Rabu, 23 Maret 2022

Pegiat Literasi di Taman Bacaan Kok Tidak Menulis?

Hingga akhir tahun 2021 lalu, saya sudah menulis 37 buku. Berarti rata-rata 3,3 buku per tahun bila dihitung dari sejak pertama kali menulis buku di tahun 2010 lalu. Baik yang saya tulis sendiri, bersama anak atau bersama mahasiswa saat mengikuti kuliah. Insya Allah, tahun 2022 ini, minimal bertambah 2 buku tapi idealnya 5 buku baru akan terbit. Termasuk buku "100 Kisah di Langit Taman Bacaan" yang dibuat dalam rangka lima tahun TBM Lentera Pustaka yang saya dirikan.

 

Beberapa buku saya yang bisa diperoleh di toko buku atau online, seperti: Jurnalistik Terapan (Ghalia Indonesia, 2010), Kompetensi Menulis Kreatif (Ghalias Indonesia, 2015). Surti Bukan Perempuan Metropolitan (2014). Ada pula buku Bedah Teks Ujaran Kebencian, kumpulan cerpen atau artikel ilmiah. Intinya, menulis sudah jadi kebiasaan hidup saya. Tiada hari tanpa menulis.

 

Kenapa buku? Ya jawabnya sederhana. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis maka ia akan hilang ditelan sejarah. Apalagi zaman begini, banyak orang doyan ngomong doyan komentar. Tapi malas menulis. Wajar hoaks dan hate speech jadi menjalar kemana-mana, apalagi difasilitasi media sosial.

 


Sebagai pegiat literasi dan Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya harus memberi contoh. Bahwa perjalanan akhir dari membaca buku adalah menulis buku. Karena bacaan yang banyak dan wawasan yang luas sama sekali tidak ada maknanya tanpa dituliskan. Karena menulis adalah berbagi kebaikan dan menebar manfaat kepada orang lain yang membacanya. Maka pegiat literai, sejatinya harus menulis. Bukan hanya bicara di seminar-seminar lalu lupa menuliskannya.

 

Saat ditanya, kok bisa menulis buku? Menulis buku itu keberanian. Menulis juga praktik bukan teori. Menulis itu perbuatan bukan pelajaran. Maka tidak akan ada karya bila tidak ditulis. Sangat salah bila ada orang menulis harus menunggu datangnya inspirasi. Justru tulisan itu ya kita sendiri yang menciptakannya. Makanya resep menulis yang paling jitu adalah menulis, menulis, dan menulis. Bukan banyak omong, banyak komentar.

 

Jadi, tulis saja apa pun yang mau ditulis. Jangan peduli pada orang-orang yang kerjanya komentar. Karena mereka, sesungguhnya tidak sedang melakukan apa-apa. Dan yang terpenting esok, semua orang akan mati kecuali karyanya. Jadi menulislah agar lebih literat. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar