Kamis, 29 Juni 2023

Kok Bisa Kamu Ngefans Berat kepada Manusia?

Ngefans itu berarti mengidolai seseorang. Entah itu artis, atlet, tokoh agama atau orang ngetop. Seperti kawan saya, ngefans banget sama Ayu Tingting. Ada pula yang ngefans sama grup Coldplay. Ada yang ngefans sama Desta arau Enzy Storia. Kalau saya sih ngefans sama Putri Ariani, anak disabilitas yang luar biasa berprestasi. Saking ngefans-nya, tidak sedikit orang menjadikan idolanya sebagai contoh. Meniru dan mencontoh apa yang dilakukan sang idola. Yah, boleh-boleh saja tapi …..

 

Jadi begini. Sebaiknya sih jangan terlalu berlebihan ngefans sama seseorang. Karena siapapun idola kita, ya mereka tetap manusia biasa juga. Pastilah mereka pun punya salah dan dosa juga. Nggak ada kok manusia yang sempurna. Apalagi sempurna itu hanya sebatas pikiran dan keinginan kita doang, sama sekali nggak ada. Mustahil. Maka, “jangan berlebihan ngefans atau benci pada seseorang”. Biasa-biasa saja. Siapapun, cintai kebaikannya dan bencilah keburukannya.

 

Ngefans berat ya. Idola banget. Hati-hati, nanti kecewa. Suatu kali, pernah ada orang yang selalu muji-muji idolanya secara berlebihan. Ehh, begitu sang idola berbuat salah akhirnya berubah jadi kebencian yang mendalam. Ada pula orang yang benci banget pada seseorang, ehh tahu-tahunya apa yang dipakainya itu pemberian orang yang dibencinya. Jadi nggak usah ngefans banget, rileks saja. Hidup itu pasang-surut, dan silih berganti. Persis, seperti malam yang gelap pun akan berganti pagi yang terang.

 

Jadi, nggak usah ngefans terlalu berat. Nggak usah pula benci terlalu berlebihan. Karena siapapun memang tidak mungkin menyenangkan semua orang. Kalau mau disenangi banyak orang, jadi tukang penjual eksrim saja. Pasti banyak yang senang dan memuji, karena enaknya bukan main. Namanya juga penjual eksrim, sekali menjilat langsung meleleh hehe.  

 

Kita dan siapapun, pasti tidak bisa menjadi seperti yang orang lain inginkan. Kita itu hanya bisa menjadi seperti yang kita inginkan. Jadi diri sendiri saja. Asal niat, ikhtiar, dan doanya yang baik-baik. Omongan dan perbuatan baik itu nggak ada ruginya. Karena tiap kebaikan itu pasti akan menemui jalannya sendiri. Perbuatan baik itu akan bertemu dengan orang-orang baik. Sehebat apapun orang buruk berjuang, tidak akan pernah mengalahkan kebaikan hakiki. Catat dan renungkanlah!  

 

Saat sudah bertindak baik, tidak apa ada yang membenci. Nggak masalah ada yang memusuhi. Tidak apa pula ada yang memfitnah. Memang begitu, sejarah kebatilan. Allah SWT saja difitnah punya anak, Nabi Muhammad SAW pun difitnah sebagai orang gila. Apalagi kita yang manusia biasa? Maka, jangan dengerkan yang nggak perlu didengar. Jangan lihat yang nggak perlu dilihat. Biarkan saja komentar dan suara-suara miring yang iri dan benci dengan kebaikan hidup kita. Toh, orang-orang itu tidak memberi manfaat sedikitpun. Membantu saja tidak, apalagi kasih makan? Iya nggak?

 

Ngefans pada siapapun biasa saja. Punya idola pun tidak usah berlebihan. Agar tidak kecewa.  Selagi masih di dunia apa saja bisa terjadi. Orang diam saja digibahi. Orang berbuat baik saja dibenci. Bahkan ada orang yang pernah dibantu mati-matian, ehh ujungnya difitnah. Begitulah drama kehidupan. Maka, jangan bergantung kepada manusia. Karena tiap manusia punya masalah dan motifnya sendiri. Cukup andalkan diri sendiri dan Allah SWT saja, di mana pun dan kapanpun. 

 




Tidak usah punya idola tidak apa-apa kok. Asal tetap berbuat baik dan menebarkan manfaat kepada orang lain. Sebisa dan semampu kita untuk bertindak yang lebih baik. Biarkan orang lain mencibir atau membenci. Karena segala yang jelek memang tugas mereka, bukan tugas kita.Tetaplah jadi pelangi di “awan mendung” orang lain.

 

Ngefans atau idola, cukup Allah SWT. Hanya kepada-Nya, kita berharap dan bergantung. Karena apa yang ditentukan-Nya pasti baik untuk kita. Jalani semua dengan sabar dan syukur. Sambil merenungkan, nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang akan kamu dustakan? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Rabu, 28 Juni 2023

Literasi Berkurban, Sembelih Ego Diri

Idul Adha selalu ditandai dengan ibadah kurban, menyembelih sapi atau kambing. Sebagai simbol keikhlasan atas apa yang telah menjadi kehendak-Nya. Ikhlas dalam menjalankan perintah Allah SWT. Ikhlas dalam menerima takdir-Nya, apapun bentuknya. Sebuah ajaran sikap lapang hati. Di samping menegaskan manusia bukanlah apa-apa selagi masih di dunia.

 

Saat berkurban, di dalamnya ada makna semangat kedermawanan. Bahwa hidup tidak cukup hanya kesalehan ritual. Tapi harus diikuti oleh kesalehan sosial secara konkret. Hewan kurban sebagai “sedekah” dari yang “mampu” kepada yang “kurang mampu”. Melalui kurban, siapapun bertanggung jawab unutk menghidupkan sikap solidaritas dan kepedulian sosial yang lebih nyata. Kepedulian yang tidak sebatas retorika atau diskusi. Berkurban untuk menggembirakan fakir miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta. Karena di luar sana, mungkin maih banyak saudara-saudara kita yang tidak mampu untuk membeli daging sapi atau kambing, Apalagi masuk restoran makan steak dengan membayar ratusan ribu rupiah.

 

Ibadah kuran, tentu bukan hanya menyembelih hewan. Tiap kali Idul Adha, siapapun diingatkan kembali akan adanya pelajaran penting dari ibadah kurban. Untuk selalu belajar dan merenungkan hakikat kehidupan. Ibadah kurban menjadi momen untuk belajar selalu rendah hati atau tawadhu dalam segala keadaan. Di samping belajar untuk tidak membedakan status dan kelas sosial siapapun. Karena semuanya sama di hadapan Allah SWT.

 

Pelajaran lain dari berkurban saat Idul Adha adalaj belajar peduli sosial untuk siap berkorban atas dasar takwa kepada-Nya. Selalu mencintai Allah SWT yang diikuti amal soleh. Belajar untuk berbuat baik kapan pun dan di mana pun, baik secara individu maupun kolektif. Sebagai wujud untuk menekan ego dan nafsu dunia. Berkurban bukan untuk dipuji orang lain tapi untuk menggapai ridho-Nya.

 


Berkurban adalah akhlak. Bukan sekedar menyembelih hewan. Tapi cara untuk “menyembelih” ego diri sendiri.  Menyembelih ego untuk mau menang sendiri. Menyembelih sifat dan perilaku buruk, seperti: berkeluh-kesah, bergibah, menghujat, mencaci-maki, atau menebar aib orang lain yang tidak ada untungnya. Karena keberanian “menyembelih” ego diri jaih lebih penting sebagai sarana introspeksi diri. Muhasabah diri.

 

Berkurban, berarti ikhlas menerima realitas. Untuk tidak menghina atau menghujat "kekurangan" yang ada pada orang lain. Karena bila kekurangan itu ada pada akhlak dan agamanya, bantulah untuk memperbaikinya. Bila kekurangan itu pada fisiknya, maka beradablah kepada yang telah menciptakannya. Karena semua yang terjadi sudah pantas untuk kita dan sudah dalam kehendak-Nya.

 

Selalu ada pelajaran berharga di balik ibadah kurban. Belajar dari masa lalu untuk masa depan yang lebih baik. Kurban yang bukan sekedar menyembelih hewan. Namun selalu ikhtiar untuk lebih ikhlas dalam segala keadaan, di samping tetap bersyukur atas apa yang sudah dimiliki. Selamat Idul Adha, selamat berkurban. Salam literasi!

Selasa, 27 Juni 2023

Ayo Menulis, Jangan Banyak Omong

Menulis, memang tidak mudah. Tapi daripada banyak omong sih lebih baik menulis. Karena dengan menulis, kita sedang ber-ekspresi. Atas segala kegelisahan maupun idealisme yang menyeruak di kepala. Lebih baik menulis daripada bicara, Lebih nyata karyanya, lebih ada dampaknya. Daripada banyak omong, yah hanya sebatas omongan yang “belum tentu” bisa dibuktikan kebenarannya. Itulah pentingnya menulis buat saya.

 

Alhamdulillah, hingga kini saya masih tetap menulis. Setiap hari menulis tanpa mengenal lelah. Bahkan hingga saat ini, sudah 45 buku yang sudah saya tulis. Ada yang ditulis sendiri , ada yang ditulis bersama-sama. Dalam kurun waktu dari 2010-2022, rata-rata 3,75 buku per tahun yang saya tulis dan diterbitkan. Buku-buku saya bisa diperoleh di toko buku atau di toko online. Hanya saja di toko online, banyak yang “bajakan”. Buku bajakan, memang masih jadi realitas penulisan buku yang “belum terselesaikan” di Indonesia.

 

Suatu kali, saya ditanya. Kenapa menulis? Maka jawab saya pun sederhana. Saya menulis untuk diri sendiri. Menulis sebagai sarana introspeksi, ekspresi bahkan menyehatkan pikiran. Menulis, bagi saya seperti sedang ber-olahraga. Terkadang, menulis pun seperti makan atau tidur. Sebuah momen penting untuk membangun mental positif, menjaga hati dan pikiran tetap sinkron. Lagi pula, ada banyak hal sederhana di sekitar kita yang selalu bisa ditulis. Maka lebih baik saya tuliskan daripada saya bicarakan. Karena menulis pula saya sehat hingga kini, alhamdulillah.   

 

Memang benar, tidak semua tulisan disukai orang, Bahkan tidak sedikit orang yang “nyinyir” akibat tulisan saya. Mungkin karena merasa disindir atau tersinggung. Yah, saya sih menyikapinya dengan biasa saja. Seharusnya sih, bila tidak setuju dengan tulisan orang lain ya sebaiknya dibalas dengan menulis pula. Bukan malah intimidasi atau bergibah tentang tulisan. Biar objektif, tulisan dibalas tulisan. Jadi tips sederhana dalam menulis adalah “jangan pusing dengan penilaian orang lain tapi pusinglah bila tidak menulis yang berarti tidak berbuat apa-apa”. Karena hingga sekarang, orang yang menulis pasti bisa mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya. Berbeda dengan orang yang banyak bicara, sama sekali sulit diketahui kenyataannya apalagi kebenarannya. Iya nggak?

 


Menariknya, saat saya menulis justru saya makin “bersahabat” dengan 1) pengalaman, 2) pengetahuan, dan 3) perasaan. Ketiga itulah yang jadi sumber tulisan saya. Agar saya tidak ngalor-ngidul, seperti orang-orang yang banyak bicara, banyak bergibah. Menulis itu butuh proses, tidak mungkin instan. Sikap, pikiran, dan hati saling berproses sehingga bisa jadi satu tulisan. Jadi anggap saja, menulis untuk menyamakan gerak langkah “sikap-pikiran-hati”. Begitulah kira-kira.  

 

Seperti kata bijak “scripta manent verba volant”. Apa yang tertulis akan abadi, apa yang terucap akan hilang. Itulah prinsip menulis. Semua tulisan yang dipublikasikan atau diterbitkan pasti bisa dipertanggungjawabkan oleh penulisnya. Karena menulis itu perbuatan bukan pelajaran. Menulis juga soal keberanian bukan kekhawatiran. Itulah alasan sederhana, kenapa saya harus menulis.

 

Patut diketahui, saya menulis tidak untuk cari uang. Bukan pula untuk menyelamatkan dunia atau mengejar popularitas. Sama sekali tidak. Saya menulis karena sudah jadi kebiasaan, sudah jadi gaya hidup. Ibarat kata “saya tidak bisa tidur bila belum menulis”. Maka setiap hari saya menulis. Minimal 300 kata atau bisa juga 6.000 karakter. Tentang apa saja yang saya alami, saya ketahui, atau saya rasakan. Dan maaf, saya tidak bisa menulis untuk mewakili pengalaman atau perasaan orang lain. Karena jadi “orang lain” itu susah banget. Lebih baik jadi diri sendiri saja. Disukai atau tidak disukai, ya apa adanya saja. Tetap jadi diri sendiri itu lebih baik.

 

Dan yang paling penting, menulis itu mengajarkan kepada saya tentang pentingnya sikap sabar. Sabar saat menulis, sabar saat menyikapi realitas kehidupan. Maka bila ditanya, bagaimana cara menulis? Saya pun menjawan, resep menulis yang paling jitu adalah “menulis, menulis, dan menulis”. Bukan banyak omong atau banyak seminar. Menulislah selagi bisa dan belum dilarang. Salam literasi. #PegiatLiterasi #KenapaMenulis #MenulisBuku



Senin, 26 Juni 2023

Tempat Meditasi Asyik di Kaki Gunung Salak Bogor, Apa Itu?

Banyak orang selalu takjub saat melihat pemandangan gunung yang indah. Takjub pada panorama alam yang indah. Takjub saat matahari terbenam di hamparan lautan yang luas. Takjub pada bunga-bunga indah di taman. Pemandangan yang eksostis dan menyegarkan. Healing atau apalah namanya, sebagai ekspresi ketakjuban pada alam. Kata pendaki gunung, makin tinggi mendaki gunung makin indah pemandangannya. Siapapun, semakin kita melihat jauh ke alam maka akan semakin paham. Bahwa Tuhan Yang Maha Esa sangat sempurna, semua anugerah-Nya indah. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kita dustakan?

 

Sayangnya, banyak yang lupa. Pemandangan indah itu tidak selalu alam. Sesuatu yang indah tidak selalu gunung, tidak selalu laut atau bunga di taman. Masih ada pemandangan indah yang lahir dari jiwa kemanusiaan. Keindahan yang lahir dari kepedulian. Sehingga mampu menghadirkan senyum dan harapan pada orang lain. Seperti puluhan anak yang membaca buku di tengah gempuran era digital. Anak-anak yang selalu tersenyum saat berada di taman bacaan. Anak-anak yang selalu dekat dengan buku bacaan, bahkan diantar orang tuanya untuk selalu rajin ke taman bacaan. Pemandangan indah itu yang sering terjadi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.

 

Sangat indah pemandangannya. Ketika anak-anak yang sebelumnya tidak punya akses bacaan, kini berubah menjadi pembaca buku. Senang membaca buku, gembira bermain di taman bacaan. Diberi tahu cara membaca yang benar, dimotivasi oleh tamu-tamu yang datang berbakti sosial, saling berinteraksi sesama teman sebaya, hingga bermain games bersama. Selalu ada senyum di taman bacaan, sebagai ekspresi keindahan atas nama kemanusiaan dan kepedulian. Sungguh, sebuah pemandangan langka benar-benar terjadi di taman bacaan.

 

Seperti saat merenungi pemandangan alam yang indah, anak-anak yang membaca buku pun menyadarkan siapapun akan besarnya dan melimpahnya anugerah Allah SWT. Buku-buku yang mendatangkan milyaran hal yang menakjubkan di dalamnya. Siapapun yang melihatnya pasti terkagum-kagum, sambil bertanya dalam hati, ”masih ada ya anak-anak yang mau membaca di zaman begini?”. Maka, alam dan taman bacaan hanya mengingatkan. Syukurilah apa yang ada dan petiklah milyaran hikmah dari perbuatan baik yang dilakukan atas nama kemanusiaaan dan kepedulian. Hingga alam pun tidak pernah letih memberikan pelajaran tentang kehidupan.

 


Sesuatu yang indah, tidak selalu ada di gunung, laut, atau bunga di taman. Tapi indah pun ada di taman bacaan, ada di buku-buku. Selain menjadi obat hati. Alam dan buku sering kali dijadikan tempat meditasi. Sarana untuk menjernihkan pikiran dan menentramkan jiwa bagi yang mampu menikmatinya. Untuk selalu mempertajam fokus dalam perbuatan baik, sambil membuang seluruh emosi negatif. Agar lebih lebih tenang, nyaman, dan produktif. Karena memang tidak ada ruginya bersahabat dengan alam dan buku-buku bacaan sekalipun banyak orang lebih memilih bersahabat dengan gaya hidup dan sikap konsumtif.

 

Alam dan buku bacaan adalah praktik baik tentang pemandangan indah. Untuk selalu disyukuri dan dinikmati. Karena gunung yang indah tidak harus didaki. Buku-buku bacaan pun tidak harus dibaca bila sudah “mengakrabi-nya”. Bula dekat dengan alam itu baik, maka dekat dengan buku-buku bacaan pun sangat baik. Karena perintah-Nya, jangan meninggalkan apapun selain jejak baik. Dan jangan membunuh apapun selain waktu yang tidak bermanfaat. Teruslah membaca, membaca, dan membaca. Iqra!

 

Selain menjadi pemandangan indah, Allah SWT pasti menjadikan akan dan buku-buku bacaan sebagai tempat merenung bagi siapapun yang mau berpikir. Salam literasi! #TamanBacaan #TBM LenteraPustaka #BacaBukanMaen





Sabtu, 24 Juni 2023

TBM Lentera Pustaka Selalu Gelar Kampanye Ayo Baca

Salah satu cara meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selalu menggelar ”Kampanye Ayo Baca”. Sambil membawa buku bacaan, sekitar 50-an anak dan orang tua berkeliling kampung untuk mengkampanyekan pentingnya membaca buku seperti yang terjadi pada Minggu, 25 Juni 2023. Selain untuk mensosialisasikan pentingnya membaca buku di taman bacaan., kampanye ayo baca juga menjadi cara sederhana mengajak anak-anak lain dan masyarakat untuk "dekat" dengan buku.

 

Kampanye ayo baca dilakukan sebulan sekali di TBM Lentera Pustaka dengan bimbingan wali baca dan relawan selama dalam perjalanan. Jarak tempuh berjalan kaki bisa mencapai 1 – 1,5km atau memakan waktu 20-30 menit berjalan kaki. Aktivitas literasi ini pun menjadi realisasi dari taman bacaan untuk lebih inklusif. Sebuah aktivitas taman bacaan yang melibatkan anak-anak pembaca dan orang tua untuk mendukung kegiatan membaca buku di masyarakat.

 

Taman bacaan yang inklusif, pada dasarnya memang harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua elemen masyarakat dan anak-anak untuk terlibat secara aktif. Sesuai dengan peran dan kontribusinya masing-masing, tanpa membedakan latar belakang anak. Seperti anak-anak difabel yang ada di TBM Lentera Pustaka pun ikut terlibat dan diperlakukan egaliter, seperti anak-anak pada umumnya.

 


Patut diketahui, setelah 6 tahunn berjalan, TBM Lentera Pustaka melalui tagline “Baca Bukan Maen” telah menjalankan 15 program literasi. Diantaranya adalah TAman BAcaan (TABA) dengan 100-an anak pembaca aktif dari 3 desa, GERakan BERantas BUta aksaRA (GEBEBURA) dengan 9 ibu warga belajar, KElas PRAsekolah (KEPRA) dengan 26 anak, TBM Ramah Difabel, YAtim BInaan (YABI) dengan 14 anak yatim, JOMpo BInaan (JOMBI) dengan 12 kaum jompo, Koperasi Lentera dengan 25 anggota, dan MOtor BAca KEliling (MOBAKE) atau motor pustaka yang giat keliling kampung menyediakan akses bacaan. Beroperasi 6 hari dalam seminggu, kini TBM Lentera Pustaka melayani tidak kurang dari 200 orang sebagai pengguna layanan setiap minggunya dengan dukungan 5 wali baca dan 12 relawan.

 

Melalui kampanye ayo baca, TBM Lentera Pustaka pun bertekad untuk terus mensosialisasikan pentingnya membaca buku sam bil mengajak anak-anak yang belum bergabung ke taman bacaan. Tanpa memandang kondisi anak, tanpa diskriminasi. Sebagai cerminan taman bacaan masyarakat yang inklusif. Karena tanpa baca, siapapun akan merana. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #TamanBacaan

 

 



Tingkatkan Literasi Dana Pensiun, Asosiasi DPLK Gelar BIK 2023 ke Siswa SD-SMP

Sebagai bagian dari rangkaian Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2023, , Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) menggelar edukasi “Apa Itu Dana Pensiun?” yang dihadiri 40 anak pembaca aktif siswa SD dan SMP serta 20 ibu-ibu Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Taman Bacaan Lentera Pustaka Bogor (24/6/2023). Edukasi dana pensiun bertajuk “bulan keluarga” ini bertujuan untuk mengenalkan dana pensiun sejak dini kepada siswa SD-SMP dan orang tuanya. Agar saat mereka dewasa dan bekerja, sudah memiliki “cara pandang” untuk memiliki program pensiun.

 

Bertindak sebagai pembicara, Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK) yang memberi edukasi tentang perlunya menyiapkan program pensiun. Maka para siswa SD-SMP diimbau untuk sekolah terus dan saatnya bekerja nanti harus mempunyai program penisun. Sekalipun waktunya masih lama, siswa SD-SMP  perlu dikenalkan tentang dana pensiun. Agar saat dewasa nanti, mampu mewujudkan hari tua atau masa pensiun yang nyaman. Cara sederhananya, siswa SD-SMP pun diajak mulai menabung sejak dini. Agar saat punya kebutuhan mendesak, tabungannya bisa dipakai untuk kebutuhan tersebut. Tidak utang atau meminjam uang ke orang lain.

 

“Edukasi pengenalan dana pensiun ini menjadi bagian dari Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2023 sesuai arahan OJK. Asosiasi DPLK mengambil peran untuk memperkuat literasi siswa SD-SMP agar lebih kenal dana pensiun. Minimal, anak-anak usia sekolah ini kenal ap aitu dana pensiun? Selama ini mereka sudah rajin membaca buku maka pengenalan sejak dini dana pensiun pun perlu dilakukan” kata Syarifudin Yunus di sela acara edukasi..

 


Pengenalan dana pensiun ke siswa SD-SMP ini dilakukan sekaligus untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi dana pensiun. Karena hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutn tingkat literasi dana pensiun berada di 30,46%, sedangkan tingkat inklusi dana pensiun hanya 5,42%. Untuk itu, edukasi dana pensiun dalam bentuk apapun patut dilakukan, di samping mensosialisasikan pentingnya dana pensiun. Dalam BIK 2023 ini pun Asosiasi DPLK akan menggelar edukasi setiap bulan hingga puncaknya nanti di Bulan Oktober 2023 dengan tema “Akses Keuangan Merata, Masyarakat Sejahtera”.

 

Untuk diketahui, industri DPLK di Indonesia per Maret 2023 telah mengelola aset lebih dari Rp. 125 triliun dengan melayani 3,6 juta peserta. Melalui penguatan literasi dan inklusi yang dilakukan pelaku DPLK, harapannya nanti akan meningkatkan aset kelolaan dan kepesertaan DPLK di Indonesia. Melalui edukasi dana pensiun ke depan, diharapkan siswa SD-SMP-SMA bahkan masyarakat Indonesia pada akhirnya punya kesadaran memiliki dana pensiun. Sebagai bagian untuk meningkatkan kualitas kehidupan di masa depan, di hari tua. Salam literasi. #AsosiasiDPLK #BIK2022 #LiterasiFinansial #TBMLenteraPustaka

Jumat, 23 Juni 2023

Literasi Berqurban di Taman Bacaan

Adalah realitas di dekat kita. Ada orang yang begitu hebat dalam bertuhan. Tapi sayang kemanusiaannya kosong. Ada orang yang begitu hebat dalam berilmu tapi adabnya begitu buruk. Ada orang yang begitu banyak hartanya tapi tidak peduli kepada orang-orang yang kelaparan. Jadi, untuk apa semua itu. Jika hidup pada akhirnya tidak memberikan manfaat kepada orang lain. Apakah kita lupa, tujuan manusia diciptakan di dunia ini?

 

Imbauan untuk berbagi dan sedekah, mungkin tidak akan pernah lekang oleh waktu. Ikhtiar untuk peduli kepada orang-orang membutuhkan uluran tangan kita. Kepada siapapun dan di mana pun. Tanpa mengenal status sosial bahkan latar belakangnya. Karena “Barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).

 

Sebentar lagi Idul Adha 1444 H tiba. Waktunya siapapun yang mampu untuk ber-qurban, menyembelih hewan. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT, di samping tanda syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Bisa jadi, qurban dan sedekah yang kita lakukan akan buka pintu rezeki yang lain.

 

Karena sejatinya, orang yang berqurban dan rajin sedekah tidak akan jatuh miskin dan bangkrut. Apa ada orang yang bersedekah lalu miskin karenanya. Jangan khawatir, ber-qurbanlah. Mungkin qurban itu yang menjadikan kita lebih berkah, lebih baik lagi ke depan. Apalagi qurban tetap lebih utama dari sedekah yang senilai qurban.

 


Sangat disayangkan, bila siapapun enggan berqurban tahun ini. Benar-benar rugi dan mungkin belum tentu kesempatan ber-qurban ada lagi. Jadi, kenapa masih ragu ber-qurban tahun ini? Nabi Muhammad SAW sudah meyakinkan kita bahwa “Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558). Jadi, ke mana akan pergi harta yang tertinggal?

 

Ada orang yang begitu banyak hartanya tapi tidak peduli kepada orang-orang yang kelaparan. Hingga lupa dari mana berasal dan mau ke mana akan menuju? Siapapun di dunia ini, sesungguhnya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

 

Hidup adalah timbal balik. Apa yang disedekahkan akan kembali, apa yang ditanam juga akan tumbuh. Maka apa yang diqurbankan pun akan berbuah pahala. Semoga menjadi berkah. Salam literasi!

 

Dana Pensiun di Indonesia, Kok Bisa Literasinya Meningkat tapi Inklusinya Menurun?

Ini sebuah catatan kritis tentang dana pensiun di Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tingkat Literasi Dana Pensiun tahun 2022 meningkat menjadi 30,46% dibandingkan tahun 2021 yang 14,13%. Namun tingkat Inklusi dana pensiun menurun dari 6,18% di tahun 2021 menjadi sebesar 5,42% di tahun 2022. Secara sederhana, indeks dana pensiun di Indonesia dapat dikatakan tingkat pengetahuan masyarakat pentingnya dana pensiun meningkat dari 14% menjadi 30%. Tapi sayangnya, ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun justru berkurang dari 6% menjadi 5%.

 

Harus diakui, tren indeks literasi dan inklusi dana pensiun Indonesia masih belum optimal. Secara umum, survei nasional SNLIK 2022 dari OJK menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 49,68%, naik dibanding dari 38,03 persen pada tahun 2019. Sementara indeks inklusi keuangan  mencapai 85,10% di tahun 2022, meningkat dari 76,19% pada tahun 2019. Maka ada “pekerjaan rumah” bagi industi dana pensiun di Indonesia untuk meningkatkan tingkat inklusi dana pensiun di masyarakat.

 

Dana pensiun akan disebut inklusif, bila memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memiliki perlindungan di hari tua dan memiliki kecukupan dana saat masa pensiun tiba. Tanpa memandang profesi atau besar penghasilan, dana pensiun perlu menyediakan akses masyarakat untuk mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan keuangannya di masa pensiun, di hari tua. Sayangnya, saat ini tingkat inklusi dana pensiun baru mencapai 5%. Berarti, masih ada 95% masyarakat di luar sana yang belum punya dana pensiun. 

 

Bila disepakati secara konkret, literasi dana pensiun adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Maka literasi berkaitan dengan pemahaman akan pentingnya dana pensiun. Sementara inklusi dana pensiun bertumpu pada ketersediaan akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk/layanan dana pensiun di lembaga keuangan formal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan. Maka inklusi bertumpu pada ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun.

 

Adalah fakta, 9 dari 10 pekerja di Indonesia saat ini tidak siap untuk pensiun. Akibat tidak tersediuanya dana yang mencukupi di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Sementara realitas lain menyebut 7 dari 10 orang pensiunan di Indonesia pun mengalami masalah keuangan. Dampaknya saat pensiun, 70% pensiunan bergantung pada orang lain, 20% bekerja lagi, dan hanya 10% pensiunan yang sejahtera. Mau tidak mau, persiapan masa pensiun sangat penting dikampanyekan untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun.

 


Sulit dibantah oleh siapapun, bahwa untuk mempersiapkan masa pensiun yang nyaman seharusnya melalui dana pensiun. Bukan produk keuangan lainnya. Karena dana pensiun, memang didedikasikan khusus untuk kesejehteraan di masa pensiun. Sayangnya, masyarakat belum memilih dana pensiun sebagai “kendaraan” untuk mempersiapkan hari tua. Akibat kurangnya pemahaman dan akses untuk memiliki dana pensiun.

 

Dalam kaitan untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun di masyarakat, menurut saya, setidaknya ada 2 (dua) cara yang harus ditempuh yaitu 1) edukasi berkelanjuutan akan pentingnya dana pensiun dan sosialisasi manfaat dana pensiun bagi orang per orang untuk hari tua dan 2) akses yang mudah untuk membeli dana pensiun, khususnya DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) harus segera diwujudkan agar masyarakat gampang membeli program pensiun. Kemudahan akses dana pensiun, mau tidak mau, harus dilakukan melalui “pension digital” seperti yang sudah dikembangkan pada industri jasa keuangan non bank lainnya.

 

Literasi dana pensiun yang baik semestinya tidak boleh berhenti tanpa diikuti inklusi dana pensiun. Artinya, pemahaman tentang dana pensiun seharusnya diikuti dengan pengambilan keputusan untuk membeli dan memiliki program pensiun. Untuk itu, kemudahan akses terhadap dana pensiun menjadi “pekerjaan rumah” tersendiri bagi industri dana pensiun. Karena inklusi dana pensiun, sejatinya tidak hanya sebatas penyediaan produk dana pensiun semata. Tapi harus memenuhi 3 (tiga) elemen inklusi keuangan seperti: a) perluasan akses kepemilikan dana pensiun, b) penggunaan produk dana pensiun, dan c) peningkatan kualitas produk dan layanan dana pensiun itu sendiri. Plus, pentingnya dukungan regulasi yang mampu meningkatkan aset dan kepesertaan dana pensiun sekaligus untuk mempercepat akumulasi sumber dana jangka panjang sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional.

 

Saat ini, ada sekitar 136 juta pekerja di Indonesia, 60%-nya di sektor informal dan 40%-nya di sektor formal. Tapi sayangnya, hanya 5% dari mereka yang sudah memiliki dana pensiun. Maka 95% sisanya, adalah “pekerjaan rumah” yang berat untuk selalu di-edukasi dan diberi kemudahan akses terhadap dana pensiun. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #EdukatorDanaPensiun

Kamis, 22 Juni 2023

Inilah Syarat Utama Taman Bacaan dan Pegiat Literasi Berkiprah?

Lagi viral nih, pungutan liar (pungli) di rutan KPK nilainya mencapai Rp. 4 milyar. Kok bisa ya? Katanya lembaga KPK bersih dan memberantas korupsi, ternyata ya korupsi juga. Ada pula viral lagi tentang mimpi yang di-cuit, berkisah tentang mantan presiden naik kereta segerbong sambil ngopi. Bila niatnya baik ya semoga saja terwujudu. Yang jelas, apapun yang viral. Pasti ada hikmah dan pelajaran yang harus dipetik.

 

Tapi ada yang nggak bakal viral. Yaitu aktivitas taman bacaan dalam menegakkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Karena membaca sudah (relatif) di tinggal banyak orang. Taman bacaan pun sulit viral karena bukan “panggung” untuk popularitas. Aktivitas membaca dan pegiat literasi hanya urusan sosial. Berkiprah di tama bacaan memang bukan untuk dipuji atau hanya sebatas seremoni.

 

Maka di era digital penting taman bacaan di manapun terus berjuang, Untuk mengajak anak-anak Indonesia membaca. Bukan hanya untuk menambah ilmu pengetahuan dan akhlak. Tapi lebih dari itu, untuk menyeimbangkan aktivitas sehari-hari yang kurang manfaat seperti bermain gawai, nongkrong atau menonton TV. Tetap menebar virus membaca, meng-eksekusi kebaikan sekaligus menebar manfaat melalui buku-buku bacaan.

 

Komitmen itulah yang masih dipelihara Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Membiasakan anak-anak usia sekolah untuk tetap membaca. Bermain dan tertawa dekat buku bacaan. Sekalipun tidak ada rapor tidak ada presensi, taman bacaan tetap berkiprah di tengah “jalan sunyi” pengabdian. Taman bacaan yang konsisten dan sepenuh hati menyediakan akses bacaan anak-anak di kampung yang selama ini tidak punya tempat membaca.

 

Setelah 6 tahun berjalan dan koleksi lebih dari 10.000 buku bacaan, TBM Lentera Pustaka kini melayani aktivitas TAman BAcaan (TABA) dengan 100-an anak pembaca aktif yang berasal dari 3 desa, GERakan BERantas BUta aksaRA (GEBEBURA) dengan 9 ibu warga belajar, KElas PRAsekolah (KEPRA) dengan 26 anak, TBM Ramah Difabel, YAtim BInaan (YABI) dengan 14 anak yatim, JOMpo BInaan (JOMBI) dengan 12 kaum jompo, Koperasi Lentera dengan 25 anggota, dan MOtor BAca KEliling (MOBAKE) atau motor pustaka yang giat keliling kampung menyediakan akses bacaan. Dengan dukungan 5 wali baca dan 12 relawankini TBM Lentera Pustaka melayani tidak kurang dari 200 orang sebagai pengguna layanan setiap minggunya, beroperasi 6 hari dalam seminggu.

 

Maka pesannya, taman bacaan di mana pun harus cari jalan bukan cari alasan. Taman bacaan yang fokus mengurus tata kelolanya dan mencari kreasi berliterasi. Agar tetap eksis dan bertahan di tengah gempuran era digital. Taman bacaan yang tetap ikhlas berkiprah untuk gerakan literasi dan perilaku membaca anak. Memang sulit dan tidak mudah bertahan di taman bacaan. Tapi pada akhirnya, taman bacaan memang harus cari jalan bukan cari alasan.

 


Gimana caranya taman bacaan bisa tetap eksis? Tentu, taman bacaan harus berproses sambil istikomah untuk jangan berharap kepada orang lain. Jangan bergantung kepada siapapun tapi selalu ikhtiar baik atas nama kemanusiaan. Jangan terlalu percaya, jangan terlalu berharap di taman bacaan. Tapi cukup berkiprah sepenuh hati saat berada di taman bacaan. Karena perbuatan baik pasti akan kembali ke pemiliknya. Apa yang ditanam pun pasti akan tumbuh. Maka taman bacaan, cukup menggantungkan harapan kepada Allah SWT setelah niat dan ikhtiar yang baik sebagai praktik baik.

 

Siapapun yang ada di taman bacaan, harus terus memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. Jangan sampai hubungan dengan Allah seperti mobil ambulans, hanya menghubunginya saat darurat saja. Akan tetapi, pegiat literasi dan aktivis taman bacaan harus selalu bergantung kepada Allah SWT, baik saat darurat maupun saat lapang. Karena sejatinya, apa dilakukan di dunia hanya untuk Allah SWT bukan untuk mendapat pujian dari orang lain.

 

Ketahuilah, siapapun dan taman bacaan di mana pun. Sangat sulit menggapai berkah pada setiap aktivitasnya bila menggantungkan harapan kepada orang lain. Kenapa tidak bergantung kepada Alllah SWT? Karena apapun yang terjadi dan dialami taman bacaan, sudah pasti atas kehendak-Nya. Optimis dan berpikir positif terhadap Allah SWT, itulah syarat utama eksistensi taman bacaan.

 

Taman bacaan itu jalan dakwah. Dakwah itu mencintai-Nya. Maka taman bacaan cukup fokus cari jalan, bukan cari alasan. Seperti firman-Nya, “Katakanlah: jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian” (Al-Imran: 31). Salam literasi #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi #TamanBacaan

 

Selasa, 20 Juni 2023

Baca Bukan Maen, Tagline Taman Bacaan untuk Ajak Anak-anak Membaca Buku

Baca Bukan Maen, adalah tagline Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Tiap kali aktivitas membaca di taman bacaan ini, saat diteriaki “salam literasi”. Maka serentak anak-anak dan siapapun yang ada di taman bacaan akan menjawab “baca bukan maen” sambil menunjukkan posisi jari “L”. Sebagai simbol “literasi”.

 

Tagline “Baca Bukan Maen”, dipilih TBM Lentera Pustaka bukan tanpa alasan. Selain menjadi spirit yel-yel yang ada di taman bacaan, Baca Bukan Maen memiliki filosofi yang terdiri dari dua makna. Yaitu 1) menjaga keseimbangan antara membaca dan bermain agar anak-anak usia sekolah sehari-hari tidak hanya main tapia da aktivitas positif untuk membaca buku dan 2) mengubah perilaku anak menjadi membaca bukan bermain agar membaca jadi kebiasaan, di samping taman bacaan menjadi sentra kegiatan anak-anak usia sekolah.

 

Di era digital dan media sosial seperti sekarang, harus disadari keberadaan taman bacaan memiliki peran penting dalam membentuk perilaku membaca anak. Sekaligus untuk “menghidupkan kembali” kegiatan membaca anak-anak dan masyarakat. Akibat waktu mereka tersita untuk aktivitas yang tidak bermanfaat, seperti main gawai atau menonton TV. Maka sebagai wujud tanggung jawab moral dan sosial, taman bacaan masyarakat hadir untuk menegakkan tradisi baca dan budaya literasi di masyarakat.

 

Baca Bukan Maen hanya ingin mengingatkan. Saat liburan sekolah, ada baiknya anak-anak diajak membaca buku. Orang tua yang menyarankan anak-anaknya untuk datang ke taman bacaan. Sebagai ikhtiar untuk membentuk kebiasaan membaca anak-anak. Mengisi liburan sekolah dengan membaca buku di taman bacaan. Bukan hanya main atau nongkrong semata. Karena membaca buku, sama sekali tidak ada ruginya.

 


Memang tidak mudah, untuk mengajak anak-anak usia sekolah membaca buku. Apalagi di kaki Gunung Salak Bogor, di mana TBM Lentera Pustaka beroperasi yang selama ini anak-anak dan masyarakatnya tidak memiliki akses bacaan. Tidak punya kebiasaan membaca. Maka “Baca Bukan Maen” harus didukung oleh komitmen dan konsistensi dalam berliterasi dan mengelola taman bacaan. Untuk itu, TBM Lentera Pustaka memilki metode “TBM Edutanment” sebagai cara beda tata kelola taman bacana. Sebuah metode yang berbasisi edukasi dan entertainment dalam megelola taman bacaan.

 

Dan kini, setelah 6 tahunn berjalan, TBM Lentera Pustaka melalui tagline “Baca Bukan Maen” telah mengelola 15 program literasi. Dinataranya adalah TAman BAcaan (TABA) dengan 100-an anak pembaca aktif dari 3 desa, GERakan BERantas BUta aksaRA (GEBEBURA) dengan 9 ibu warga belajar, KElas PRAsekolah (KEPRA) dengan 26 anak, TBM Ramah Difabel, YAtim BInaan (YABI) dengan 14 anak yatim, JOMpo BInaan (JOMBI) dengan 12 kaum jompo, Koperasi Lentera dengan 25 anggota, dan MOtor BAca KEliling (MOBAKE) atau motor pustaka yang giat keliling kampung menyediakan akses bacaan. Beroperasi 6 hari dalam seminggu, kini TBM Lentera Pustaka melayani tidak kurang dari 200 orang sebagai pengguna layanan setiap minggunya dengan dukungan 5 wali baca dan 12 relawan.

 

Aktif di taman bacaan memang tidak popular ketimbang nongkrong di kafe-kafe atau komunitas hobi olahraga. Tapi TBM Lentera Pustaka yakin bahwa taman bacaan bisa jadi jalan hidup untuk menebar kebaikan dan manfaat kepada sesama. Sebagai aktivitas sosial yang berbasis hati, bukan hanya logika. Baca Bukan Maen, tanpa membaca kita merana. Salam literasi #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan