Minggu, 30 Juli 2023

Dan Semuanya Berujung ke Tempat Sampah

Dunia memang fana. Karena semua yang ada di dunia akan sirna. Seperti omongan yang sering kita ucapkan pun akan sirna, tiada berbekas. Apapun cerita yang pernah kita buat itu semua sementara. Tidak ada yang abadi, selagi masih di dunia. Masih belum percaya?

 

Silakan dicek dan direnungkan sejenak.

Kemarin, kita pernah memiliki sepatu, jam tangan, tas, dan barang-barang yang katanya branded. Selalu dijaga, disimpan dan dibangga-banggakan itu namun pada akhirnya rusak dan terbuang di tempat sampah.

 

Kemarinnya lagi, kita pernah memiliki baju kesayangan, gaun yang dianggap mentereng. Selalu dicuci bersih, dilipat, diberi pewangi toh akhirnya kusam, lusuh. Sudah tidak muat lagi dan terbuang di tempat sampah.

 

Kemarin pun kita pernah memiliki berbagai makanan lezat, katanya nikmat dan menggugah selera. Tapi pada akhirnya jadi kotoran, membusuk hingga tidak layak dimakan lagi dan terbuang di tempat sampah.

 

Bahkan 10 tahun lalu, kita pernah memiliki kendaraan seharga ratusan juta yang selalu disombongkan, diservis, bahkan dipakai untuk maksiat. Namun akhirnya rusak, tidak pakai hingga menjadi rongsokan dan terbuang di tempat sampah.

 

Ya begitulah dunia. Semuanya akan sirna dan binasa di tempat sampah.  Seindah apapun kejadian yang dialami suatu hari nanti tetap akan menjadi kenangan. Sehebat apapun omongan yang dikarang, pada waktunya akan menjadi sekadar cerita. Dan semegah apapun kehidupan di dunia, suatu hari nanti pasti akan ditinggalkan.

 


Karena di dunia, semua serba sementara. Semua pasti akan sirna. Dan semua akan tetap binasa tanpa terkecuali. Hanya kebaikan-kebaikan yang kita lakukan yang akan abadi. Hanya ilmu yang bermanfaat yang akan menjadi bekal ke akhirat nanti. Itulah yang membedakan dunia dan akhirat. Tinggal dipilih mau di mana?

 

Berujung ke tempat sampah, apapun yang ada di dunia. Maka hari ini, jika kita ingin melihat keadaan dunia dengan segala kesenangan dan kemewahannya. Apapun yang kemarin kita diperebutkan. Siapapun yang kemarin selalu dibanggakan. Dan apapun yang diomongkan. Maka datanglah ke tempat sampah. Lihat dan renungkan, bagaimana semuanya berakhir dan menjadi tidak berarti lagi.

 

Jadi, apa yang mau disombongkan di dunia? Tidak ada kecuali berakhir di tempat sampah. Maka bersabar saja selama di dunia. Lalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Itulah cara terbaik agar merasa cukup. Jangan berharap lebih sebelum berusaha lebih untuk menjadi lebih baik, lebih bermanfaat.

 

Lantas, masihkah kita lalai dalam beribadah demi mendapatkan dunia? Sehingga begitu mudahnya mengabaikan akhlak yang baik dan kehidupan akhirat yang abadi. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Literasi Rezeki, Kok Mindset-nya Cuma Uang

Kawan saya yang cinta dunia, menyebut “hidup nggak punya uang itu sulit”. Apa iya begitu? Lupa ya, rezeki itu bukan hanya uang, bukan hanya harta. Rezeki juga bukan soal tampang. Tapi rezeki itu segala hal yang dipersembahkan untuk kita. Udara yang jadi sebab manusia masih bisa bernafas pun rezeki. Kesehatan lahir dan batin pun rezeki yang patut disyukuri. Berkah dalam hidup pun rezeki yang luar biasa.

 

Entah kenapa, mindset kebanyakan orang itu hanya menganggap rezeki itu hanya harta. Hanya uang alias duit. Akhirnya gampang iri dengan harta yang dimiliki orang lain. Jadi susah hati dan pikiran akibat “meratapi” diri sendiri. Kerjanya membanding-bandingkan dengan rezeki orang lain. Hingga lupa untuk memperbaiki diri dan membaguskan ikhtiar. Agar diberi tambahan rezeki dan anugerah dari Allah SWT. Sekali lagi, rezeki itu bukan hanya harta lho.

 

Masih punya waktu untuk berbuat baik kepada orang lain pun rezeki. Bahkan nyawa yang hari ini masih dititipkan pada raga kita pun rezeki. Lalu, kenapa banyak orang sering lupa untuk bersyukur? Masih saja membandingkan diri dengan orang lain. Lalu si kawan pecinta dunia pun berdoa. Agar rezekinya ditambah, sementara rezeki orang lain dikurangi. Aneh, berdoa saja sinis dan penuh kebencian.

 

Lupa ya sahabat yang cinta dunia. Bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. Tidak semua pula bisa diukur dari harta. Uang dan hart aitu hanya sebagian kecil dari rezeki. Sedangkan rezeki terbesar itu adalah iman dan rasa cukup. Bersyukur punya iman dan rasa cukup. Jadi tidak perlu banyak mengeluh, ngedumel lalu menyalahkan orang lain. Rasa cukup itu modal baik yang sangat besar. Untuk tidak mengambil hak yang tidak seharusnya. Apalagi menjual apapun yang bukan miliknya, hanya untuk memiliki “uang haram”.

 


Literasi rezeki namanya. Untuk membangun rasa cukup pada diri sendiri. Untuk bersyukur atas anugerah yang telah diberikan Allah SWT. Tanpa komplain apalagi berkeluh-kesah. Karena apa yang dimiliki hari ini, semuanya sudah pantas untuk kita. Tidak usah memaksa soal rezeki, karena sudah ada yang mengaturnya. Asal niat, ikhtiar dan doanya baik.

 

Cukup syukuri saja rezeki yang ada. Besar atau kecil rezeki itu relatif. Justru yang penting itu berkahnya. Berkah rezekilah yang akan mendatangkan rezeki-rezeki lainnya semakin deras. Rezeki yang tidak berkah ya sudah “mentok” hanya untuk memenuhi nafsu sesaat. Rezeki yang tidak ada manfaatnya.

 

Rezeki itu sudah ada yang atur. Nggak usah terlalu maksa. Terima saja apa adanya dan beryukurlah. Rezeki dan apapun yang tidak ditakdirkan Allah SWT pasti akan “hilang” sekalipun digenggam erat. Sebaliknya, rezeki dan apapaun yang Allah SWT takdirkan pasti akan datang sekalipun jaraknya begitu jauh terbentang.

 

Rezeki itu soal keyakinan, bukan keinginan. Jadi, sudahkah kita bersyukur hari ini atas rezeki yang ada? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Sabtu, 29 Juli 2023

Apa Bisa Taman Bacaan Dibesarkan dengan Rasa Malas?

Lagi malas, nggak apa-apa. Malas kan sangat wajar dan manusiawi. Nggak punya motivasi. Lagi mau ngapain juga. Bila tidak tahu apa yang harus dilakukan. Terlalu lelah kerja, dan ngobrol di grup WA. Jadi tidak punya energi lagi. Apalagi merasa tidak tahu apa-apa, tidak tahu tentang apa pun. Wajar malas, iya kan?

 

Lagi malas. Akhirnya, sering menunda pekerjaan. Bangun siang dan sering terlambat. Selalu tidak tahu apa yang mau dilakukan. Malas menulis, malas membaca. Semuanya jadi malas. Akhirnya, suka mengeluh dan membandingkan diri dengan orang lain. Pengennya, semua serba instan. Kalau bisa nggak usah ada prosesnya, langsung saja terima hasilnya. Enak banget ya, jadi orang malas. Rajin menunda-nunda dan berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Tapi ingin dapat hasilnya secepat mungkin, alhamdulillah.

 

Malas memang lazim untuk siapapun. Saat tidak mau melakukan apapun. Berdiam diri sambil berleha-leha. Suatu kondisi di mana lebih senang menghindari pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan. Potensi yang dimiliki jadi sia-sia. Peluang pun terbuang percuma. Bahkan amal pun “terpaksa” dihindari. Maka saat sering menunda dan berdiam diri merasuk diri, di situlah rasa malas bermukim. Rasa malas yang bertambah lagi tidak terkalahkan. Akhirnya produktivitas pun terabaikan. Hidup malas!

 

Memang benar, siapapun yang lagi malas. Pasti lupa dan cenderung lalai. Bahwa saingan terberat dalam hidup itu bukanlah orang lain tapi diri sendiri. Siapapun yang sedang bermalas-malasan hari ini, lupa bawah orang lain di luar sana sedang bergerak untuk merebut dan menggeser posisi kita. Saat lagi malas, siapapun sudah pasti merasa jalanan dan waktu itu menyulitkan dirinya. Hingga lupa bahwa Allah SWT sudah siapkan jalan yang mudah dan waktu yang luang untuk mengerjakannnya. Yah lagi malas, sudah pasti enggan berjuang enggan menggapai mimpi. Untuk menjadikan diri sebagai pribadi yang lebih baik. Untuk menebar manfaat kepada banyak orang.  Untuk menebar kebaikan di mana pun berada. Tidak yakin, bahkan tidak percaya untuk bisa menjadi orang yang lebih baik.   

 

Masih malas sekarang? Yah, memang tidak ada “obat”malas selain diri kita sendiri. Malas itu sejatinya penyakit. Akibat sering menunda-nunda, senang berdiam diri tanpa melakukan apapun. Dan yang paling sering bikin orang malas itu karena terlalu gemar membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Keseringan mengintip laju orang lain. Sehingga berujung jadi orang yang pesimis dan berpikir negatif.

 


Ada benarnya Scott Geller dalam bukunya “Applied Psychology: Actively Caring for People” menyebut rasa malas itu soal bagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Soal mentalitas yang ada pada diri sendiri, mau berubah dan peduli terhadap aktivitas. Mau aktif atau tidak dalam hidup untuk selalu berbuat yang baik dan bermanfaat?

 

Rasa malas itulah yang dilawan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Untuk selalu berkegiatan dan aktif berliterasi. Atas dasar komitmen dan konsistensi yang sepenuh hati. Tanpa peduli apa kata orang. Karena taman bacaan hanya cara sederhana untuk mengusir rasa malas, di samping konsisten menjalankan praktik baik. Dan alhamdulillah, setelah 6 tahun berjalan, kini TBM Lentera Pustaka sudha punya 15 program literasi selain taman bacaan. Ada berantas buta aksara, kelas prasekolah, koperasi simpan pinjam, yatim binaan, jompo binaan, anak difabel, motor baca keliling, dan lainnya. Tidak kurang 200 orang tercatat sebagai pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Beroperasi 6 hari dalam seminggu dan didukung 5 wali baca serta 12 relawan. Maka literasi dan taman bacaan, “musuh terbesar’ yang harus disingkirkan adalah rasa malasm bukan orang lain.

 

Lagi malas? Nggak apa, lanjutkan saja. Apa ada doa yang dikabulkan tanpa adanya ikhtiar? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka 

TBM Lentera Pustaka Gelar Pengajian Lebaran Yatim

Sebagai wujud kepedulian dan membantu anak-anak yatim dan kaum jompo, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor menggelar pengajian khusus “lebaran yatim” (29/7/2023). Lebaran Anak Yatim atau dikenal dengan Idul Yatama, sudah menjadi tradisi di taman bacaan yang dikenal aktif dan komprehensif ini untuk berbagi rezeki sekaligus menghadirkan senyum dan rasa suka cita untuk anak-anak yatim binaannya.


Selain bersedekah, lebaran yatim di taman bacaan ini menjadi cara sederhana untuk memupuk kasih sayang dan menghargai anak yatim. Diawali dengan pengajian melantunkan ayat-ayat suci Al Quran, membaca Al Fatihah untuk orang tua yang telah tiada dan orang-orang baik di taman bacaan, tahlil dan tasbih, hingga berdoa untuk keberkahan dan kebaikan bersama, TBM Lentera Pustaka secara rutin setiap bulan menggelar pengajian yatim dan jompo binaan. Saat ini ada 14 anak yatim binaan dan 12 jompo binaan yang setiap bulan disantuni TBM Lentera Pustaka. Bahkan 3 dari anak yatim mendapat beasiswa untuk tetap sekolah (2 mahasiswa dan 1 siswa SMP).

 

“Alhamdulillah sebagai pendiri TBM Lentera Pustaka, saya bersama teman-teman yang peduli setiap bulan menyisihkan sebagian rezeki dan disalurkan ke anak-anak yatim binaan dan kaum jompo di taman bacaan ini. Selain bersedekah, pengajian dan santunan yatim – jmpo ini menjadi cara untuk bersyukur sekaligus menggapai ridho Allah SWT” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka yang sekaligus memimpin pengajian setiap bulannya.

 


Sebagai tradisi rutin dan konsisten digelar setiap bulannya, TBM Lentera Pustaka meyakini kepedulian terhadap anak yatim dan kaum jompo ini menjadi cara bersyukur atas karunia dan anugerah yang diberikan Allah SWT. Selain dapat menghindarkan diri dari bencana dan marabahaya, sedekah ke anank-anak yatim dan kaum jompo pun dapat menyehatkan lahir-batin, menambah umur dalam taat, menghindarkan dari kematian yang buruk, dan menjauhkan diri dari sifat sombong-serakah. Selalu ada berkah bagi siapapun yang gemar bersanding dengan anak-anak yatim dan kaum jompo.

 

Taman bacaan meyakini, bila ada orang yang saat ini masih gemar bersikap sombong-serakah, pendendam, lebih senang menyalahkan orang lain, bergibah, menebar aib orang lain, hingga bertindak egois bisa jadi diakibatkan karena tidak pernah atau jarang berinteraksi dengan anak-anak yatim atau kaum yang miskin seperti jompo. Karena itu, bergaulah dengan anak-anak yatim dan kaum jompo untuk melembutkan hati dan menurunkan ego. Di samping untuk melatih sikap sabar dan syukur seperti yang sudah bertahun-tahun dijalani anak-anak yatim dan jompo.

 

Saat berkumpul dengan anak-anak yatim dan kaum jompo, TBM Lentera Pustaka semakin yakin. Bahwa dunia tidak akan pernah ada akhirnya bila dikejar. Apapaun yang dimiliki di dunia pun tidak ada artinya bila tidak bermanfaat untuk orang-orang yang membutuhkan. Selalu ada “rahasia langit” yang tidak bisa dianalisis oleh akal manusia, di situlah peran kepedulian terhadap anak-anak yatim dan kaum jompo. Salam literasi #YatimBinaan #JompoBinaan #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka




Jumat, 28 Juli 2023

Pentingnya Pola Asuh Pikiran Seorang Pegiat Literasi

Pikiran itu bisa baik bisa jahat. Pikiran pula yang menjadi dasar mengambil tindakan. Kenapa Anda melakukan sesuatu? Karena pikiran yang menyuruhnya. Memang benar, pikiran bukan hanya menggambarkan suasana hati. Tapi juga memerintah apa yang harus dilakukan.

 

Pikiran positif, pasti akan memberikan ketenangan dalam jiwa. Sebaliknya, pikiran negatif pasti membawa pada kekacauan dan keburukan. Jadi tinggal pilih, mau berpikir positif atau negatif? Itulah mengapa, siapapun menata pikiran. Agar tetap positif dan produktif. Pikiran yang tidak ditata dan tidak dibiasakan baik, pasti akan menjadi “musuh” bagi diri sendiri.

 

Di pikiran seorang pegiat literasi. Kehidupan itu bagaikan “ladang”. Jika tidak menanaminya dengan baik, maka yang akan tumbuh adalah ilalang. Sebaliknya “ladang” kehidupan yang ditanami dengan “pikiran buruk”, maka hal-hal buruklah yang tumbuh. Jadi, kita mau menanam yang baik atau buruk?

 

Begitulah pikiran manusia bekerja. Dalam keseharian, pikiran apa yang mau ditanamkan? Pikirannya baik, maka tindakannya pun baik. Berbuat baik, bersedekah atau minimal melemparkan senyum. Tapi bila pikirannya buruk, maka jadi sebab munculnya tindakan yang jahat. Bergibah, menebar aib, bahkan mengambil yang bukan menjadi haknya.

 

Kita adalah apa yang kita pikirkan. Jika tidak mengisi pikiran dengan hal yang positif, maka hal negatif akan menguasai pikiran kita. Saat kita berpikir jelek tentang apapun, maka kita akan menganggap semuanya jelek. Tapi jika kita berpikir yang baik, maka semuanya akan baik. Hidup menjadi lebih berharga, lebih bernilai. Bukan hidup yang diratapi lalu melemparkan kesalahan kepada orang lain. Itu semua karena pikiran.



 

Pikiran baik dan positif itulah yang saya tanamkan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebagai pegiat literasi, menanamkan orientasi berpikira yang positif di taman bacaan. Dengan penuh komitmen dan konsistensi sepenuh hati. Tentu ditopang sikap sabar dan syukur atas apapun yang terjadi. Dan alhamdulillah, setelah 6 tahun berjalan, kini TBM Lentera Pustaka punya 15 program literasi selain taman bacaan. Ada berantas buta aksara, kelas prasekolah, koperasi simpan pinjam, yatim binaan, jompo binaan, anak difabel, motor baca keliling, dan lainnya. Tidak kurang 200 orang tercatat sebagai pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Beroperasi 6 hari dalam seminggu dan didukung 5 wali baca serta 12 relawan. Jelas sudah, semuanya berawal dari pikiran baik maka tindakan di taman bacaan pun baik.

 

Apapun tindakan dan perilaku kita, semua bermula dari pikiran. Maka penting,
untuk menjaga pikiran. Bila pikiran benar maka tindakannya benar. Bila pikirannya baik maka perilakunya pun baik. Lalu, kenapa sekarang masih banyak orang yang berpihak kepada pikiran salah dan buruk?


Seperti “ladang” kehidupan, siapapun bisa menaman “pohon” baik atau buruk. Maka hasil panennya pun sesuai yang ditanamnya. Apapun yang ditanam, maka kita yang akan menanamnya. Ada pohon yang berbau harum, ada yang berbau busuk. Semuanya terjadi akibat pikiran dan tindakan diri kita sendiri. Hanya soal waktu yang akan membuktikannya, cepat atau lambat.

 

Jadi, jangan anggap enteng pikiran. Latihlah pikiran untuk selalu memikirkan hal-hal yang baik dan benar. Agar hidup kita bisa memberikan “bau harum” bagi lingkungan sekitar. Terlepas dari berapa banyak salah kita yang dipikirkan orang lain? Tetaplah berpikir positif. Karena bila kita salah, orang lain pun belum tentu benar.

 

Salam pikiran seorang pegiat literasi, sibuk di taman bacaan dan sibuk untuk hal-hal yang baik terbukti mampu menaklukkan pikiran-pikiran negatif. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

 

Pesan Pegiat Literasi, Jangan Menunggu Waktu untuk Berubah

Sebulan lalu seorang kawan bercerita. Katanya nanti, bila sudah cukup mapan secara ekonomi mau membuka taman bacaan. Tapi apa boleh buat, ternyata ajatl menjemputnya minggu lalu. Niatnya sudah baik hanya velum sempat terlaksana. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga husnul khotimah.

 

Tulisan ini bukan tentang kematian. Bukam pula tentang seseorang. Akan tetapi tentang pentingnya berubah menjadi lebih baik. Dan jangan pernah menunggu waktu untuk berubah. Tapi berubahlah sekarang selagi masih ada waktu. Keluarlah dari zona nyaman, untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mumpung masih ada waktu, eksekusi dan realisasikan segala niat baik yang dipunya. Untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama.

 

Tentu, kita masih ingat tujuan manusia diciptakan. Tidak ada yang lain, selain untuk beribadah kepada Allah SWT. Manusia ada di bumi bukam untuk bermain medoa sosial, bukan pula untuk jadi sukses atau kaya. Apalagi ada di bumi hanya untuk membenci dan memusuhi orang lian, untuk apa? Allah SWT berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariyat: 56)

 

Maka, jangan menunggu waktu untuk berubah. Justru berubah sekarang selagi masih ada waktu. Allah SWT tidak menciptakan kita dengan sia-sia, pasti ada perintah dan larangan yang menyertainya. Niatkan semuanya untuk kebaikan, lalu ikhtiar yang baik. Insya Allah, semuanya akan berubah dan berbuah.

 

Seperti saya, tidak ada yang menyuruh untuk membuka Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sepulang umroh di tajun 2017, tiba-tiba terbersit niat baik untuk membuat taman bacaan. Akibat banyaknya anak putus sekolah di daerah tersebut. Maka TBM saya dirikan agar bisa menekan angka putus sekolah sekaligus pernikahan dini. Alhamdulillah setelah 6 tahun berjalan, kini TBM Lentera Pustaka punya 15 taman bacaan selain taman bacaan. Ada bwrantas buta aksara, kelas prasekolah, koperasi simpan pinjam, yatim binaan, jompo binaan, anak difabel, motor baca keliling, dan lainnya. Tidak kurang 200 orang tercatat sebagai pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Beroperasi 6 hari dalam seminggu dan didukung 5 wali baca serta 12 relawan. Alhamdulillah, berubah menjadi lebih baik.

 


Apakah kita mengira, apapun yang diperbuat tidak akan diminta pertanggungjawaban? Pasti diminta, untuk apa mulut kita, untuk apa tangan kita? Maka jangan menunggu waktu untuk berubah. Berubahlah mumpung masih ada waktu.

 

Masih belum mau berubah, kenapa? Masih punya keinginan yang belum tercapai atau karena khayalan yang berlebihan? Jangan mengejar dunia, tidak akan pernah ada habisnya. Tapi bersiaplah untuk “kembali”, bekal apa yang akan dibawa? Berubahlah menjadai lebih baik, tanpa peduli orang lain mau berlata apa. Karena tiap langkah kebaikan pasti untuk kamu, bukan untuk orang lain.

 

Berbuat baik itu berarti berubah. Menjadi lebih baik itu berarti sering berubah. Begitulah pesan literasi dari taman bacaan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Rabu, 26 Juli 2023

Apa Iya Generasi Milenial Tidak Peduli Masa Pensiun?

Katanya, generasi milenial lebih suka nongkrong di kafe-kafe. Hang out dan ngobrol-ngobrol sambil ngopi. Disebut lebih suka konsumtif dan bergaya hidup. Selain melek teknologi, generasi milenial dalam bekerja pun lebih "achievement oriented". Kalau begitu, apa iya generasi milenial tidak peduli hari tua atau masa pensiun?


Survei kecil saya di tahun 2019 (Asosiasi DPLK) menyebut 7 dari 10 generasi milenial tidak tahu dana pensiun, khususnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Jangankan punya program pensiun, tahu dan paham manfaat dana pensiun saja tidak. Jadi wajar sih, bila generasi milenial tidak peduli masa pensiun.


Tapi fakta lainnya, selama pandemi Covid 19 lalu, generasi milenial yang berinvestasi di saham tiba-tiba meningkat 22%. Bahkan tidak sedikit milenial yang "main" kripto dan sejenisnya. Artinya, generasi milenial ternyata punya kesadaran dan modal untuk "investasi". Apalagi bila belinya via online, fintech istilahnya, pasti milenial suka banget. Entah untuk masa depan, beli rumah, menikah atau masa pensiun. Yang jelas generasi milenial sebenarnya melek soal finansial. Tapi khusus dana pensiun, bisa jadi belum ada yang memberi tahu.


Dalam pikiran positif, pastilah generasi milenial sadar akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun. Apalagi sudah bekerja dan punya gaji, masa sih nggak sadar akan pentingnya mempersiapkan hari tua atau masa pensiun. Zaman digital begini, sangat rugi kalau enggak mau  investasi atau siapkan masa pensiun. Cuma masalahnya, siapa yang kasih tahu generasi milenial tentang pentingnya dana pensiun?


Maka soal dana pensiun khususnya DPLK di generasi milenial, kata kuncinya ada di 1) edukasi dan 2) akses untuk punya dana pensiun. Edukasi adalah "pekerjaan rumah" terbesar untuk mengkampanyekan pentingnya dana pensiun bagi generasi milenial bahkan para pekerja di Indonesia. Edukasi dana pensiun belum masif, belum berkelanjutan. Untuk mengubah pengetahuan generasi meilenial  dari tidak tahu jadi tahu lalu paham pentingnya dana pensiun. Bila sudah paham, pun harus didukung oleh "kemudahan akses" untuk membeli atau punya dana pensiun. Di mana generasi milenial harus beli dana pensiun?

 


Harus diakui, generasi milenial hari ini adalah populasi terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan ciri utama "pikiran yang terbuka" sudah pasti generasi milenial mau dan berani punya dana pensiun. Masalahnya, siapa yang edukasi mereka dan di mana mereka bisa membeli DPLK? Datang ke customer service atau beli online? Atau bagaimana baiknya?

Kayaknya sih generasi milenial pasti sadar pentingnya mempersiapkan masa pensiun. Agar punya kecukupan dana di hari tua, saat tidak bekerja lagi. Apalagi milenial sifatnya tidak mau bekerja lama-lama. Pengen cepat kaya terus berhenti bekerja. Lalu buka usaha sendiri yang kreatif. Jadi, apa iya generasi milenial tidak peduli masa pensiun?


Bila dana pensiun khususnya DPLK memberi keuntungan seperti 1) adanya kepastian dana yang cukup untuk hari tua, 2) punya hasil investasi yang optimal selama jadi peserta, dan 3) bisa dibayarkan secara berkala pada saat pensiun. Pastinya, generasi milenial tertarik dan mau punya dana pensiun kok. Daripada kebanyakan ngopi atau nongkrong kan lebih baik menyisihkan sebagian gajinya untuk masa pensiun. Sedikit menabung di saat bekerja lama-lama jadi bukit di masa pensiun.


Jadi, apa iya generasi milenial tidak peduli masa pensiun? Belum tentu, soalnya saat ini belum ada edukasi yang intensif dan kemudahan akses untuk membeli dana pensiun. Adakah yang bisa bantu generasi milenial untuk punya program pensiun? Yukk, dipersilakan. Salam #YukSiapkanPensiun #GenerasiMilenial #EdukasiDanaPensiun.

 

Selasa, 25 Juli 2023

Ringkasan Buku Waktumu Dihabiskan Untuk Apa?

Saat membuka lembaran demi lembaran, ternyata buku “Waktumu Dihabiskan Untuk Apa???” bukan hanya enak dibaca. Tapi seperti “menampar” saya tentang pentingnya menghargai waktu dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Saking pentingnya waktu, pantas banyak orang jurusan dunia yang menyebut “waktu adalah uang”. Begitu berharganya waktu hingga  berkata bahwa waktu adalah uang, hal ini menunjukkan bahwa waktu itu benar-benar berharga. Apalagi di dalam Islam, maka hal itu lebih berharga lagi dan sangat berharga.

 

Ngobrolin buku “Waktumu Dihabiskan Untuk Apa???” kian menegaskan bahwa waktu yang telah berlalu memang tidak bisa diputar ulang atau dipanggil kembali. Waktu pun tidak bisa dijilat atau dicelupin seperti kopi. Waktu hanya bisa dijalani dan digunakan untuk apa? Waktu yang digunakan untuk yang bermanfaat atau waktu yang terbuang percuma. Terbukti benar, siapapun yang menyia-nyiakan waktu maka nanti waktulah yang akan menyia-nyiakan dirinya.

 

Modal terbesar yang dimiliki seseorang dalam hidup, adalah waktu. Waktu memang dimiliki semuar orang. Tapi tidak semua orang bisa mengatur waktu dan memanfaatkan waktu. Maka jangan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hal-hal yang baik. Waktu yang menentukan seberapa banyak kebaikan ditabut, seberapa sering manfaat ditebarkan? Waktu yang terus berjalan, semakin mengajarkan bahwa masa lalu hanya bisa diambil hikmahnya. Dan waktu pula yang menyuruh untuk bersiap dan memanfaatkan waktu yang lebih baik untuk masa depan. Jadi, jangan buang-buang waktu!

 

Sangat benar, Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang (HR. Bukhari). Ketika manusia lalai dari badan yang sehat dan waktu yang luang hingga tertipu oleh dunia. Sibuk dan habis waktunya untuk urusan dunia hingga lupa bersyukur kepada Allah SWT. Lalai atas nikmat yang diberikan-Nya. Hingga lupa untuk patuh kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka waktu laksana pedang. Jika gagal menggunakannnya justru akan menebas kita. Waktu yang berlalu tanpa manfaat, saat disibukkan untuk hal yang sia-sia.

 


Saya pun tersadar. Buku “Waktumu Dihabiskan Untuk Apa??” justru semakin mengokohkan kiprah saya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Taman bacaan sebagai ikhtiar untuk memanfaatkan waktu. Untuk selalu berbagi kebaikan dan menebar manfaat kepada sesama. Membimbing anak-anak yang membaca, mengajar kaum buta aksara, menjadi driver motor baca keliling, hingga mengurus buku-buku taman bacaan. Tentang cara mengatur dan mengoptimalkan waktu yang dimiliki untuk hal-hal yang bermanfaat. Karena waktu pula, taman bacaan bisa jadi ladang amal, bukan hanya sekadar tempat membaca.

 

Dari buku “Waktumu Dihabiskan Untuk Apa???” saya belajar banget. Bahwa masa depan bukan ditentukan oleh pendidikan atau pekerjaan, bukan pula oleh pangkat dan jabatan. Tidak pernah ada masa depan yang berasal dari statuss soial atau bahkan media sosial. Tapi masa depan sangat bergantung pada cara kita memanfaatkan waktu. Waktu yang dihabiskan untuk menabuk kebaikan dan menebar manfaat. Kapan pun di di mana pun.

Hingga saya pun membatin. Bahwa tidak ada yang pernah saya sesali selain keadaan ketika matahari tenggelam ajal berkurang, namun amal saya tidak bertambah. Waktu saya waktu kamu, untuk apa? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka



Literat Itu Bukan Ke Langit Tak Sampai Ke Bumi Tak Nyata

Siapa yang nggak kenal peribahasa popular itu? “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Di mana kita berada ya lakukan saja sesuai urusannya. Untuk apa ngurusin yang bukan urusan kita, apalagi mengganggu urusan orang lain. Seperti saya, ya waktunya di taman bacaan pasti urus taman bacaan. Waktunya di DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) ya urus DPLK, Waktunya ngajar di kampus ya hanya mengajar saja. Artinya, saya tidak urus yang bukan urusan saya. Saya tidak suka kepo, apalagi gibah dan bergosip!

 

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Sesuaikan saja dengan kondisi yang realistis. Di mana kita berada ya di situ kita kerjakan dan lakukan. Toh hukum alamnya gampang. Apapun yang dilakukan, mau baik atau buruk itu pasti akan kembali kepada yang melakukannya. Siapa yang menabur maka dia sendiri yang akan menuai-nya. Percayalah, kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri? Sehebat apapun manusia merekayasa, maka akan terbuktikan pada akhirnya. Mana emas mana loyang? Maka tetaplah menjunjung tinggi, :di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Jangan masih ada di bumi tapi bertindak seperti di langit”.

 


Saya percaya kok. Tiap perbuatan baik dan keseharian yang positif pasti berbuah kebaikan dan keberkahan. Sudah pasti, asal dilakukan ikhlas dan sepenuh hati. Kalau kata orang yang sekolah, punya komitmen dan konsistensi. Apa saja, asal komit dan konsisten pada akhirnya pasti “berbuah manis”. Bersamaan dengan itu, saya hanya ikhtiar untuk terus “mengurangi” hal-hal yang tidak perlu. Kurangi ambisi, kurang keinginan, kurangi mimpi. Bahkan mengurangi teman yang tidak perlu, mengurangi bergaul yang tidak bermanfaat. Biar fokus untuk yang baik dan yang bermanfaat semata.

 

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Di mana kita berada, maka si situ kita berbuat yang terbaik. Memang sederhana, tapi nggak mudah juga eksekusinya. Sekaligus untuk hal-hal yang tidak perlu dalam keseharian. Seperti kata pepatah “Ke langit tak sampai, ke bumi tak nyata”, segala sesuatunya dikerjakan tapi tanggung jadi nggak ada apa-apanya. Semua dagangan dicoba tapi nggak ada yang jadi. Akhirnya malah berantakan semuanya. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Senin, 24 Juli 2023

Literasi dan Taman Bacaan, Cukup Memberi Pengalaman

Selain menjadi tempat membaca, gerakan literasi atau aktivitas taman bacaan sejatinya untuk memberi pengalaman. Pengalaman untuk lebih dekat dengan buku bacaan, pengalaman untuk membaca. Karena pengalaman bagi siapapun adalah guru yang terbaik. Hanya pengalaman yang menjadi guru dari semua hal. Maka gerakan literasi dan taman bacaan sejatinya menjadi “kawah candradimuka” untuk memberikan pengalaman kepada anak-anak dan orang-orang yang ada di dalamnya.

 

Pengalaman bagi siapapun, tentu bisa pahit bisa manis. Tapi dari pengalaman pahit dan manus yang dialami itulah menjadi sumber pengetahuan. Untuk belajar tentang cara menghadapi pengalaman atau menyikapi pengalaman itu sendiri. Karena siapapun yang belajar dari pengalaman, akan membentuk pribadi yang lebih baik dan lebih bijak. Yakinlah, orang yang tumbuh melalui pengalaman Insya Allah nantinya akan mampu menjalani hidup dengan jujur ​​dan berani. Maka pengalaman yang paling jitu membangun karakter seseorang.

 

Memberi pengalaman, itulah prinsip yang dilakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Saat berada di taman bacaan, anak-anak dan warga akan mengalami secara langsung. Sholawatan, aktivitas membaca bersuara, senam literasi, bermain games, dan berinteraksi langsung sesama keluarga besar pengguna layanan taman bacaan. Pengalaman-pengalaman baik di taman bacaan, tentu tidak bisa didapatkan bila tidak berada di taman bacaan. Jadi, gerakan literasi dan taman bacaan adalah pilihan untuk memperoleh pengalaman baik.

 

Seperti pengalaman seorang ibu yang mengantar anaknya ke TBM Lentera Pustaka pada Minggu, 23 Juli 2023 lalu. Saat ditanya apa tanggapan ibu saat berada di taman bacaan? Katanya, “Taman bacaan ini sangat baik dalam sosialisasi anak, ada banyak aktivitas yang positif untuk anak saya. Selain dibimbing membaca buku, anak-anak pun senang saat berada di taman bacaan. Ini jadi pengalaman yang berharga buat anak-anak” katanya.

 


Bila hari ini, ada orang yang gampang frustrasi saat mengalami masalah atau cobaan. Bisa jadi, hal itu karena kurang pengalaman. Sehingga merasa ”buntu”, apa yang harus dilakukannya? Tapi bagi yang cukup pengalaman, masalah atau cobaan justru mampu membuatnya lebih kreatif, lebih fokus mencarikan solusinya. Hanya pengalaman yang mampu membuat siapapun lebih kuat, lebih realistis. Karena paham dan sadar, bahwa hidup isinya memang cobaan yang datang silih berganti.

 

Maka kata kuncinya, gerakan literasi dan taman bacaan adalah memberi pengalaman. Untuk selalu berada di lingkungan yang positif, untuk selalu “bertahan” dalam perbuatan baik. Pengalaman untuk menebar manfaat kepada sesama, sekalipun hanya perkataan yang baik dan senyum kecil untuk orang lain di saat membaca buku. Di taman bacaan, ada pengalaman untuk menikmati setiap proses dalam hidup yang dijalani. Baik, buruk, pahit, manis, sedih, dan gembira semuanya memberi pengalaman. Akan pentingnya sikap realistis dan kelapangan hati untuk menerimanya dengan hati yang Ikhlas.

 

Karena pada akhirnya, hanya pengalaman yang mengajarkan. Seseorang untuk terus melangkah atau berhenti. Untuk terus berjuang atau berdiam diri. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat tiada henti kepada orang-orang sekitar. Dari pengalaman, siapapun akan menemukan banyak jalan. Bukan hanya bicara tujuan.

 

Dan ketahuilah, omongan dan teori tanpa pengalaman sejatinya hanya bualan dan permainan intelektual semata. Jadilah literat! #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 



Minggu, 23 Juli 2023

The Power of Emak-emak di Taman Bacaan

Dulu saat mendirikan taman bacaan, saya mengira kekuatan di taman bacaan hanya ada 3 (tiga). Yaitu 1) anak-anak yang membaca, 2) buku-buku bacaan, dan 3) komitmen pengelola taman bacaan. Tapi belakangan di TBM Lentera Pustaka, saya harus menyebut ada “kekuatan baru” di taman bacaan. Yaitu “para ibu” alias emak-emak yang rajin dan mau mengantar anaknya datang dan membaca di taman bacaan. Tiap Minggu, ada sekitar 20-40 ibu-ibu yang hadir di TBM Lentera Pustaka untuk mengantar anak-anaknya. Bahkan tidak sedikit dari para ibu yang ikut membaca buku.

 

Terus terang saja, dalam 1 bulan terakhir. TBM Lentera Pustaka mendapat tambahan “20 anak baru” yang bergabung. Datang dari Kampung Sinarwangi dan Tamansari, yang jaraknya lumayan jauh dari taman bacaan. Dari mana anak-anak itu tahu TBM Lentera Pustaka? Setelah saya investigasi, ternyata anak-anak baru TBM tahu dari “para ibu” yang selama ini memang mengantar dan berada di TBM Lentera Pustaka. Ibu-ibu yang paham pentingnya membaca buku dan positifnya lingkungan taman bacaan.

 

Jelas sudah bagi TBM Lentera Pustaka, para ibu yang mengantar anaknya membaca buku adalah “kekuatan baru”. Mereka yang jadi humas, jadi juru bicara TBM ke ibu-ibu lainnya. Dari mulut ke mulut, para ibu inilah yang memberi tahu keberadaan TBM Lentera Pustaka. Ibu yang mempromosikan aktivitas anak dan TBM di media sosial, di status WA, bahkan memberi tahu bahwa TBM Lentera Pustaka “gratis” bagi yang belum tahu. Ibu-ibu keren untuk anak-anaknya dan taman bacaan.

 

Para ibu di TBM Lentera Pustaka hebat dan luar biasa. Mereka tidak hanya paham soal mengasuh dan melindungi anaknya. Tapi lebih dari itu, mereka sadar akan tanggung jawabnya untuk memastikan tumbuh-kembang anak secara positif dan bermanfaat. Bersedia menyuguhkan pendidikan karakter dan budi pekerti anak di taman bacaan. Berani menyiapkan akhlak dan ilmu anak-anaknya lebih baik lagi. Untuk apa? Tentu, untuk masa depan anak-anaknya. Agar tidak menyesal di kemudian hari, akibat “terlambat peduli” urusan anak-anaknya di masa sekolah.

 


Salut buat ibu-ibu yang sabar dan mau mengantar anaknya ke TBM Lentera Pustaka. Tidak gengsi untuk melangkahkan kaki ke taman bacaan. Selalu memberi dukungan anak-anaknya berada di TBM. Ibu-ibu yang tidak pernah lelah berjuang untuk literasi anak. Ibu-ibu yang peduli akan pentingnya membaca buku untuk anak-anaknya.

 

Para ibu yang mengantar anaknya, di TBM Lentera Pustaka adalah “kekuatan baru” yang luar biasa. Para ibu inilah “Menteri Pendidikan” yang sesungguhnya. Mau dan berani mendidik anak-anaknya agar punya kepribadian dan kebiasaan yang baik, sekalipun di taman bacaan.

 

Dan saya pun percaya. Hadirnya ibu-ibu (emak-emak) di TBM Lentera Pustaka. Adalah “cara sederhana mereka bersedekah dan membimbing anak-anaknya untuk lebih baik di masa depan”. Terima kasih Bu, semoga sehat dan berkah atas kepeduliannya bersama TBM Lentera Pustaka. Insya Allah esok, semuanya akan berubah dan berbuah. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka




Sabtu, 22 Juli 2023

Suara Hati Anak di Hari Anak Nasional

Kenapa sih ayah ibu selalu pengen aku jadi orang yang sukses, orang yang kaya?

Ayah ibu, aku kasih tahu ya. Aku hanya mau jadi diri sendiri. Bua tapa sukses atau tapi jadi kayak orang lain. Aku nggak mau sukses atau sukses. Karena hidup itu urusan Allah SWT. Sebagai anak, aku hanya ikhtiar dan doa saja. Tetap sekolah, belajar, dan patuh pada orang tua. Bagiku, hidup itu ukurannya nggak hanya sukses dan kaya. Tapi aku ingin lebih menghargai “nilai” daripada “harga”. Untuk apa sukses atau kaya bila akhirnya tidak bernilai seperti ayah dan ibu. Ayah di mana, ibu di mana, aku juga di mana?

 

Jujur ya ayah ibu, aku tahu kok mana yang baik mana yang nggak baik. Tolong dong, jangan paksa aku untuk begini begitu. Disuruh jadi ini, jadi itu. Aku itu cuma pengen jadi seperti aku sendiri. Maaf ya ayah ibu. Aku ini bukan fotokopi ayah. Nggak mau juga seperti yang ibu mau. Tolong jangan bilang ke orang-orang. Aku malaslah, aku susahlah disuruh belajar. Tolong jangan lagi ceritakan kesalahan aku ke orang lain. Lebih baik ceritakan saja kesalahan-kesalahan ayah-ibu sebelum ngomongin kesalahan aku.

 

Aku tuh paling nggak suka. Kalau ibu suruh aku belajar, terus ditambahin bilang “malas banget sih belajarnya”. Udah gitu teriak-teriak lagi ngomongnya. Pusing banget kepalaku dengar orang tua teriak-teriak. Aku juga nggak suka kalau ayah marah-marahin aku. Bilang goblok, minta jajan melulu segala. “Kamu giman sih, ayah bilang harus begini!”. Ayah ibu masih ingat nggak sih kalimat-kalimat itu? Kenapa sih ayah ibu sering banget membohongi aku atas nama kebaikan. Ayah ibu sudah lupa ya. Anak itu hanya butuh contoh yang baik, bukan omongan atau nasihat melulu. Aku itu butuh saran yang cocok untukku. Bukan saran yang cocok untuk orang tuaku.

 

Ayah ibu nggak usah khawatir pada diriku. Bilangin saja, orang dewasa nggak usah was-was kepada anak-anaknya. Karena aku pun tidak pernah khawatir kepada Ayah Ibu yang ternyata lebih peduli main gawai daripada aku. Aku nggak was-was kok bila ayah ibu lebih senang cari duit daripada mendidik anak. Jadi, kalau ayah ibu bilang tidak mudah mendidik anak sendiri. Itu artinya, tidak mudah pula jadi orang tua kan?

 


Ayah ibu harus tahu. Harus paham. Betapa sulitnya jadi anak yang “dipaksa” mengikuti kemauan ayahnya. Disuruh ikut skenario apa maunya ibu. Aku suka bingung. Kata ayah ibu, soal anak bukan urusan sepele. Tapi kenapa ayah ibu mengurusi aku dengan cara sepele? Makanya nggak usah paksa aku jadi orang sukses, jadi orang kaya. Jangan lagi memaksa aku seperti yang ayah ibu mau. Nanti aku malah pura-pura mau atau terpaksa mau, gimana?

 

Terus, apa sih maksud ayah ibu cerita kehebatan anak orang lain ke aku? Memangnya kenapa bila anak orang lain lebih hebat daripada aku? Aku mau diapain bila tidak sesuai keinginan ayah ibu? Ayah ibu lupa ya. Tiap anak itu berbeda-beda. Tiap anak itu punya minat dan potensi sendiri. Jadi terima saja perbedaan tiap anak. Biar waktu nanti yang akan membuktikannya.

 

Ayah ibu nggak usah khawatir. Setiap anak itu pasti pengen jadi lebih baik dari sebelumnya. Pengen jadi orang yang bernilai, bermanfaat untuk siapapun termasuk untuk ayah ibu. Jadi, tolong biarkan aku tumbuh apa adanya. Seperti diriku sendiri, sesuai minat dan potensi yang aku miliki.

 

Maka di Hari Anak Nasional ini. Aku hanya mau berpesan kepada ayah ibu. Berhentilah menyuruh aku jadi ini jadi itu. Cukup didik dan ajarkan aku tentang akhlak dan ilmu yang baik. Insya Allah, aku akan menemui jalanku sendiri sesuai kehendak Allah SWT. Yang pasti aku tidak akan mengecewakan ayah ibu. Aku akan selalu mencintai dan hormat kepada ayah ibu. Salam sayang dari anakmu! #HariAnakNasional #AnakIndonesia #TBMLenteraPustaka