Kamis, 31 Desember 2020

Literasi Tahun Baru, Profit Atau Defisit?

Tidak ada satu tahun pun berlalu. Tidak ada satu bulan pun menyingkir. Selain untuk menutup lembaran-lembaran peristiwa yang lalu. Pergi dan tidak kembali lagi. Bila baik amalnya, maka baik pula balasannya. Namun jika buruk amalnya, maka penyesalan pun akan tiba waktunya.

 

Jadi, tahun baru bukan soal waktu yang berakhir. Bukan pula masalah perayaannya. Tapi momen muhasabah sekaligus introspeksi diri tentang apa yang diperbuat di tahun yang telah berlalu. Dan bagaimana cara untuk memperbaiki diri di tahun baru yang dimasukinya? Sejatinya saat tahun baru, manusia dituntut untuk tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung) setelah bersyukur.

 

Karena manusia, siapapun dia, sungguh hanya "setitik ruang kecil" di tengah hamparan megahnya karunia dan anugerah Allah SWT. Manusia itu kecil lagi tidak berdaya tanpa bantuan-Nya.

 

Adalah janji Allah SWT. “Sepanjang hamba itu bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat tersebut. Namun bila hamba itu ingkar dan tidak bersyukur, maka niscaya azab Allah  amat pedih”. Maka syukurilah apa yang ada dan segala anugerah-Nya. Dan hanya kepada Allah, satu-satunya tempat meminta dan berharap. Bukan meminta kepada manusia lalu memperbanyak keluh-kesah.

 

Tahun baru adalah momen untuk menambah porsi perbuatan yang menyenangkan Allah. Bukan bertindak semakin jauh dari Allah. Bila paham Allah segalanya, maka kerjakanlah segala yang baik di mata Allah. Karena rumus hidup iru sederhana. “Senangkanlah Allah bila ingin disenangkan Allah”. Ikhtiar dan berdoalah. Agar Allah membuka pintu harapan di tahun baru dan berlindung-lah kepada Allah dari bujukan iblis dan para walinya di tahun ini.

Tidak perlu muluk-muluk. Cukup jadikan tahun baru untuk tersu memperbaiki diri. Seperti pesan ulama sufi terkenal, Imam Yahya bin Mu’az ar-Razi, untuk melakukan 1) bila engkau tidak sanggup membantu orang lain maka jangan merugikannya, 2) bila engkau tidak sanggup menghibur orang lain maka jangan membuatnya susah, dan 3) bila engkau tidak sanggup memuji orang lain, maka jangan mencelanya.


 

Tahun baru telah tiba. Lalu, apa artinya untuk kita?

Sederhana saja. Perbaikilah ibadah kepada-Nya sambil tetap bersyukur atas karunia-Nya. Bersabar dalam berbagai keadaan dan hindari keluhan. Agar esok, kita mampu bersikap untuk 1) menghargai, bukan menghina orang lain, 2) mengangkat, bukan menjatuhkan orang lain, dan 3) memberikan manfaat, bukan memanfaatkan orang lain.

 

Di tahun baru, sama sekali tidak perlu bikin banyak target. Atau menghitung berapa jumlah anak tangga yang akan dipijak. Tapi cukup memulai saja satu langkah dengan berani. “Untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya”. Agar umur yang sudah dijatah Allah SWT bukan jadi DEFISIT tapi PROFIT.  Itulah esensi tahun baru, bukan hanya sensasi.

Esok tentu harus lebih baik dari kemarin. Semoga keberkahan, kesehatan, dan kebahagiaan selalu tercurah untuk kita, amiin. Selamat Tahun Baru. Salam Literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan

Selasa, 29 Desember 2020

Ini 3 Resolusi Tahun Baru Taman Bacaan

Tiap tahun baru datang, banyak orang bikin resolusi. Sebut saja resolusi tahun baru. Jadi, resolusi bolehlah disebut “janji-janji”. Tentang apa yang akan dipenuhi atau ditargetkan pada tahun yang akan datang.

 

Konon, resolusi itu awal mulanya bukan janji kepada dewa atau alam. Tapi entah gimana, akhirnya banyak orang bikin resolusi hanya untuk diri sendiri. Mungkin, sebagai spirit peningkatan diri. Untuk lebih baik dari sebelumnya. Dan itu sah-sah saja. Tapi sayang, menurut penelitian terbaru.  Ada 45 persen orang yang terbiasa membuat resolusi tiap tahun baru. Tapi hanya 8 persen yang berhasil mencapai tujuannya.

 

Begini sejarah tentang resolusi tahun baru. Dulu, orang Babilonia kuno, sekitar 4.000 tahun yang lalu yang memulai bikin resolusi untuk menghormati tahun baru. Sebagai sikap kesetiaan mereka kepada raja yang berkuasa. Maka mereka pun berjanji kepada para dewa untuk membayar utangnya dan mengembalikan benda apa pun yang mereka pinjam. Jika orang Babilonia menepati janjinya, para dewa dianggap akan memberikan kebaikan kepada mereka untuk tahun yang akan datang. Intinya, resolusi tahun baru sejatinya bukan budaya Indonesia. Tapi bila ditafsir sebagai rencana baik, ya tentu sah-sah saja dan boleh. Terserah masing-masing.

 


Lalu, apakah resolusi tahun baru masih diperlukan?

Dalam konteks literasi, bisa boleh bisa tidak. Bila niatnya positif, silakan saaj bikin resolusi. Tapi bila hanya menegaskan mimpi yang sulit dicapai ya buat apa bikin resolusi. Maka resolusi apapun, bidang apapun harusnya tidak usah muluk-muluk. Harus realistis dan memiliki potensi besar untuk bisa diraih.

 

Resolusi yang membumi, yang bisa diraih oleh siapapun secara individu. Resolusi yang sederhana tapi bisa menjadikan diri sendiri lebih baik dari tahun sebelumnya. Misalnya, gunakan media social untuk hal yang positif bukan untuk nyinyir atau menebar prasangka kepada orang lain. Atau berhentilah memaksa diri sendiri untuk jadi orang lain, tampil apa adanya bukan ada apanya. Jauhi utang dan perilaku konsumtif yang membebani. Bila perlu, cobalah untuk lebih banyak bersedekah daripada meminta. Sehingga hidup bisa berubah jadi lebih baik karena perilaku diri kita sendiri. Dan yang tidak kalah penting, cobalah di tahun baru 2021 lebih banyak membaca buku bukan jago main di medsos atau ngomongin orang.

 

Nah khusus di taman bacaan. Resolusi tahun baru itu sangat sederhana. Yaitu 1) hindari banyak buku tapi tidak ada anak, 2) jauhi banyak anak tapi tidka ada buku, dan 3) jadilah pengelola taman bacaan yang penuh komitmen dan konsistensi, bukan setengah hati. Agar taman bacaan bisa dikelola dengan baik dalam kondisi apapun. Karena hari ini, banyak taman bacaan terkesan “mati suri”.

 

Maka resolusi tahun baru pun dapat disebut literasi. Bila tujuannya untuk memperkuat harapan yang lebih realistis. Bukan malah memperbesar keputus-asaan. Salam literasi #ResolusiTahunBaru #TBM Lentera Pustaka #TamanBacaan

Minggu, 27 Desember 2020

TBM Lentera Pustaka dan Yayasan Tunas Cendekia Apresiasi Relawan - Anak Pembaca Aktif

Sebagai wujud kepedulian sosial terhadap aktivitas taman bacaan, Yayasan Tunas Cendekia hari ini (27/12/20) menggelar “Appreciation Day” kepada 25 relawan TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Para relawan berasal dari karang taruna Desa Sukaluyu sebagai petugas baca, mahasiswa Akbid Prima Husada Bogor, Alumni SMAN 1 Tamansari Bogor, Alumni Bahasa Indonesia Unindra, dan BEM Faperta IPB. Dihadiri 102 anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka, acara ini pun memberi “hadiah” kepada 6 anak pembaca paling rajin dan 2 ibu buta aksara yang rajin belajar baca tulis sepanjang tahun 2020.

 

Relawan taman bacaan atau sering disebut “volunteer” merupakan individu yang mengambil peran membantu aktivitas TBM Lentera Pustaka atas motif suka dan rela. Tanpa paksaan, mereka membantun membimbing aktivitas memnaca anak-anak, mengajar angklung, komputer bahkan mengajar ibu-ibu buta aksara setiap hari Minggu secara rutin dan berkelanjutan.

 

“Yayasan Tunas Cendekia memilih TBM Lentera Pustaka untuk memberi apresiasi kepada relawan karena aktivitas taman bacaannya sangat kreatif dan konsisten. Komitmen kami untuk membantu program solidaritas dan kepedulian social. Agar para relawan tetap semangat. Ke depan, kami pun menjajaki kampanye anti penipuan melalui taman bacaan” ujar Yudhis Juwono, Pengurus Yayasan Tunas Cendekia.

 

TBM Lentera Pustaka sebagai satu-satunya taman bacana resmi di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor sangat apresiasi atas inisiasi Yayasan Tunas Cendekia. Karena relawan taman bacaan adalah sosok yang berkiprah secara social dengan tulus, untuk membantu anak-anak dan masyarakat yang membutuhkan seperti wilayah TBM Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Bogor.


 

Di era digital seperti sekarang, sama sekali tidak mudah memeliara tradisi baca anak karena anak-anak lebih gemar bermain gawai daripada membaca. Untuk itu, siapapun relawan yang mau berjuang demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi sangat dibutuhkan. Agar membaca buku tetap jadi kebiasaan yang tidak ditinggalkan anak-anak. Termasuk di masa pendemi Covid-19 pun, aktivitas membaca anak-anak sangat penting digalakkan lagi.

 

"TBM Lentera Pustaka ucapkan terima kasih kepada Yayasan Tunas Cendekia. Karena peduli pada taman bacaan dan relawannya. Gerakan peduli social ini patut dikembangkan. Agar aktivitas anak-anak yang membaca tetap diperhatikan. Agar tumbuh generasi Indonesia yang rajin baca sehingga terhindar dari hoaks dan informasi yang tidak jelas. Itulah ciri masyarakat yang literat" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka sekaligus Pegiat Literasi Indonesia saat penyerahan apresiasi relawan TBM Lentera Pustaka hari ini.

 

Para relawan TBM Lentera Pustaka yang mendapat apresiasi, antara lain: Gina dan Bugis (Akbid Prima Husada Bogor), Salwa dan Ajeng (Alumni SMAN 1 Tamansari), Susi, Ai, Gandi (Petugas Baca TBM Lentera Pustaka), Ilham, Misbach, Aji, Ridwan (Alumni Unindra), dan Maulana, Tanu, Citra (BEM Faperta IPB). Sementara anak-anak paling rajin membaca diberikan kepada 1) Az-Zahra,  2) Tania,  3) Zahra Safira, 4) Ekmal, 5) Rendy, dan 6) Nazril dan ibu-ibu GErakan BERantas BUta aksaRA paling rajin yaitu Ibu Arniati dan Ibu Ida.

 


Harus diakui, kolaborasi para relawan dan TBM Lentera Pustaka telah menjadi kata kunci tata kelola taman bacaan. Agar aktivitas taman bacaan selalu diminati anak-anak. Untuk diketahui, TBM Lentera Pustaka meraih pertumbuhan anak pembaca 68% di tahun 2020 ini, dari sebelumnya 60 anak menjadi 102 anak pembaca aktif. Seminggu 3 kali membaca dan mampu menghabiskan 508 buku per minggu per anak. Sebuah cerminan tradisi baca anak yang sudah terbentuk sejak tiga tahun lalu.

 

Untuk diketahui, TBM Lentera Pustaka yang terletak di kampung Warung Loa Desa Sukaluyu kaki Gunung Salak saat ini memiliki 6.500 buku bacaan dan menerapkan “TBM Edutainment”, tata Kelola taman bacaan berbasis edukasi dan hiburan. TBM Lentera Pustaka pun bertekad akan terus mengkampanyekan pentingnya tradisi baca dan budaya literasi pada anak-anak. Selain aktivitas taman bacaan, TBM Lentera Pustaka pun memiliki program GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 11 ibu-ibu buta huruf, di samping membina 11 anak yatim binaan agar tetap lanjut sekolah.

 

Sejatinya, aktivitas taman bacaan akan tetap eksis saat ada kepedulian dari banyak pihak, relawan maupun masyarakat yang peduli terhadap pendidikan anak-anak Indonesia. Maka akrabkan terus anak-anak dengan buku dan taman bacaan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #YayasanTunasCendekia #TamanBacaan #RelawanTamanBacaan



Kamis, 24 Desember 2020

TBM Lentera Pustaka Jadikan Taman Bacaan Sebagai Amal Baik

Dulu ada kisahnya. Dinukilkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar. Saat tiga orang soleh melakukan perjalanan, mereka didera hujan deras. Lalu berlari dan berlindung di sebuah gua di kaki gunung. Namun, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu gua. Batu yang amat besar dan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tidak akan mampu keluar, kecuali dengan pertolongan Allah.

 

Maka salah satunya berkata, “Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah. Kemudian, berdoalah kepada Allah dengan amalan baik itu. Mudah-mudahan, Allah menyingkirkan batu itu dari kita.”

 

Lantas, mereka berpikir dan mengingat amalan baiknya dengan niat tulus kepada Allah. Mereka bertawasul dan menjadikan amalan baik sebagai perantara dikabulkannya doa.

Orang saleh pertama bertawasul tentang amalan baktinya kepada orang tua. Ia secara rutin memberikan susu kepada kedua orang tuanya lebih dahulu, baru kemudian anak dan istrinya. Anak yang berbakti kepada orang tua dalam keadaan apapun. Lalu ia berdoa, “Ya Allah, aku melakukan bakti kepada orang tua karena Engkau. Maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit,” katanya meminta kepada Allah. Akhirnya, batu yang menutup rapat pintu gua itu pun terbuka sebuah celah.

 

Mengelola dan membangun tradisi baca di taman bacaan pun sebuah amalan baik. Hanya sekadar memberi akses bacaan kepada anak-anak. Mengajai kebaikan dan pentingnya membaca buku. Selalu istiqomah berkiprah di taman bacaan. Niat karena Allah dan dibuktkan dengan kegiatan dan perilaku baik. Sekalipun tantangan dan cobaan di taman bacaan sangat besar. Biarkanlah, asal tetap berperilaku baik. Agar menjadi amalan baik para pegiat literasi. Taman bacaan adalah amalan, selain cara sederhana dalam menebar kebaikan.

 

Maka, jangan remehkan tiap amal kebaikan apa pun meski kadarnya sederhana. Walau hanya mengelola taman bacaan seperti TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Sekalipun banyak rintangan, banyak cobaannya.




Prinsipnya pun sederhana. Siapapun bila menginginkan keberkahan dan keberuntungan dalam hidupnya. Maka tanamkan kebaikan demi kebaikan, ketulusan demi ketulusan. Seperti aktivitas di taman bacaan. Atau mengajarkan kaum ibu yang buta askari. Insya Allah, keberkahan dan keberuntungan itu akan datang karena anugerah Allah.

 

Kalau ingin memelihara kupu-kupu. Jangan tangkap kupu-kupunya. Karena pasti ia akan terbang. Tetapi tanamlah bunga. Maka kupu-kupu akan datang sendiri dan membentangkan sayap-sayapnya yang indah. Bahkan bukan hanya kupu-kupu yang datang. Tapi kawanan yang lain pun datang; lebah, capung, dan lainnya juga akan datang. Semua jadi lebih indah.

 

Tetaplah berbuat baik dengan tulus karena-Nya. Agar esok jadi pelajaran. Bahwa kebaikan yang pernah diperbuat bisa jadi media meminta pertolongan kepada Allah SWT. Salam literasi. #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #GerakanLiterasi

 

Selasa, 22 Desember 2020

TBM Lentera Pustaka Imbau Gerakan Literasi Jauhi Prasangka Buruk

Hari gini, bisa jadi makin banyak orang berprasangka buruk. Mungkin karena kebiasaan. Atau karena memang jauh dari agama. Lalu menganggap, prasangka buruk sebagai hal yang biasa saja. Maka literasi adalah musuh prasangka buruk.


Menuduh teman sekelas menyontek hanya karena nilainya lebih bagus. Menyebut curang pihak lain karena kita kalah dalam sebuah kompetisi. Bahkan menyangka orang buruk padahal tidak mendengar secara langsung. Itu semua contoh prasangka buruk yang ada di sekitar manusia.


Prasangka buruk itu anggapan kurang baik tentang sesuatu yang belum disaksikan atau diselidiki sendiri. Dalam agama Islam, prasangka buruk merupakan perbuatan yang sangat dikecam. Karena tidak sedikit pun mendatangkan kebaikan. Maka ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah memperbanyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.'' (Al-Hujurat – 12).


Imam Sufyan Ats-Tsauri menyebut prasangka itu ada dua jenis. 1) Prasangka yang mendatangkan dosa, yaitu sangkaan yang ditampakkan melalui ucapan atau medsos dan 2) Prasangka yang tidak mendatangkan dosa, yaitu berprasangka dalam hati, namun bisa jadi pembuka jalan terjadinya prasangka yang dosa. Begitulah kira-kira.



Bila disadari, prasangka buruk itu sumber fitnah. Gunjingan demi gunjingan dihamburkan. Dan hebatnya, orang yang berprasangka buruk itu merasa dia benar. Sementara orang lain salah. Maka mereka yang berprasangka buruk sangat sulit untuk maju. Sulit untuk menatap ke depan. Hanya bisa berprasangka dan berjalan di tempat. Tanpa ada yang dilakukannnya.


Maka prasangka buruk pun jadi “musuh” dari gerakan literasi. Literasi bukan hanya soal baca atau tulis. Tapi literasi juga harus berani “melawan” prasangka buruk siapapun. Melawan mereka yang berprasangka tanpa dasar yang jelas, tanpa fakta yang dilihat sendiri. Termasuk melawan orang-orang yang 'hobi' mencari-cari kesalahan orang lain. Karena mereka tidak punya bahan obrolan lagi saat ngerumpi.


Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk. Karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”.

 

Sungguh, prasangka buruk bisa membuat kita jadi lebih suka mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Hati menjadi kotor, tidak lagi fitrah. Bahkan, mereka seolah-olah mengharapkan keburukan terjadi pada orang lain.

Lalu siapa mereka yang gemar berprasangka buruk? Cirinya sederhana; 1) mereka gemar membuat permusuhan, 2) ucapannya tidak ada dasar dan fakta, hanya emosi, 3) sehari-harinya seperti musuh dalam selimut, dan 4) doyan ngumpul namun perasaannya cemas dan gelisah. Jadi, hati-hatilah dengan prasangka buruk. Karena apa yang dipikir dan diucapkan itu hanya dusta.


Literasi itu akan meraih “kemenangan”. Saat Gerakan literasi di mana pun, mampu menjadikan manusia tidak lagi berkawan dengan prasangka buruk. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #GerakanLiterasi



Senin, 21 Desember 2020

Hari Ibu, Perempuan yang Rela Lapar Saat Anaknya Kenyang

Sama sekali tidak bisa dibantah. Bahwa “surga itu ada di telapak kaki Ibu.

Perempuan yang melahirkan dan mendidik setiap anak, dari bayi hingga dewasa. Perempuan yang rela lapar saat anaknya kenyang, Perempuan yang sudi haus saat anaknya sedang minum. Bahkan Ibu, sangat ikhlas menangsi di bangku rumah saat anaknya tertawa di kafe-kafe.

 

Maka hanya Ibu, sosok yang patut dihormati dan disayangi.

“Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu” begitu lirik lagu Iwan Fals. Memang tidak akan mampu seorang anak membalas jasa ibunya. Karena, bila ada rumah yang paling luas halamannya; bila ada harta yang paling banyak sedekahnya; bila ada guru yang paling sabar mengajarnya; bila ada sentuhan yang paling tulus belaiannya. Itu semua hanya ada pada Ibu.

 

Anak, sehebat dan sesukses apapun. Sudah pasti, tidak akan mampu membalas jasa dan pengorbanan ibu. Karena ibu, sosok yang paling gigih memperjuangkan mimpi anak-anaknya. Ibu pula sosok yang paling punya kasih sayang melebihi batas langit dan bumi.

 

Sungguh, di balik kesuksesan seorang anak. Pasti ada “tangan dingin” seorang ibu. Ada kekuatan doa dan restu ibu di belakang kesuksesan seoarng anak. Ibu yang berjuang sambil merintih saat anaknya dilahirkan. Ibu pula yang menyusui di jabang bayi saat kehausan. Dan ibu pula yang rela terbangun dari kantuknya. Saat di anak menangis di malam hari. Sekalipun letih, ia tetap mengganti popok si bayi. Apa yang dilakukan ibu kepada anaknya, bukan hanya soal tanggung jawab. Tapi, Ibu ikhlas dan rela melakukan apapun demi anak-anaknya.

 


Hati besar ibu memang tidak seluas media sosial. Tapi ibu pun, sama sekali tidak bisa direpersentasikan seperti medsos. Karena ibu tidak pernah ber-kamuflase. Sementara medsos sangat diramaikan kamuflase. Seperti momen di Hari Ibu. Betapa banyak anak yang hebat yang berkata-kata bijak tentang ibu. Bertutur indah tentang ibu. Tapi sayang itu semua sebatas di medsos, sebatas di dunia maya.

 

Karena medsos pula. Ibu kandung hari ini, seringkali dilupakan. Bahkan tidak lagi diminta nasihatnya. Anak-anak yang selalu lambat menjawab WhatsApp (WA) dari Ibu kandungnya. Ibu yang sering diceritakan. Namun sedikit sekali dikunjungi. Apalagi dipeluk oleh anak-anaknya. Prihatin pada Ibu yang di rumah, bukan ibu yang di dunia maya.

 

Sebagian anak bisa saja lupa. Betapa ajaibnya sentuhan tangan seorang Ibu. Selalu menguatkan di saat anaknya lemah. Selalu membangkitkan di saat anaknya terpuruk. Sentuhan Ibu tak akan pernah tergantikan oleh sentuhan orang lain. Bahkan oleh sentuhan seorang ayah yang hebat sekalipun.

 

Maka di momen Hari Ibu.

Saatnya anak menjenguk Ibu. Berkunjung ke rumah Ibu. Untruk sekadar melepas rindu seoarang Ibu kepada anaknya. Untuk menebar hormat dan kasih sayang anak kepada ibunya. Agar terpancar senyum dari raut wajah ibu. Sambil berucap terima kasih dan mohon maaf lahir batin hanya kepada Ibu. Karena tidak ada anak yang “miskin” selagi ia punya ibu yang hebat. Mumpung Ibu masih ada di dekat kita. Tidak seperti saya yang sudah tiga tahun ditinggal Ibu.

 

Agar sampai kapanpun. Batin sang Ibu tetap berkata, “Ya Allah, aku ridho kepada anak-anakku”. Selamat HARI IBU. #HariIbu #Ibu