berlatar batu baca. Sebagai cerminan semangat dan proses panjang dalam menegakkan tradisi baca dan budaya literasi di anak-anak usia sekolah di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Bogor. Karena 2 tahun lalu, mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki sama sekali akses buku bacaan. Sejak ada TBM Lentera Pustaka, mereka baru bisa membaca.

“Membaca itu perbuatan sulit buat semua orang. Apalagi anak-anak. Maka di TBM Lentera Pustaka, anak-anak dilatih rutim mebaca dengan penuh semangat. Maka kita bikin taman bacaan yang asyik dan menyenangkan. Membaca sambil foto-foto, okelah” tambah Syarifudin Yunus.

Patut diketahui, saat ini, TBM Lentera Pustaka memiliki 60 anak pembaca aktif yang sudah terbiasa membaca 5-10 buku per minggu, dengan koleksi yang tersedia 3.000 buku bacaan.
TBM Lentera Pustaka saat dikenal sebagai taman bacaan yang unik dan menyenangkan. Karena acara-cara dalam membangun tradisi baca tergolong unik, dengan adanya senam literasi, salam literasi, doa literasi, bahkan kegiatan membaca bersuara untuk melatih vocal dan konsentrasi dalam membaca. Bahkan melalui “Lab Baca”, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun diajarkan untuk memahmi bacaan melalui aktivitas di alam terbuka, seperti di sungai, di kebun atau di jalanan.

Maka kini, teruslah membaca. Karena membaca menjadi bukti bahwa kita tidak sendirian. Dan yang terpenting, temanilah anak-anak yang membaca … salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi