Sabtu, 30 September 2023

Literasi Wisuda Anak, Selalu Ada Pelajaran di Balik Perjalanan

Setelah menikmati seseruput kopi di Bandara Abdul Rachman Saleh Malang, saya dan keluarga bergegas menuju homestay dekat Kampus Universitas Brawijaya (UB). Esok Minggu (1/5/2023), anak laki keduaku, Farid Nabil Elsyarif akan diwisuda sebagai Sarjana Statistik (S.Stat) dari FMIPA UB. Setelah 4 tahun bermukim di Malang, kini dia telah sampai di puncak perjalanan kuliahnya.

 

Jujur, tidak mudah bagi Farid anak saya. Kuliah di kota yang jauh dari Jakarta. Belum lagi, pahit getir yang dialaminya. Bukan hanya seperti batu kerikil yang menusuk kaki telanjang. Lebih dari itu, kepahitannya bak “petir di siang bolong” pun harus dilaluinya. Hanya bekal semangat dan iman-akhlak yang mampu mengantarnya seperti saat ini. Kuliah, wisuda, dan kini bekerja. Hampir tidak ada alasan baginya untuk berhenti melangkah.


 

Perjalanan orang kuliah, seperti perjalanan hidup. Sama persis dengan perjalanan waktu, di mana sekali kita melangkah maka tidak akan mampu lagi untuk mundur atau kembali. Seperti Farid anak saya pun begitu. Di pikirannya hanya ada dua pilihan, terus melangkah atau duduk meratapi keadaan. Hanya harapan akan masa depan yang memberikan cahaya penerangan di antara gelapnya keadaan. Hingga waktu demi waktu, dia terus berjuang untuk menuntaskan studi di UB.

 

Jelang Farid diwisuda, saya pun belajar. Bahwa tiap perjalanan apapun selalu memberi pelajaran. Selalu ada hikmah di balik peristiwa dan keadaan. Apapun alasannya. Bahwa setiap perjalanan, seberat dan seringan apapun “kemudinya” ada di tangan kita sendiri bukan di orang lain. Maka perbanyaklah perjalanan dari waktu ke waktu.  Karena setiap detik dalam hidup adalah perjalanan dan setiap perjalanan adalah pelajaran.

 

Selamat wisuda Farid Nabil Elsyarif, S.Stat. Salam literasi!




Jumat, 29 September 2023

Apa Untungnya Donasi Buku ke Taman Bacaan?

Salah satu cara berbagi yang sederhana adalah donasi buku. Agar anak-anak Indonesia di era digital begini masih mau dan bisa membaca buku. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Karena sejatinya, tidak ada minat baca tanpa adanya ketersediaan akses bacaan. Dan tidak ada bacaan tanpa ada yang mau berdonasi buku. Itulah pentingnya donasi buku.

 

Seperti yang dialami Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Kemarin (29/9/2023) kedatangan "tamu"m ada 12 karyawan dari suatu Perusahaan untuk menyerahkan donasi buku dan perlengkapan belajar ke TBM Lentera Pustaka. Katanya, mereka tahu TBM Lentera Pustaka dari internet dan ingin ikut mendukung aktivitas literasi yang dijalankan. Maka jadilah, mereka mengantarkan langsung "donasi buku dan perlengkapan belajar" dan diterima oleh Susi, wali baca TBM Lentera Pustaka.

 

Dalam suasana santai dan akrab, mereka pun menyimak perjalanan dan perjuangan TBM Lentera Pustaka salam enam tahun perjalanannya. Dari awalnya yang hanya menjadi tempat membaca 14 anak hingga kini berkembang menjadi 120-an anak pembaca aktif. Dari 1 program literasi, kini mengelola 15 program literasi seperti taman bacana, kelas prasekolah, berantas buat aksara, koperasi simpan pinja, anak difabel, motor baca keliling, dan sebagainya.

 

Maka sebelum pamit pulang, ketua rombongan donatur buku punmenyampaikan pesan ke wali baca TBM Lentera Pustaka. "S๐—ฎ๐˜†๐—ฎ ๐—ธ๐—ถ๐—ฟ๐—ฎ ๐˜๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜ ๐—ถ๐—ป๐—ถ ๐—ต๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฝ๐˜‚๐˜€๐˜๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ถ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ ๐˜†an๐—ด ๐—ฑ๐—ถ๐—ด๐˜‚๐—ป๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐˜‚๐—ป๐˜๐˜‚๐—ธ ๐—บ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฐ๐—ฎ, ๐˜€๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ถ๐—ป ๐—ธ๐—ฒ๐—ด๐—ถ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐—ธ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ป๐˜†๐—ฎ๐˜๐—ฎ ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐˜๐˜‚๐—ท๐˜‚๐—ฎ๐—ป ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—บ๐˜‚๐—น๐—ถ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ๐—ป๐˜†๐—ฎ. ๐—ฆ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ด๐—ฎ ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฑ๐—ถ๐—ต๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ฝ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ผ๐—น๐—ฒ๐—ต ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ๐—ฟ๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ฒ๐—บ๐—ฎ๐—ป-teman ๐˜„๐—ฎ๐—น๐—ถ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฐ๐—ฎ ๐—ฏ๐—ถ๐˜€๐—ฎ ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ท๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐˜€๐˜‚๐—ฎ๐—ถ ๐—ต๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป. ๐——๐—ฎ๐—ป ๐˜€a๐˜†a ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ต๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ฝ ๐˜€๐—ฒ๐—บ๐˜‚๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—น๐˜‚ ๐˜€๐—ฒ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐˜ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐˜‚๐˜€ ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ธ๐—ผ๐—บ๐—ถ๐˜๐—บ๐—ฒ๐—ป ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ต๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ป๐—ถ๐—ฎ๐˜ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ถ๐—ธ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜€๐˜‚๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ถ๐—ท๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ถ๐—ป๐—ถ. ๐——๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐˜‚๐—ฑ๐—ฎ๐—ต-mudah๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ถ๐˜€๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ ๐—น๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฎ๐—บ๐—ฎ๐—น ๐—ท๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐—ฎ๐—ต ๐—ฏ๐˜‚๐—ฎ๐˜ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฒ๐—น๐—ผ๐—น๐—ฎ ๐˜†๐—ด ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ ๐˜€๐—ถ๐—ป๐—ถ" ujarnya.

 


Kenapa berdonasi buku? Karena donasi buku adalah perbuatan baik, khususnya untuk mendukung aktivitas literasi dan kegemaran membaca anak-anak Indonesia di Tengah gempuran era digital. Siapapun yang berdonasi buku ke taman bacaan, setidaknya  ada 5 (lima) manfaat donasi buku, yaitu:

1. Menambah anugerah dan rezeki dari Allah SWT.

2. Menyembuhkan berbagai penyakit hati atau medis.

3. Meningkatkan jiwa sosial kepada sesama.

4. Membahagiakan orang lain melalui bacaan.

5. Mengundang keberkahan hidup dan kepuasan batin.

 

 

Patut diketahui, sejak berdiri tahun 2017 lalu, TBM Lentera Pustaka hanya menjalankan 1 program literasi, yaitu taman bacaan. Tapi kini TBM lentera Pustaka telah mengelola 15 program literasi yang terdiri dari: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 100 anak pembaca aktif dari 4 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya, Sukajadi), 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 40 anak usia prasekolah, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 13 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 2 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 28 kaum ibu agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi FINansial), 12) LIDAB (LIterasi ADAb), 13) MOBAKE (MOtor BAca KEliling), 14) Rooftop Baca, dan 15) Meleh Al Quran. Dengan koleksi lebih dari 10.000 buku serta didukung 5 wali baca dan 12 relawan, TBM Lentera Pustaka dikenal taman bacaan paling komprehensif dan kreatif. Beroperasi 6 hari dalam seminggu, tidak kurang dari 200 orang menjadi pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Salam literasi #DonasiBuku #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 


Kamis, 28 September 2023

Filosofi Pensil dan Penggaris Versi Pegiat Literasi

Sahabat masih ingatkah kita. Siapa orang terdekat kita yang baru saja dipanggil oleh Allah SWT untuk kembali pada-Nya? Atau mungkin kawan kita yang minggu lalu masih chat WA tapi hari ini sudah pergi? Kawan yang kemarin masih ngobrol bareng tapi hari ini mendapat kabar sudah meninggal dunia. Meninggal dunia atau kematian, sama sekali tidak pernah bisa diduga.

 

Hampir setiap saat ada saja orang yang diminta kembali ke hadapan-Nya. Ada yang sehat wal afiat lalu jantungnya berhenti berdetak. Ada pula karena kecelakaan atau dianiaya orang lain. Ada pula yang karena sakit. Apapun sebabnya, kematian bisa terjadi pada siapapun. Karena memang “saat ajalnya sudah datang”. Kalau karena Bapak saya, karena jatah hidupnya di dunia sudah habis.

 

Jatah hidupnya di dunia sudah habis. Sudah waktunya malaikat maut untuk menjemput. Seperti dinyatakan, "Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu), Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun" (QS. Al A'raf:34).

 

Bila diumpamakan sahabat. Kita sebagai manusia itu diibaratkan pensil. Garis lurus adalah amal saleh yang dikerjakan dan penggaris adalah aturan-aturan Allah SWT yang telah ditetapkan-Nya. Maka tugas kita di dunia ini adalah “membuat garis yang lurus dengan menggunakan penggaris tersebut”. Jangan sampai garis yang kita buat justru belok, tidak lagi lurus. Garis yang keluar dari jalurnya. Sebagai pemilik “pensil”, Allah SWT bisa mengambil kita kapan saja jika Allah SWT berkehendak.

 


Maka pertanyaan penting hari ini, seberapa banyak garis lurus (amal saleh) yang sudah kita torehkan pada buku catatan amal perbuatan? Garis lurus atau garis bengkok. Sudahkah semua garis yang kita buat lurus sesuai dengan penggaris (aturan) yang Allah SWT tetapkan? Jika masih ada garis berbelok, segeralah hapus dan perbaiki kembali selagi masih ada waktu dan kesempatan untuk memperbaikinya.

 

Percayalah, batas umur setiap orang tidak ada yang tahu. Bahkan selalu menyisakan rahasia besar dalam kehidupan. Kita sebagai penonton tidak bisa menebak berapa centimeter garis umur yang Allah SWT tetapkan. Maka tugas kita hanyalah meninggalkan jejak-jejak garis lurus (amal sholeh) yang nanti bisa dijadikan pertanggungjawaban kelak.

 

Selagi masih ada waktu.Yuk kita perbaiki niat, baguskan ikhtiar, dan perbanyak doa. Agar sisa waktu yang ada, sebagai pensil (manusia) kita bisa gunakan untuk membuat garis lurus (amal sholeh) dengan penggaris (aturan) dari Allah SWT. Selalu berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain. Agar tetap lurus, bukan bengkok. Seperti misalnya, mengabdi dan berkiprah di taman bacaan atau gerakan literasi. Seperti yang saya jalani saat ini di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sederhana sekali, dengan membimbing anak-anak yang membaca buku, mengajar kaum buta huruf, memfasilitasi warga untuk dekat dengan buku, berkiprah sosial bersama wali baca dan relawan, hingga menjadi driver motor baca keliling. Jadikan semua aktivitas sebagai “ladang amal”.

 

Hingga akhirnya, jangan takut bertanya. Sudah berapa banyakkah garis lurus yang kita buat hari ini? Dan ketahuilah, ada dua perkara yang bila dilakukan akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Yiatu 1) menerima sesuatu yang tidak disukai, jika sesuatu itu disukai Allah dan 2) membenci sesuatu yang disukai, jika sesuatu itu dibenci oleh Allah SWT. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 

Cerpen "Dialog Kakek dan Cucunya Aleena"

Aku hanya seorang lelaki tua. Ingin bercengkrama dengan cucu keduaku, Aleena Talia Saqeenarava. Untuk kali pertama, bertatapan mata dalam bahasa batin. Antara seorang kakek dan cucunya. Aleena, memang masih mungil. Wajahnya mungkin separuh telapak tanganku. Tungkai kakinya baru seukuran tiga jari. Bahkan panjang tubuhnya belum lagi melebihi panjang dari lenganku. Tapi sejuta doa dan harapan aku panjatkan untuk cucuku Aleena. Semoga kelak menjadi anak yang solihah, dan berguna bagi agama bangsa  masyarakat.

 

Hari ini Aleena sesekali ngulet dan kakinya diangkat. Mulutnya komat-kamit  bak menyapaku. Sedikit mengangat kelopak mata, lalu memandangku seakan hatinya berkata, “Kakek, aku mau digendong dong”. Aku pun menjawab dalam hati, “Iya Nak, Insya Allah kakek akan gendong kamu nanti”.  Dalam sekejap, Aleena pun tertidur lagi. Sambil menikmati hangatnya inkubator di dalam kamarnya.  

 

Aku pun membuka Quran digital di handphone. Untuk membacakan ayat-ayat suci Al Quran sambil berdoa untuk Aleena Talia Saqeenarava, yang baru terlahir ke muka bumi di usia 40 hari. “Allรขhummaj'alhu bรขrran taqiyyan rasyรฎdan wa-anbit-hu fil islรขmi nabรขtan hasanan.” Ya Allah, jadikanlah ia (bayi) orang yang baik, bertakwa, dan cerdas. Tumbuhkanlah ia dalam Islam dengan pertumbuhan yang baik, amiin.

 

Aleena, sepuluh hari lalu, baru saja kehilangan kakak kembarnya Elena. Tapi dari raut wajahnya, ia tidak banyak menangis. Kalaupun menangis tidak pernah melengking riuh. Hanya tangisan manja, merengek-rengek menggemaskan dalam balutan kain bedongan. Si gadis mungil berzodiak Leo ini, semakin tampak dari wajahnya. Sebagai sosok yang punya mental baja, dapat diandalkan, jujur, dan sangat gampang membantu orang lain. Dalam dirinya , mengalir kepribadian yang mudah berteman dan percaya diri. Sangat wajar Aleena memiliki pikiran yang kreatif dan gemar mengekspresikan diri.

 

Semakin siang, sinar matahari semakin menyengat. Aleena masih menatap dari kejauhan. Hingga menembus kaca jendela di kamarnya. Seakan ingin memandang langit biru dan mengelus angin cahaya siang. Ia tetap sehat dan terus bertumbuh. Pipinya mulai terlihat chubby. Saat Ibunya, Firda menantuku, menyuapi susu si gadis mungil Aleena kian menggemaskan. Pipinya bulat, alis matanya mulai lebat. Jarinya yang masih lentik bergerak, lagi-lagi seolah-olah ingin berkata, “Kek, jangan tinggal aku ya” ujar batin Aleena.

 

Aku pun tertegun. “Iya Aleena, kakek akan ada di samping kamu. Kemana kamu mau, kakek akan menemani sayang” batinku melirih. Seperti Bill Clinton yang terlahir di 19 Agustus, Aleena memancarkan sosok yang mandiri, penuh semangat, dan tekun. Pantang menyerah dan dia tahu cara untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain.

 

Untuk seorang cucu seperti Aleena, tidak ada yang lebih indah dari derai tawanya. Tidak ada yang lebih lucu dari tingkahnya. Bahkan tidak ada yang lebih bahagia selain tangis laparnya seorang bayi. Aku kini menunggu waktu untuk menggendongnya. Di setiap momen, ingin mengabadikan gerak kaki dan tangis cucu perempuanku. Aleena, sesekali aku foto untuk dipamerkan pada media sosialku. Lalu kutulisi, inilah permaisuriku.



 

Tiba-tiba Aleena pun bergerak. Mengeluarkan suara-suara bayi yang khas. Aihhh, aku sungguh menyukai bayi mungilku Aleena. Sambil tersenyum syukur dan bangga menyandang status 'kakek' untuknya. Aleena yang kian mengusik pikiranku. Bayi yang intuitif dan relijius. Kelak, dia akan menjadi anak yang bertakwa dan cerdas. Tentu, dengan caranya sendiri.

 

Entah, aku semakin jatuh cinta pada Aleena. Memandangi puluhan kspresi wajahnya. Menyimak baik-baik suara yang dikeluarkannya. Sungguh menyenangkan. Sudah terbayangkan kelak, aku akan menjadi saksi tumbuh kembang Aleena dari dekat. Memeluk dan merasakan kulit lembutnya. Aku memang ingin merawatnya. Tapi sebaik-baiknya anak, tentu lebih baik dirawat bersama kedua orangtuanya. Seperti dulu aku merawat dan mendidik anak-anakku.

 

Tidak berselang lama, azan Ashar pun terdenagr. Aku dan anak laki-laki pertamaku Fahmi, ayahnya Aleena bergegas menuju musholla yang hanya beberapa meter dari rumahnya. Seperti sholat berjamaah, sambil melantunkan doa untuk Aleena. Takbir “Allahu Akbar” mengawali ritual doaku. Lalu menyebut asma-Nya. Memuji kebesaran-Nya dan meminta kebaikan baik di dunia dan akhirat untuk anak-anakku dan cucuku Aleena. Aku pun tersungkur dalam doa dan zikir. Helaian sajadah panjang, yang selalu mengingatkan pentingnya sholat dan doa.

 

Aku, lelaki tua yang kini menjadi kakek Aleena. Selalu bersyukur dan begitu mencintai cucu untuk menyemangati dan menggandengnya hingga masa depan. Aleena yang berpesan kepada seorang kakek. Untuk menggunakan telinga yang benar-benar mendengarkan, lengan yang selalu memegang. Dan cinta yang tidak boleh berakhir. Aleena, cucu yang membuatku tertegun. Untuk selalu bertanya, dari mana dan mau kemana aku? @Love you, Aleena Talia Saqeenarava

Rabu, 27 September 2023

Nggak Ngasih Makan Nggak Nyekolahin Tapi Gemar Berprasangka Buruk, Kok Bisa?

Satu di antara banyak kelemahan manusia adalah terlalu gampang menilai orang lain hanya dari penampilan luar. Terlalu mudah percaya dari perkataan orang lain. Tidak banyak tahu tapi seolah-olah paling tahu. Berprasangka buruk kepada orang lain. Ngasih makan nggak, nyekolahin nggak. Tapi giliran ngomong seperti yang ngelahirin. Lupa, prasangka buruk itu perbuatan tercela.

   

Manusia, memang cenderung gemar menilai orang lain. Sayangnya, dia tidak suka jika orang lain berbalik menilainya. Prasangkanya buruk, akhalkanya jelek. Terlalu gampang menuding bahkan memvonis orang lain. Seperti si siswa SMP di Cilacap yang viral memukul kawannya sendiri. Karena prasangka buruknya, temannay dianggap bergabung ke geng lain, lalu dia membully dan menganiaya orang lain seenaknya. Alhamdulillah dan bersyukur, si siswa SMP yang “sok jagoan” itu akhirany ditangkap polisi dan harus “dikurung” akibat perbuatan jahatnya.

 

Terbukti, prasangka buruk itu bukan hanya merugikan orang lain. Tapi merugikan diri sendiri. Maka jangan berprasangka buruk kepada siapapun, atas alasan apapun. Apalagi bila nggak tahu duduk perkaranya. Lebih baik diam daripada berprasangka buruk. Karena prasangka buruk itu simbol rusaknya keimanan seseorang. Bobroknya akhlak seseorang. Saat prasangka buruk menyelimuti, di situlah hasutan setan datang. Gibah dan fitnah bertebaran akibat prasangka buruk. Bahkan rusaknya hubungan dan silaturahim, sering kali akibat prasangka buruk.

 

Ketahuilah, “Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari no. 6478 dan Muslim no. 2988).

 


Agar terhindar dari prasangka buruk dan perbuatan yang sia-sia itu pula, saya lebih memilih berkiprah di Taman Bacaan Masayarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Untuk membiasakan berbuat baik dan menebar manfaat. Sambil menjauh dari orang-orang yang hanya banyak omong tanpa aksi nyata. Menjauh dari obrolan yang sia-sia, apalagi hanya bergosip tanpa ujung. Di TBM Lentera Pustaka, saya jadi lebih mampu menahan diri dari keinginan berprasangka buruk kepada orang lain. Sibuk untuk mengabdi secara sosial, di samping menghindari lisan-lisan yang tercela. Ada Pelajaran akhlak yang luar biasa saat berada di taman bacaan. Lalu, kenapa masih banyak orang yang “bersahabat” dengan prasangka buruk tanpa aksi nyata yang baik? Silakan dipikirkan sendiri.

 

Literasi itu penting bukan untuk mengajak orang lain membaca. Tapi lebih dari itu, literasi justru mengajarkan siapapun untuk tidak gampang berprasangka buruk terhadap diri sendiri, orang lain, kehidupan, bahkan kepada Tuhan. Berhentilah berprasangka buruk, berpindahlah ke perbuatan baik. Ubah niat baik jadi aksi nyata. Untuk selalu menebarkan benih-benih kebaikan dan manfaat kepada sesama.

 

Tapi bila keadaan yang memaksa, biarlah orang lain berprasangka buruk. Karena memang, hak orang lain untuk berprasangka buruk bahkan membenci kita. Tapi, kewajiban kita adalah tetap berbuat baik kepada semua orang. Seperti saat minum secangkir kopi, silakan tambahkan gula, dicampur susu, atau ditaburi coklat. Terserah Anda. Tapi ingat, seninya minum kopi adalah kita belajar memahami pahitnya kopi. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 

Kasus Siswa Viral, Pendidikan Kok Jadi Menakutkan?

Foto di tulisan ini videonya lagi viral. Siswa SMP bertopi yang “sok jagoan” memukuli habis-habisan kawannya sendiri. Alhamdulillah, akhirnya sudah ditangkap polisi (konon terjadi di Cilacap). Pelaku memukul, menendang berulang kali sampai korban terpental ke lapang voli. Itulah bullying alias perundungan. Melihat video itu, sangat jelas dunia pendidikan tidak sedang baik-baik saja.

 

Baru kemarin (26/9/2023), masih gres, siswa SD kelas VI di Petukangan Utara Jakarta terjun dari lantai 4 sekolahnya, hingga meninggal dunia. Pihak keluarga bilang peristiwa itu terjadi akibat bully teman-temannya. Tapi dinas pendidikan menyangkal bukan bully. Masih kemarin lagi, siswa MA Yasua di Demak tidak terima diberi nilai jelek, lalu gurunya dibacok. Entah kenapa, pendidikan kok jadi menakutkan?

 

Hari ini, masih banyak orang atau pejabat yang “tutup mata” atas realitas. Fakta dan data sering dibaikan. Masih banyak anak putus sekolah tapi cuek. Masih ada yang buta huruf tapi diam saja. Giliran ada perlombaaan, apalah namanya, semuanya di-seting seolah-olah bagus dan berhasil. Laporannya bagus-bagus, argumentasinya pintar-pintar. Tapi semua “rekayasa” dan tidak seperti aslinya.

 

Suatu kali, saya pun pernah berdiskusi dengan kawan. Dia tidak suka bila saya menyampaikan data apa adanya. Pikirannya dia, urusan kerjaan, sebaiknya sampaikan data yang bagus-bagus. Sementara saya sebaliknya, asal berdasar data dan fakta. Sajikan apa adanya. Karena mind set saya di data. Data sejelek apapun sajikan, omong apa adanya. Jangan hanya bagus di atas kertas, di seminar dan diskusi. Tapi faktanya di lapangan sangat bobrok. Jadi, apapun sajikan saja apa adanya.

 


Sebagai pendidik dan orang pendidikan, data dan fakta itu soal integritas. Bahwa pendidikan ada masalah, akui dulu dan perbaiki segera. Jangan buru-buru menyangkal, apalagi membelokkan esensi persoalan. Biarkan data yang bicara, mau bagus, atau jelek ya ditampilkan. Terserah, orang mau senang atau tidak senang. Tampilkan apa adanya, tanpa rekayasa. Itulah tugas pendidikan, logika dipakai untuk edukasi dan mempromosikan data. Bukan hanya membangun kecerdasan yang sifatnya kamuflase. Untuk apa sekolah, bila akhirnya hanya untuk mem-bully atau menganiaya orang lain?

 

Kenapa takut bicara apa adanya? Kenapa menghindar dari data dan fakta yang harusnya disajikan? Kok aneh, pendidikan justru jadi menakutkan seperti sekarang. Doyannya “Asal Bapak Senang – ABS”. Semuanya serba takut, akhirnya hati nurani dan logika hilang. Terus jika sudah menelan korban, baru pada “cuci tangan”.

 

Pendidikan itu nggak boleh menakutkan. Menyajikan data dan fakta itu adalah cinta. Pendidikan dengan cinta itu “katakan yang sebenarnya”. Bukan belajar untuk merekayasa cerita. Apalagi hanya bergosip dan bergibah yang nggak ada gunanya. Untuk apa pendidikan bila jadi menakutkan? Pendidikan yang malah membuat anak didik jadi arogan dan mengkerdilkan logika. Sangat salah bila pendidikan hanya menghasilkan doktrin baik di ruang kelas. Tapi bobrok di fakta dan data.  

 

Harusnya cinta itu basisnya pendidikan. Karena cinta berani mengungkap fakta dan data. Berani menyatakan apapun yang tidak perlu ditakuti. Jangan takut omong apa adanya. Karena nasib kita bukan di tangan atasan, apalagi orang lain. Tapi di tangan Tuhan, itu pun kalau percaya.

 

Di TBM Lentera Pustaka, pendidikan itu cinta. Membaca itu hati. Apa adanya itu logika. Agar selalu sibuk mencintai hidup, untuk berbuat yang baik dan bermanfaat. Sehingga lupa untuk takut dan membenci. Jauhi pendidikan yang menakutkan. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Selasa, 26 September 2023

Literasi Kebencian, Gini Caranya Membenci yang Literat?

Hati-hati dengan benci atau hasad. Karena benci bisa jadi emosi negatif terkuat yang ada pada diri manusia. Benci atas aktivitas orang lain, kesenangan orang lain saja dilarang. Apalagi benci karena agama, warna kulit atau tampang orang lain. Apapaun alasannya, benci tidak akan pernah meninggalkan kebaikan kepada siapa pun. Anehnya, kenapa masih ada orang yang gemar membenci?

 

Faktanya di dekat kita, masih ada orang-orang yang membenci. Jangankan membenci orang lain, membenci diri sendiri pun tindakan keliru. Tanpa benci saja belum tentu kita dianugerahi nikmat Allah SWT. Apalagi dengan benci, apa ada anugerah yang mau mendekat? Hindari benci, apapun alasannya. Teruslah berjuang untuk menjauh dari sikap benci, kapanpun dan di mana pun.

 

Sebagian orang bilang rasa benci sulit dihindari. Apa iya? Mungkin karena kita tdiak tahu membenci itu tidak ada manfaatnya. Bahkan benci hanya jadi penyakit. Karena dalam sejarah perlananannya, siapapun yang membenci korbannya bukanlah orang yang dibencinya melainkan diri si pembenci itu sendiri. Maka untuk menghindari benci, jangan berusaha mengubah orang lain. Tapi ubahlah diri kita sendiri, ajari hati untuk menerima realitas. Jangan gampang susah melihat senangnya orang lain. Jangan terlalu gemar membandingkan diri dengan orang lain, apalagi hanya “mengintip” laju orang lain di media sosial.

 

Tidak sepenuhnya pembenci itu bersalah. Karena sering kali, kita yang memberi peluang orang lain untuk membenci. Caranya, pilih dan pilah mana hal-hal yang bisa diceritakan dan mana yang tidak perlu dipublikasikan. Jangan memberi peluang orang lain untuk benci atau hasad terhadap diri kita. Tidak setiap aktivitas dan rencana bisa diceritakan. Bahkan sekadar mimpi pun terkadang dianjurkan untuk merahasiakannya. Agar pembenci tidak “kumat” penyakitnya.

 

Allah SWT berfirman, menceritakan perkataan Ya'qub kepada putranya Yusuf, “Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar untuk membinasakanmu" (QS. Yusuf: 5). Mimpi saja tidak boleh diceritakan, apalagi nikmat dan anugerah yang jadi sebab kebencian orang lain.

 


Ketahuilah, pada setiap nikmat dan anugerah yang diperoleh selalu ada potensi orang lain untuk benci atau hasad. Karena memang sudah konsekeuensinya, setiap orang yang memiliki nikmat akan menjadi sasaran orang yang hasad. Maka sebelum menuding orang lain membenci, sebaiknya kita hindari peluang orang lain membenci. Dari diri kita bukan dari diri orang lain. Agar tidak ada benci di antara kita.

 

Benci itu menyeramkan, bahkan benci pun menyakitkan. Maka cara sederhana yang saya lakukan menjahuhi rasa benci adalah berkiprah di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Membimbing anak-anak yang membaca, mengajar kaum buta huruf, menata buku dan rak taman bacaan, hingga menjadi driver motor baca keliling setiap minggunya. Agar terhindari dari rasa benci kepada orang lain. Agar tidak membuang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahkan saat di taman bacaan pun, saya meyakini akan mengurangi tensi pembenci kepada saya. Karena siapapun saat di taman bacaan, Insya Allah jauh dari rasa benci dan pembenci pun menyingkir dengan sendirinya.

 

Penting di zaman begini, untuk tidak membuka peluang orang lain untuk membenci. Caranya, ikhtiar untuk merahasiakan apapaun keberhasilan dan anuugerah yang kita peroleh. Biasa-biasa saja, tidak perlu pamer apalagi menyombongkan diri di media sosial. Cukup kerjakan apa yang menjadi “passion” dengan sepenuh hati. Karena kata Ali bin Abi Thalib, “Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu pun tidak akan percaya itu".

 

Pelajaran literasinya adalah hindari peluang yang bikin orang lain benci. Jauhi apapun yang mengundang potensi hasad dari orang lain. Diam itu lebih baik, karena diam itu lebih menyelamatkan. Jangan sampai ada yang susah melihat senangmu, hindari pula yang senang melihat susahmu.

 

Bila terpaksa pun, cukup membenci dalam hati saja. Bukan dengan mengeluarkan omongan atau ketikan yang menusuk hati orang lain. Sayangi hidupmu bila diisi dengan hal-hal sekotor itu. Kenapa harus membenci? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Literasi Dana Pensiun, Ternyata 63 Persen Pekerja Tidak Punya Tabungan Pensiun

Sebagai bagian untuk meningkatkan literasi dana pensiun, Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” yang dilakukan Asosiasi DPLK (September 2023) menyebutkan 63% pekerja biasa tidak punya tabungan pensiun atau hari tua. Hanya 37% pekerja yang sudah punya tabungan pensiun. Survei ini menyasar 100 pekerja biasa di Jakarta, yaitu orang yang menerima upah atas hasil pekerjaannya tanpa membutuhkan keahlian khusus dan kompetensi yang spesifik, seperti pramuniaga, staf administrasi, pegawai kontrak, dan sejenisnya pada rentang usia produktif 22-35 tahun dan berpendidikan S1. Pekerja biasa merupakan pekerja kebanyakan yang ada di Indonesia.

 

Ada beberapa sebab pekerja tidak punya tabungan pensiun. Diantaranya 1) tidak punya tujuan keuangan di hari tua, 2) tidak cukupnya penghasilan untuk tabungan pensiun, 3) masih banyak tanggungan, 4) harus membayar utang, dan 5) biaya gaya hidup yang masih tinggi. Maka edukasi dana pensiun sangat penting dilakukan di kalangan pekerja. Agar memiliki rencana keuangan jangka Panjang seperti dana pensiun, di samping berani memulai tabungan pensiun sedini mungkin.

 

Survei Asosiasi DPLK pun mennyebutkan fakta lainnya yaitu 44% pekerja biasa tidak tahu DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Artinya, hampir 1 dari 2 pekerja tidak tahu DPLK sebagai produk keuangan untuk menyiapkan masa pensiun atau hari tua yang lebih baik. Sementara 56% pekerja yang sudah tahu DPLK pun belum tentu punya DPLK. Sebagai salah satu program pensiun, DPLK yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pekerja sangat penting untuk disosialisasikan. Karena bila tidak, maka para pekerja berpotensi mengalami masalah keuangan di hari tua.

 


Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 yang menyebutkan tingkat literasi dana pensiun mencapai 30,46%, namun tingkat inklusinya hanya 5,42%. Itu berarti dari 10 orang di Indonesia, ada 3 orang yang tahu dana pensiun. Namun hanya “setengah orang” yang memiliki dana pensiun. Maka seiring bonus demografi, ada potensi ledakan pensiunan di Indonesia pada tahun 2040 yang tidak mampu membiayai kebutuhan hidupnya akibat tidak adanya dana pensiun yang memadai.

 

Penting diketahui para pekerja, bahwa masa pensiun di Indonesia tergolong panjang seiring tingkat harapan hidup yang mencapai usia 72 tahun. Maka dibutuhkan biaya yang besar di hari tua, di samping adanya kondisi keuangan yang tidak pasti di masa datang. Tanpa persiapan pensiun, maka para pekerja berpotensi gagal mempertahankan gaya hidup di masa pensiun seperti saat masih bekerja. Untuk itu, dana pensiun menjadi aspek penting yang perlu disiapkan. Karena cepat atau lambat, setiap pekerja pasti akan pensiun.

 

“Selain untuk kesinambungan penghasilan di hari tua, dana pensiun perlu disiapkan sejak dini agar ada kepastian dana untuk masa pensiun dan hasil investasinya optimal karena bersifat jangka Panjang. Survei Asosiasi DPLK ini hanya untuk mengetahui realitas pekerja tentang dana pensiun. Selain pentingnya edukasi, DPLK harus terus disosialisasikan kepada pekerja di mana pun” ujar Syarifudin Yunus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK dalam rilisnya.

 

Hari ini, survei lainnya menyebutkan 9 dari 10 pekerja di Indonesia tidak siap pensiun atau berhenti bekerja. Sebab tidak adanya ketersediaan dana untuk hari tua. Maka edukasi yang masif akan pentingnya dana pensiun, khususnya DPLK harus tersu dikampanyekan. Agar tingkat inklusi dana pensiun bisa meningkat, di samping bertumbuhnya kepesertaan dana pensiun di Indonesia. Salam #YukSiapkanPensiun #AsosasiDPLK #EdukasiDanaPensiun

Senin, 25 September 2023

Main Dong ke Taman Bacaan, Biar Hilang Sifat Sombongmu

Apa Sih yang mau Disombongkan?

 

Bisa jadi, zaman sekarang disebut era kesombongan. Sombong karena ilmu yang banyak. Sombong karena harta yang dimiliki. Sombong karena kedudukan yang disandang atau sombong karena punya pengikut yang banyak. Belum lagi, sombong omngan, sombong pangkat dan jabatan. Dan sombong-sombong lainnya yang nyata terjadi.  

 

“Apa yang hendak disombongkan manusia?”, ujar seorang 'Arab badui kepada Yahya ibn Al Mihlab, sang maha-menteri yang bermegah-mewah.

"Kamu tak kenal siapa aku?"

"Kenal", sahut si Badui. "Dulu kamu setetes air hina, yang dihinggapi lalat jika tercecer bekasnya. Kelak kau akan jadi bangkai, menggelembung, berbelatung, dan busuk anyir baunya. Dan kini seonggok daging, hilir mudik ke sana kemari membawa-bawa kotoran di dalam perutnya."

.

Sombong, jadi sebab seseorang merasa besar dan berbangga diri.  Padahal apa yang dismbongkan hanya titipan Allah SWT. Apa saja yang disombongkan itu anugerah Allah SWT. Bukan karena kehebatan diri manusia. Kenapa harus sombong seperti Fir'aun atau Qarun.

 


Sejatinya, kesombongan itu bukan karena kelebihan manusia. Tapi justru jadi bukti kerdilnya jiwa dan sempitnya wawasan manusia. Maka siapapun, penting untuk meredam kesombongan. Mengendalikan sifat sombong pada diri sendiri. "Hadza min fadhli Rabbi... Sunggu, apapun yang dimiliki manusia adalah anugerah Allah SWT. Untuk menguji siapapun, apakah bersyukur atau malah kufur?

 

Ketahuilah, sombong karena ilmu, ilmunya beringsut menjauh. Sombong karena kedudukan, orang lain malah lari tunggang langgang. Sombong karena pakaian, menjadikan jiwa jadi lebih murah dari harga baju. Sombong karena hunian, jasi sebab hati lebih murah dari harga rumah. Sombong karena kendaraan, pun menjadikan hati lebih murah dari harga roda ban.

 

Maka main-mainlah ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Untuk meredam kesombongan diri, dengan membimbing anak-anak kampung yang membaca. Mengajar kaum buta huruf atau sekadar jadi driver motor baca keliling. Agar semakin eling, bahwa tidak satupun di dunia ini yang patut disombongkan. Sombong tidak akan menjadikan pemiliknya terhormat kok. Untuk apa sombong bila akhirnya hanya omong kosong.

 

Sudahlah, tidak ada yang perlu disombongkan di dunia ini. Karena semuanya cuma titipan dan milik Allah SWT. Jadi apa sih yang mau disombongkan? Salam literasi!


Ternyata, 1 dari 2 Pekerja di Jakarta Tidak Tahu DPLK

Faktanya, 44% pekerja biasa tidak tahu DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Hanya 56% pekerja biasa yang sudah tahu walau belum tentu punya DPLK. Itulah simpulan sementara Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” yang dilakukan Asosiasi DPLK (September 2023). Survei ini dilakukan sebagai bagian dari inisiasi Bulan Inklusi Keuangan (Bik) tahun 2023 dan mengkinikan tingkat literasi dana pensiun di kalangan pekerja biasa. Adapun karakteristik pekerja biasa dimaksud adalah orang yang menerima upah atas hasil pekerjaannya tanpa membutuhkan keahlian khusus dan kompetensi yang spesifik, seperti staf kantor, pegawai kontrak, pramuniaga, dan sejenisnya. Pekerja biasa berarti pekerja kebanyakan yang ada di Indonesia, di rentang usia 22 - 35 tahun.

 

Survei yang diikuti 100 pekerja biasa di Jakarta ini menegaskan tingkat literasi dana pensiun masih tergolong rendah. Masih banyak pekerja yang tidak tahu pentingnya DPLK sebagai sarana untuk mempersiapkan masa pensiun yang lebih baik. Maka, salah satu agenda penting DPLK ke depan adalah edukasi yang masif untuk meningkatkan tingkat literasi DPLK di kalangan pekerja. Hasil survei ini pun relevan dengan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 yang menyebutkan tingkat Literasi Dana Pensiun sebesar 30,46%, namun tingkat Inklusinya hanya 5,42%.

 

Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” pun menyiratkan bahwa selama ini DPLK masih terbatas dipahami di kalangan pekerja profesional, belum menyentuh kalangan pekerja biasa. Karena tingkat pengetahuan akan manfaat DPLK belum diketahui di kalangan pekerja biasa. Sementara DPLK dapat disebut inklusif, apabila seluruh elemen pekerja tahu dan mampu meng-akses DPLK dengan mudah. DPLK sebagai program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pekerja menjadi penting untuk selalu disosialisasikan.  

 


Pengetahuan pekerja tentang DPLK adalah persoalan mendasar. Karena sebab tahu akann mampu mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk memiliki DPLK. Pengetahuan menjadi faktor penting untuk meningkatkan pengambilan keputusan pekerja untuk merencanakan masa pensiunnya. Maka untuk mengubah dari tidak tahu jadi tahu harus dilakukan edukasi terus-menerus di kalangan pekerja, baik sebagai individu maupun pekerja suatu perusahaan. Agar tingkat literasi DPLK menjadi terus meningkat sebagai syarat pertumbuhan kepesertaan DPLK di Indonesia.

 

“Survei Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa ini kami lakukan sebagai update kondisi literasi DPLK di kalangan pekerja, di samping inisiasi dalam Bulan Inklusi Keuangan tahun 2023. Esensinya untuk memacu pertumbuhan DPLK berbasis data dan realitas di lapangan. Maka edukasi yang masif menjadi penting untuk meningkatkan literasi DPLK di pekerja” ujar Syarifudin Yunus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK.

 

Selain edukasi akan pentingnya DPLK untuk kesejahteraan pekerja di masa pensiun, tersedianya akses yang mudah untuk membeli DPLK pun menjadi agenda penting dalam memajukan kepesertaan dan aset kelolaan dana pensiun di Indonesia. Salam #YukSiapkanPensiun #AsosasiDPLK #EdukasiDanaPensiun

Taman Bacaan Ajarkan Sikap Respek kepada Orang Lain, Kok Bisa?

 

Respek atau rasa hormat, saya belajar di TBM Lentera Pustaka. Menasihati anak-anak, memberi tahu ibu-ibu, bahkan berdiskusi dengan wali baca dan relawan. Sudah pasti, caranya beda-beda. Harus hati-hati dalam bersikap dan berbicara. Karena respek!

 

Di TBM, siapapun tetap belajar. Untuk memperlakukan orang lain dengan hormat. Melayani di taman bacaan, mengabdikan diri untuk sosial. Hingga menjamu tamu-tamu yang datang. Agar sikap respek menjadi budaya di taman bacaan. Anak-anak yang membaca datang dari jauh-jauh. Berjalan kaki, naik angkot atau pakai motor. Tamu dari Jakarta ke kaki Gunung Salak pasti butuh biaya, waktu, dan tenaga. Semua harus disikapi dengan respek.

 

Karena respek pula, di TBM Lentera Pustaka, mengajarkan komunikasi dengan sopan santun, pakai tata krama dan adab. Ngomong di depan lebih baik daripada ngomongin di belakang sekalipun pahit. Jangan sungkan bilang "tolong" dan "terima kasih" untuk apapun.

 

Karena respek, siapapun di TBM Lentera Pustaka harus melatih diri untuk memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Hindari apapun yang bikin orang lain tidak suka, apalagi benci.

 

Jangan bilang membaca tidak penting, bila tidak tahu. Cobalah memahami perspektif orang lain dengan menempatkan diri seperti anak-anak di TBM. Seminggu 3 kali membaca buku, datang tepat waktu, dan selalu dekat dengan buku. Belum lagi ibu-ibu yang mengantar anak-anaknya ke TBM. Pedagang yang mangkal. Semuanya cukup disikapi dengan respek.

 


Sikap hormat itu bukan kata-kata. Tapi perbuatan dan harus bisa dibuktikan. Ubah niat baik jadi aksi nyata. Agar bisa menunjukkan empati kepada orang-orang yang mungkin kita anggap tidak penting. Hanya orang yang respek yang bisa mengabdi di taman bacaan.

 

Selagi baik, kerjakan saja. Begitu doktrin saya di TBM Lentera Pustaka. Jauhi orang-orang yang kerjanya bergosip, cuek apalagi berperilaku tidak profesional. Toh, mereka bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa pula. Apa ada di dunia ini, orang yang mau dihormati tanpa mau menghormat?

 

Respect to each others. Hormati orang lain, atas alasan apapun. Karena kehormatan itu jalan dua arah. Bila Anda ingin mendapatkannya, maka harus berani memberikannya. Respek itu karakter, bukan omongan. Seperti membaca buku pun hanya memberi pengetahuan. Tapi sikap respek akan memberi penghormatan. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Minggu, 24 September 2023

Kenapa Beramal dan Berbuat Baik di Taman Bacaan?

Kemarin Minggu (24/9/2023), cucu saya yang baru lahir Aleena sudah kembali ke rumahnya di Depok. Tepat seminggu sebelumnya, kakak kembarannya Elena dipanggil Allah SWT dan dimakamkan di Depok pula. Ada yang lahir dan meninggal dunia, setiap harinya. Dan siapapaun tidak pernah ada yang menduga kematian akan terjadi, termasuk jodoh dan rezeki.

 

Lahir dan mati ternyata tidak jauh berbeda. Karena manusia memang hanya “hamba” yang diciptakan-Nya untuk mengabdi di dunia. Saat lahir, manusia tidak tahu siapa yang mengeluarkannya dari Rahim ibunya. Saat mati, manusia pun tidak akan tahu siapa yang memasukkannya ke dalam liang kubur.

 

Ketika lahir, siapapun pasti dibersihkan dan dimandikan. Saat mati pun, siapapun pasti dibersikhkan dan dimandikan. Kita tidak pernah tahu siapa yang tersenyum bahagia di hari kelahiran kita. Kita pun tidak mengerti siapa yang menangis nanti di hari kematian kita.

 

Saat lahir, siapapun terjepit di tempat yang sempit dan gelap gulita di perut ibunya. Ketika mati pun, terjepit di tempat yang sempit dan gelap gulita di dalam tanah. Ketika dilahirkan, siapapun ditutupi dengan kain. Di hari kematian, siapapun akan dirutupi kain kafan.

Siapapun, ketika lahir ditanya bayinya laki atau perempuan? Saat belajar, ditanya lagi sekolahnya di mana? Bahkan ketika beranjak dewasa, banyak orang menanyakan kabar dan prestasi yang sudah diraih? Tapi saat siapapun mati, tidak ada pertanyaan yang diterima kecuali “amalan”. Apa amal dan perbuata baik yang telah dilakukannnya?

 

Sebuah renungan diri. Kondisi lahir dan mati pasti terjadi. Hidup pun bisa cukup bisa kurang. Hanya masalahnya, apapaun yang dimiliki dan diperbuat. Sudahkah menjadi amal yang akan dibawa pada hari kematian tiba? Karenanya, jangan pernah membanggakan harta, pangkat, ilmu yang kita miliki. Apalagi menyombongkan ego dan nafsu pribadi, untuk apa?

 


Sungguh siapapun, saya dan Anda sejatinya dilahirkan dalam keadaan kosong dan tidak memiliki apa-apa. Lalu, allah SWT memberikan semua kenikmatan seperti sekarang ini. Dulu saat dilahirkan, Allah SWT  telah mengeluarkan kita dari perut Ibu dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Allah SWT pula yang memberi pendengaran, penglihatan, dan hati Nurani. Agar kita bersyukur, bersyukur, dan bersyukur sebelum mengeluh.

 

Maka jangan pernah berbangga diri dengan apa yang kita miliki sekarang. Harta, pangkat atau jabatan, ilmu dan anak-anak. Semuanya hanya amanah atau titipan dari Allah SWT. Kapan pun dapat hilang atau pergi bila Allah SWT berkehendak. Hanya amal kebaikan yang akan bernilai untuk kehidupan kita nanti.

 

Berbuat konkret untuk meningkatkan amalan dan kebaikan itulah, saya mengabdiakan diri di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dalam enam tahun terakhir ini. Untuk menciptakan “warisan” untuk umat. Taman bacaan yang menjadi “ladang amal” bagi banyak orang. Donatur buku, membingn anak-anak yang membaca, mengajar buta huruf, membina nak yatim dan jompo, mengelola kelas prasekolah, hingga menjadi driver motor baca keliling. Bukan untuk apa-apa berkiprah di taman bacaan. Hanya untuk mempersiapkan kematian sekaligus introspeksi diri.

 

Karena tidak ada seorang hamba yang dikatakan bertakwa, bila tidak mau melakukan introspeksi diri dan beramal sepenuh hati. Yuk, lakukan introspeksi diri selagi masih ada waktu. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka