Minggu, 31 Desember 2023

Relawan Taman Bacaan di Malam Tahun Baru, Apa yang Dilakukan?

Menyambut pergantian tahun, relawan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salah satukan komitmen untuk literasi yang berdaya di tahun 2024. Rangkaian aktivitas relawan dimulai dari membimbing kegiatan membaca di pagi hari, lalu rapat evaluasi tahun 2023. Hingga setelah maghrib, dilanjutkan dengan apresiasi relawan sambil menikmati hidangan tomyam dan barbeque kreasi relawan sendiri.

 

Relawan TBM Lentera Pustaka yang hadir, diantaranya Susi, Reza, Farida, Fadhil, Sabda, Gandi, Ai, dan didukung penuh Syarifudin Yunus selaku Pendiri TBM Lentera Pustaka. Selain komitmen jadikan literasi dan taman bacaan lebih berdaya, para relawan pun bertekad untuk terus berkontribusi sepenuh hati untuk aktivitas TBM Lentera Pustaka di tahun 2024. Sekalipun memiliki tantangan sendiri, para relawan memastikan sikap pantang menyerah dan optimis. Demi tegaknya kegemaran membaca anak-anak dan budaya literasi nasyarakat.

 

Relawan TBM Lentera Pustaka meyakini. Selain memiliki tantangan, tahun 2024 pun memberikan peluang untuk terus berkiprah secara sosial atas nama kemanusiaan. Di samping selalu menyesuaikan dengan dinamika audiens dan pengguna layanan taman bacaan yang terus berkembang dan makin luas. Tahun 2024 sekaligus menjadi momen semangat baru untuk mewujudkan masyarakat yang literat. Karena itu, relawan akan fokus pada solusi, bukan masalah. Karena peran penting taman bacaan memang harus diperjuangan, bukan hanya didiamkan. Relawan sebagai tulang punggung taman bacaan harus tetap menjaga spirit dan jiwa spartan.

 


Untuk diketahui, hingga akhir tahun 2023 ini, TBM Lentera Pustaka telah melayani lebih dari 200 orang sebagai pengguna layanan setiap minggunya yang berasal dari 4 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya, Sukajadi). Beroperasi 6 hari dalam seminggu, kecuali Senin, TBM Lentera Pustaka kini menjalankan 15 program literasi, mulai dari TABA (Taman Bacaan) dengan 100-an anak usia sekolah pembaca aktif, GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 ibu buta huruf, KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 40 anak usai PAUD, YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim, JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 12 kaum ibu jompo, TBM Ramah Difabel dengan 2 anak, KOPERASI LENTERA dengan 28 anggota kaum ibu, DonBuk (Donasi Buku), RABU (RAjin menaBUng), LITDIG (LITerasi DIGital), LITFIN (LITerasi FINansial), LIDAB (LIterasi ADAb), Rooftop Baca, MOBAKE (MOtor BAca KEliling) yang keliling ke 3 kampung untuk sediakan akses bacaan, dan melek Al Quran. Didukung 5 wali baca dan 12 relawan, mereka saling bergotong royong untuk menjalankan aktivitas literasi dan taman bacaan dengan komitmen dan secara konsisten.

 

Relawan TBM Lentera Pustaka menyadari. Dua tangan yang dimiliki setiap orang, pastinya satu untuk membantu diri sendiri dan satu lagi untuk membantu orang lain. Dan dalam diri relawan, selalu ada kepedulian yang utuh, kesabaran yang paripurna, dan kasih sayang tanpa batas. Salam literasi #RelawanTBM #WaliBaca #TBMLenteraPustaka

 

Sabtu, 30 Desember 2023

Bingung di Tahun Baru, Apa yang Dilakukan?

Kawan saya bingung di tahun baru. Mungkin, banyak juga yang bingung. Tahun baru itu ritual atau seremonial. Sibuk merayakan sebatas insidental. Bahkan tidak sedikit yang janggal, berkhayal, hingga kontroversial. Tahun baru pasti berulang, tiap tahun. Tanpa menyentuh esensial apalagi fungsional. Tahun baru yang hanya artifisial. Terlalu direkayasa, terlalu dibuat-buat. Mau sampai kapan?

 

Sejatinya, tahun baru itu seperti sebuah bab dalam sebuah buku. Halaman demi halaman yang selalu menunggu untuk dibaca dan ditulis. Oleh pembacanya, oleh pemilik bukunya. Tahun baru yang menjadi bab baru, ayat baru. Bukan hanya mengulang cerita lama yang tidak pernah usai. Tahun baru yang tidak lagi sebatas dirayakan tanpa tujuan. Tanpa kemauan untuk lebih baik.

 

Hebatnya, tahun baru selalu dicari-cari banyak. Ditunggu dan dinantikan, entah apa alasannya? Tahun baru yang hanya mampu mengenang masa lalu, dievaluasi, dan enath mau diapakan lagi. Datangnya waktu yang hanya mampu melihat ke belakang, menengok masa lalu.  Tanpa mampu mengajak diri untuk berubah dan memperbaiki diri. Tahun baru yang gagal menikmati hal-hal kecil dan sederhana dalam hidup. Sekalipun hanya berbuat baik dan menebar manfaat kepada lingkungann sekitar.

 

Bersyukur banget, saya berada di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Sama sekali tdiak ada ritual atau seremonial tahun baru. Hanya ada evaluasi untuk menjadikan taman bacaan lebih baik di tahun depan, di masa mendatang. Sambil “stock opname” koleksi buku bersama wali baca dan relawan. Esensinya, di tahun depan, taman bacaan harus tetap berkiprah secara sosial untuk menegakkan kegemaran membaca dan budaya litetasi masyarakat. Taman bacaan selalu menutup pintu ke masa lalu, lalu membuka selebar-lebarnya pintu ke masa depan. Karena di taman bacaan, kehidupan yang lebih baik dan lebih bermanfaat memang harus diperjuangkan. Bukan dikeluhkan atau ditunggu datang. Agar semuanya jadi lebih literat!

 


Maka di tahun baru, syukuri saja apa yang ada dan dimiliki. Ikhlaskan semuan yang sudah dilakukan. Dan tetap sabar dalam segala keadaaan. Bila sudah syukur, ikhlas, dan sabar. Selalu menikmati apapun sesuai proses tanpa protes. Tidak usah takut untuk dibenci, pun tidak perlu mengemis untuk disukai. Cukup jadi diri sendiri tanpa basa-basi. Agar tidak ada lagi alasan yang bisa menghalangi kemudahan dan keberkahan dalam hidup.  Prinsip itulah yang dijunjung tinggi pegiat literasi di TBM Lentera Pustaka selama ini.  

 

Setiap pergantian tahun, setiap pertambahan usia hakikatnya sama saja. Tersulah berjuang untuk lebih baik, lebih bermanfaat di mana pun. Jangan terlenan dengan kehidupan dunia yang sementara. Tidak perlu menyenangkan semua orang. Cukup fokus pada tujuan sendiri sebagai cara untuk memperbaiki diri. Maka tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik. Itulah esensi tahun baru.

 

Tahun baru itu gagal. Bila orangnya hanya bisa melihat masa lalu tanpa mau berubah untuk masa depan. Karena gelas yang retak sedikit di mulutnya memang terlihat tidak sempurna. Tapi jika dilihat dari sisi yang lain pasti terlihat sempurna. Jadi di tahun baru, lihatlah sesuatu dari sisi yang positif. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Literasi Akhir Tahun, Aku Bukan Apa-apa

Aku ini bukan apa-apa, aku pun tidak punya apa-apa. Aku juga bukan apa-apa, maka aku tidak pernah ada apa-apanya. Aku hanya apa adanya, hanya ikhtiar sebisanya. Karena aku tidak punya apa-apa. Toh, aku pun bukan siapa-siapa. Maka, jangan pernah berharap apapun padaku. Aku ini bukan apa-apa, bukan pula siapa-siapa. Apalagi tanpa Allah, aku tidak mampu apa-apa. Sekali lagi, aku katakan. Aku bukan apa-apa. Lalu, kenapa kamu maasih membenci aku?

 

Aku memang bukan apa-apa. Tidak punya apa-apa. Tidak ada yang istimewa padaku, sama sekali tidak pula berdaya. Bila kaki ini tetap melangkah, bila tangan ini tetap menggenggam. Karena itu perintah-Nya. Untuk selalu ikhtiar mengarungi kerasnya kehidupan di dunia yang fana. Maka, apa pantas aku dibenci? Bukankah aku bukan apa-apa, bukan pula siapa-siapa.

 

Tanpa Allah, sekali lagi aku bukan apa-apa. Aku tidak bisa apa-apa. Bila hari ini aku bisa, karena Allah memudahkan urusanku. Bila aku mampu, karena Allah yang memampukanku. Dan bila aku tahu, karena Allah memberitahuku. Jadi, tidak ada yang harus aku sombongkan. Tidak ada pula siapapun yang aku benci. Maka apapun yang aku putuskan, semua karena Allah. Karena sekali lagi, aku bukan apa-apa.

 

Aku ini bukan apa-apa. Maka aku sama sekali tidak pantas meng-aku-kan diri. Aku hanya merasa saja. Merassa benar, merasa pintar, merasa pandai bergaul. Merasa besar, bahkan merasa-merasa yang lainnya. Padahal aku, bukan apa-apa. Aku hanya makhluk kecil yang tidak berdaya.

 

Aku pun sering lupa. Sering alpa dan sok berdaya.

Aku sering mengatur diri sendiri, padahal ada yang membimbingku.

Aku sering memerintah diri sendiri, padahal ada yang menyuruhku.

Aku sering mencukupi diri sendiri, padahal ada yang memberiku.

Aku sering berkehendak sendiri, padahal ada yang menundukkanku.

Aku sering mengerjakan sendiri, padahal ada yang mempercayaiku.

Bahkan aku sering menyalahkan orang lain, padalah ada yang membenarkanku. Lalu, kenapa aku harus bertindak seperti yang punya hukum sendiri. Padahal ada yang menentukan segala hukum. Jadi, aku hanya mau bilang, Siapalah aku ini?

 


Aku ini bukan apa-apa. Karena aku lebih sering mengemis, sering meminta tanpa banyak memberi. Aku hanya sepertinya saja, tampilannya saja. Karena yang memilikiku masih mau menutupi dosa dan aibku. Sekali lagi, aku ini bukan apa-apa.

 

Jadi, untuk apa aku bergaya seperti konglomerat, hanya untuk dibilang kaya. Untuk apa aku bergaya seperti profesor, hanya untuk dibilang pintar. Untuk apa aku bergaya seperti raja, hanya untuk dibilang kuasa. Dan untuk apa aku bergaya seperti dewa, hanya untuk  dibilang perkasa. Aku sama sekali tidak pantas bergaya, karena ada yang menolongku.

 

Aku hanya manusia biasa, pasti punya salah dan dosa. Mungkin kamu, merasa sama ssekali tidak punya salah dan dosa. Berarti aku dan kamu berbeda. Aku tetap bukan apa-apa, aku masih bukan siapa-siapa. Sementara kamu, entah siapa dan dari mana? Maka pantas, kamu membenciku!

 

Maka jelang tahun baru, aku katakan sekali lagi. Aku tetap bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Aku hanya berserah diri kepada-Nya. Sambil memanjat syukur atas segalanya, bertindak sabar atas cobaannya. Semoga tahun depan menjadi lebih baik, lebih berkah untuk menggapai ridho-Nya. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 

Jumat, 29 Desember 2023

Saat Ziarah ke Makam Bapak-Ibu

 

Kemarin Jumat (29/12/2023), saya ziarah ke kubur Ibu-Bapak saya (Alm. Ambo Lotang Yunus dan Almh Taty Raenawaty) yang satu lubang. Di tempat yang sama, ada kubur kakek-nenek (paman-tante Bapak saya) juga di satu lubang. Semuanya di TPU Munjul Cibubur Jaktim. Sedangkan kubur kakek-nenek saya dari Bapak saya ada di Desa Limapoccoe Cenrana Maros Sulsel. Dan kakek nenek saya dari Ibu, kuburnya ada di TPU Sunan Giri Rawamangun Jaktim. Semua kubur orang-orang yang terhormat iini mengingatkan saya, bahwa hidup itu hanya sebuah perjalanan. Manusia pada akhirnya, bukan soal keadaan gimana berawal. Tapi akan seperti apa berakhir?

 

Kata Imam Ghazali, dalam buku Mizan Al Amal, ternyata dijelaskan beberapa alasan kenapa manusia takut mati? Karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup lebih lama. Takut pada dosa-dosa yang diperbuatnya. Takut keadaan matinya seperti apa? Simpulannya, terlalu cinta pada dunia. Tapi di saat yang sama lupa. Bahwa dunia itu jalan bukan tujuan. Jalan untuk berbuat baik, menebar manfaat. Dunia sebagai ladang amal untuk menuju kematian.

 


Maka saat ziarah kubur. Siapapun bukan hanya disuruh ingat mati. Tapi diminta untuk memperbanyak bekal akhirat. Mau bawa apa menuju kematian? Maka jangan terlalu menyibukkan diri dengan urusan dunia. Apalagi bertindak jahat dan terlalu sering mengerjakan sesuatu yang sia-sia.

 

Literasi kubur di akhir tahun hanya berpesan. Jadikan akhirat di hati, dunia di tangan, dan kematian di pelupuk mata. Kerjakan perintah yang wajib, perbanyaklah amal ibadah dan sedekah. Karena mati tidak harus sakit, tidak harus tua. Datangnya bisa tiba-tiba tanpa pernah bisa diduga.

 

Sungguh, tidak ada yang pasti di dunia ini. Yang pasti hanyalah kematian. Masalahnya, sudah siap atau belum? Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Kisah Anak yang Membaca Buku di Taman Bacaan

Seperti biasa tiap Jumat sore, anak-anak TBM Lentera Pustaka harusnya jadwal “jam baca”. Namun dilaporkan karena hujan baru saja reda dan cuaca pun gelap banget di kaki Gunung Salak. Maka sore ini, hanya 2 anak yang datang ke TBM. Keduanya dari Curug Nangka dan Babakan, setidaknya butuh waktu sekitar 15 menit dari dan ke TBM. Deket apa jauh itu ya?

 

Belajar dari kondisi ini, saya hanya mau bilang. Pada akhirnya, buku-buku itu akan “menemukan” pembacanya sendiri. Di TBM, selalu ada anak-anak yang pantang menyerah dan berjiwa spartan untuk selalu membaca buku. Spartan itu sifat pejuang karena tekadnya yang kita. Seperti jiwa corsa di tentara. Siapapun yang spartan, pasti pribadinya selalu bersikap optimis, percaya pada kemampuan dirinya, dan berani mengambil tindakan dalam kondisi apapun. Dan saya percaya, 10 atau 20 tahun mendatang, anak-anak model begini akan menemukan jalan “berkah dan suksesnya” sendiri. Karena apapun di dunia ini, pasti sesuai dengan niat dan ikhtiar yang dilakukan. Yang rajin pasti berubah manis atas kerajinannya, begitu pula sebaliknya.

 

Terus terang, saya sih bersyukur dan bangga pada anak-anak yang mau membaca buku di tengah tantangan yang berat. Zaman digital dan medsos gitu lho. Mendingan nonton atau nongkrong daripada baca buku. Tapi buat anak-anak yang “ngotot” membaca, hujan, cuaca gelap, atau apapun hanya dilihat sebagai jalan perjuangan. Tidak akan mengubah data juang dan tekad untuk membaca buku di taman bacaan.

 


Memang berat melangkahkan kaki ke taman bacaan. Sangat berat membaca buku di zaman begini. Godaannya banyak, kendalanya segudang. Tapi bila berjiwa spartan, pasti akan ada jalannya sendiri. Jujur saja, sebagai Pendiri TBM Lentera Pustaka, saya pun berat tiap Sabtu dan Minggu selalu berada di TBM. Bolak balik Jakarta-Bogor, apalagi saat macet di jalan. Tapi berkat jiwa Spartan, ada niat dan komit untuk menebar manfaat ke banyak orang, hingga kini sudah 6 tahun berjalan. Saya masih tetap di TBM dan selalu mendamping anak-anak yang membaca di taman bacaan. Memang berat mengelola taman bacaan. Tapi bila pijakannya sebagai ladang amal dan “warisan untuk umat”, insya Allah semua lancar-lancar saja.

 

Terserah sih buat yang belum mau baca. Tapi mungkin buat sebagian orang. Taman bacaan itu bisa jadi tempat meditasi, dan buku adalah surga di bumi. Taman bacaan dan buku itulah sarana untuk memperbaiki diri, sambil memanfaatkan waktu untuk hal-hal baik dan positif. Maka apapun, tidak ada yang tidak mungkin bila punya hati yang berani.

 

Teruslah membaca Nak. Biarkan waktu yang akan membuktikan semuanya nanti. Baca itu baik dan bermanfaat, percayalah. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 

Kamis, 28 Desember 2023

Literasi Mental Block di Tahun Baru, Bukan Bikin Resolusi yang Berlebihan

Tiap mau pergantian tahun, banyak orang bikin resolusi. Berlomba-lomba menuliskan daftar keinginan untuk tahun yang akan datang. Ada yang jumlahnya sedikita, ada yang banyak. Tergantung apa saja yang ingin dicapai di tahun depan. Tentu, sah-sah saja dan boleh-boleh saja. Namanya juga keinginan, kan tiap orang pasti beda-beda.


Tapi sayangnya di saat yang sama, tidak banyak orang yang menyadari. Bahwa persoalannya bukan di resolusi atau rencana keinginan. Justru problem besarnya ada di diri sendiri. Ada “penyakit” di diri sendiri yang disebut “mental block”. Sikap mental yang buruk, berasal dari pikiran bawah sadar yang akhirnya mengalir deras ke pikiran sadar. Sifat tidak yakin, kurang percaya diri, gampang mengeluh, gelisah, pesimis, berpikir negatif bahkan gampang iri dan benci kepada orang lain. Mental block, bikin pengidapnya jadi tidak fokus. Kerjanya hanya “mengintip” laju orang lain, lalai untuk memperbaiki diri.

 

Siapapun, tentu sangat boleh bikin resolusi. Bikin segudang rencana dan keinginan yang ingin dicapai. Tapi bila tidak menyingkirkan “mental block” pada dirinya, sangat sulit untuk berubah atau menjadi lebih baik. Mental block itu penyakit yag menyerang pikiran dan sikap, hingga tercermin ke perilaku sehari-hari. Sedikit-sedikit menyalahkan orang lain, apa-apa merasa jadi “korban”. Lupa untuk memperbaiki diri dan terlalu tergantung kepada orang lain. Lihat saja di sekitar kita, orang-orang yang punya “mental block” pasti ya gitu-gitu saja atau gini-gini saja.

 

Hati-hati dengan mental block. Masalah itu bukan di orang lain. Tapi di diri sendiri. Terlalu senang mencari-cari masalah, jadi pesimis dan tidak mampu mensyukuri apa yang ada. Sehingga berpikir dan bertindak yang salah. Jalan hidupnya salah, apalagi ibadahnya. Mental block biasanya lahir dari karakter buruk, dari lingkungan pergaulan yang berantakan, dan terlalu khawatir pada diri sendiri. Mental block, bikin jadi tidak produktif dan tidak kreatif. Dan akhirnya, serba menyalahkan orang lain. Mana ada resoslusi dan rencana yang bisa diraih, bila hati dan pikirannya sakit.

 

Mental block itu lawannya good mental health. Kesehatan mental, saat kondisi kepribadian dan pikiran selalu tenang dan ikhlas atas kondisi apapun. Sadar diri untuk selalu memperbaiki diri dan ikhtiar yang baik. Agar pikiran tetap jernih dan tindakan tetap positif. Kesehatan mental itu hanya terjadi bila mampun memfasilitasi urusan emosional, psikologis, dan sosial. Seimbang lahir batin, seimbang hak dan kewajiban, dan seimbang dunia – akhirat. Jangan Cuma urus dunia, tapi tidak memperbaiki akhirat. Jangan hanya tuntut hak tanpa mau jalankan kewajiban. Mental block!

 

 


Maka sejelek-jeleknya aktivitas di taman bacaan dan gerakan literasi adalah membuang jauh-jauh “mental block”. Selalu ada yang bisa diperbuat untuk orang lain. Berbuat baik dan menebar manfaat melalui aktivitas membaca buku, berantas buta aksara, mengajar calistuung, hingga menjalankan motor baca keliling seperti yang terjadi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Di taman bacaan, tidak berceloteh apalagi lagi berdiam diri. Tapi berbuat sesuatu yang dibutuhkan orang lain.  Tidak ada jalan buntu di taman bacaan!

 

Saya bersyukur berkiprah di taman bacaan. Sehingga membentuk mentalitas untuk berkata "selalu bisa asal mau". Taman bacaan yang mengajarkan untuk selalu optimis, pantang menyerah, dan harus punya tujuan jelas. Terbukti sudah di taman bacaan, bahwa “yang baik akan mengalahkan yang jahat”. Bahkan “yang ikhlas akan mudah meraih yang diinginkan”. Tidak ada mental block di taman bacaan. Karena semua pengabdian dan kiprah sosial dijalankan dengan sepenuh hati, tetap bersyukur, pantang menyerah, dan ikhlas. Dan yang paling penting “sabar” dalam segala keadaan. Karena “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas” (QS. 39:10).

 

Tidak perlu ada resolusi, apalagi rencana karena mau datang tahun baru. Cukup kerjakan apa yang diperintah-Nya, lakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat untuk orang banyak. Pantang mengeluh, apalagi bermentalitas ”korban”. Terus saja memperbaiki diri tanpa ada rasa benci dan dendam atas alasan apapun. Sama sekali tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain, apalagi menyelahkan orang lain. Syukuri saja apa yang ada dan sabar saat menjalaninya. Karena sejatinya, apapun dan berapapun yang dimiliki, semuanya memang sudah pantas untuk kita.

 

Tahun baru itu soal waktu dan akan terus berulang. Tidak ada yang Istimewa, kecuali terus-meneru berbuat yang baik dan bermanfaat dengan sepenuh hati. Kerjakan dengan hati, bukan dengan otak. Jaga keseimbangan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Maka di tahun baru dan seterusnya, cukup senangkan saja Allah SWT, insya Allah kita akan selalu disenangkan-Nya. Bila begitu, apapun pasti jadi lebih mudah dan indah. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Rabu, 27 Desember 2023

Literasi Dana Pensiun, Penduduk Tua Meningkat Masa Pensiun Menggawat

Salah satu keberhasilan pembangunan dan kondisi ekonomi yang semakin baik adalah meningkatknya daya beli masyarakat. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi, pembangunan infrastruktur yang kian maju, bahkan tingkat konsumsi dan gaya hidup masyarakat pun melesat. Nah, dampak yang terkadang tidak disadasri dari membaiknya kondisi ekonomi adalah usia harapan hidup (UHH) yang kian meningkat.

 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usia harapan hidup (UHH) orang Indonesia meningkat menjadi 72,4 pada tahun 2035 nanti. Jumlahnya diprediksi mencapai 48,2 juta jiwa atau sekitar 15,8% dari total penduduk Indonesia. Inilah yang disebut transisi menuju struktur penduduk tua (ageing population). Penduduk tua atau lansia yang berarti sudah pensiun usianya kira-kira mulai dari 60 tahun hingga 80 tahun ke atas. Ini berarti proyeksi penduduk tua atau pensiunan di Indonesia akan terus meningkat.

 

Sayangnya, bertambahnya penduduk tua tidak diimbangi tingkat kesejahteraan hari tua atau pensiunan yang memadai. Karena saat ini, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan alias tidak berdaya secara ekonomi. Bahkan survei terbaru menyebut 1 dari 2 pensiunan masih bekerja. Bahkan 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap untuk memasuki masa pensiun. Kondisi ini terjadi akibat tidak tersedianya dana yang cukup membiayai kebutuhan hidup di hari tua. Banyak pekerja belum sadar atau tidak mau memiliki program pensiun untuk mempersiapkan hidup nyaman dan Sejahtera di hari tua, di masa pensiun.

 

Mungkin kita sepakat, bahwa urusan pensiun bukan hanya soal mental, kesehatan atau spiritual. Tapi juga soal ekonomi alias ketersediaan dana untuk masa pensiun. Uang memang bukan segalanya. Tapi uang punn tidak mengenal usia, tua atau muda tetap membutuhkan uang untuk membiayai hidupnya. Nah bila tidak siap uang saat pensiun, bukan tidak mungkin berakibat 1) menjadi miskin di hari tua, 2) tidak mampu mempertahankan daya beli di masa pensiun, dan 3) akhirnya merepotkan anak atau orang lain. Sementara rata-rata usia pensiun dari pekerjaaan berada di 55 tahun, sementara usia harapan hidup (UHH) di 72 tahun. Maka, ada 17 tahun masa kehidupan yang harus dijalani pensiunan atau lansia. Dan pasti membutuhkan biaya yang tidak kecil.

 


Atas dalih meningkatnya komposisi penduduk tua (ageing population), maka peran dana pensiun menjadi penting. Untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup di hari tua atau keberlanjutan penghasilan di saat pensiun. Untuk itu, pemerintah perlu mengoptimalkan peran dana pensiun atau program pensiun yang ada. Salah satu caranya adalah mensosialisasikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), yaitu  Dana Pensiun yang dibentuk oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) tertentu untuk menyelenggarakan program pensiun Iuran pasti (PPIP). Untuk mencapai kesejahteraan di masa pensiun atau hari tua.

 

DPLK sangat diperlukan pekerja di hari tua untuk menutupi biaya hidup yang semakin tinggi, di samping untuk mempertahankan gaya hidup . Setidaknya DPLK berguna untuk 1) pekerja, sebagai program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagai kesinambungan finansial saat pensiun atau hari tua dan 2) pemberi kerja sebagai realisasi komitmen pemberi kerja untuk memenuhi kewajiban imbalan pascakerja (uang pesangon) bagi para pekerjanya. Melalui DPLK, ada tiga manfaat utama yang bisa diraih yaitu 1) adanya pendanaan yang pasti untuk hari tua atau masa pensiun, 2) adanya hasil investasi yang optimal selama menjadi peserta, apalagi dalam jangka panjang, dan 3) adanya fasilitas perpajakan saat pembayaran manfaat pensiun sesuai regulasi yang berlaku.

 

Penduduk tua kian meningkat, dana pensiun belum minat. Kok bisa? Saat usia tua terus meningkat, jangan sampai persiapan untuk masa pensiun diabaikan. Untuk itu, dana pensiun harus mengambil peran lebih besar untuk edukasi dan literasi pentingnya dana pensiun bagi pekerja yang akan memasuki usia pensiun. Karena urusan pensiun sama pentingnya dengan urusan pekerjaan. Sebab pensiun bukan “gimana nanti” tapi “nanti gimana”. Kerja YES, Pensiun OKE. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #PDPLK #EdukatorDanaPensiun

Jahat Dibalas Baik, Buku-buku Itu Terkadang Tidak Masuk Akal

Ternyata, buku punya cara pandang yang tidak masuk akal. Buku bukan hanya bacan apalagi untuk menjadikan orang punya banyak pengetahuan. Semakin cerdas dan pintar akibat buku, tidak hanya itu. Buku-buku sekarang tidak lagi mencerahkan atau memintarkan. Tapi buku terkadang menyajikan sesuatu yang tidak masuk akal. Persis seperti sinetron di stasiun televisi.

 

Buku, kadang tidak masuk akal. Ketika Anda sukses, justru makin banyak orang membenci dan menjadi iri hati, Ketika Anda jujur dan terbuka, justru makin banyak orang yang berniat menipu. Bahkan ketika Anda diam dan menjaga jarak, justru orang-orang di sekeliling Anda malah menyalahkan Anda. Cerita dan kisah nyata yang aneh dan tidak masuk akal, semuanya sudah tertampung di dalam buku (bila mau dibaca). Buku itu makin aneh, ketika banyak orang bertindak tidak masuk akal dan sangat egois. Justru kita disuruh tidak meladeni dan tetap diam alias sabar. Buku yang menyuruh kita menerima oaring lain apa adanya. Kata buku, jangan balas keburukan dengan keburukan, Tapi balaslah keburukan dengan kebaikan.

 

Buku kadang tidak masuk akal. Hanya buku yang menyuruh kita mampu memanfaatkan kebodohan yang dimiliki. Karena jika kepintaran itu tidak cukup memukau dan meyakinkan orang lain, maka gunakan saja kebodohan kita untuk membingungkan mereka. Hari ini, semua orang berlomba-lomba mempertontonkan kepintaran seperti debat capres dan cawapres agar rakyat kagum. Tapi kata buku, daripada sibuk menunjukkan kepintaran yang sebenarnya tidak dimiliki. Lebih baik bingungkan saja orang lain dengan kebodohan. Jelas, semua sudah ada di buku-buku bacaan.

 

Dulu saat membaca buku Ian Craib berjudul “Teori-Teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas”, saya pun terkesima. Ternyata buku bukan sekadar bacaan biasa. Melainkan bisa jadi panduan praktis untuk "menguasai dan memanipulasi" orang lain dengan cara yang positif. Tentang cara membangun rasa hormat dari lingkungan, mengakomodasi konflik, mendapat perhatian tanpa harus menjilat, dan bahkan bertahan untuk mencapai sukses  dalam persaingan yang ketat. Di buku ini, saya belajar bagaimana cara memanfaatkan musuh atau lawan agar menjadi sekutu yang mendukung kesuksesan kita. Itulah yang disebut akomodasi konflik. Bahwa musuh jangan dijauhi tapi “diakomodasi” menjadi corong kekuatan dan kelebihan kita.

 


Maka sangat jelas, buku kadang tidak masuk akal. Saat kita berbuat baik, justru prasangka buruk muncul di mana-mana. Saat kita meraih sukses berkat kerja keras dan ikhtiar tiada henti, justru makin banyak orang yang membenci. Bahkan saat kita dizolimi dan berdiam diri pun justru kabar-kabar buruk yang ditebarkan. Hingga jadi bahan gunjingan, ghibah atau fitnah. Gilanya betul, saat orang lain berpikir buruk di balik perbuatan baik yang kita tebarkan justru buku menyuruh kita tetap berbuat baik. Memang benar, buku kadang tidak masuk akal.

 

Buku-buku sudah lama menuliskan. Sekalipun kita membangun peradaban baik bertahun-tahun lamanya, pasti dapat dihancurkan orang lain dalam satu malam saja. Bahwa kebaikan yang ditanam hari ini, bisa jadi besok dilupakan semua orang. Bahwa ada orang-orang yang tersenyum di depan wajah kita. Tapi nyatanya, mereka justru membenci tidak kepalang di belakang kita. Kisah-kisah aneh dalam kehidupan, semuanya sudah ada di dalam buku.

 

Sekalipun buku terkadang tidak masuk akal. Ternyata ada pesan penting, bahwa kita harus tetap membacanya dan tetap dekat dengan buku. Agar kita semakin yakin, bahwa siapapun tidak akan pernah bisa mengontrol pikiran dan sikap orang lain terhadap diri kita. Maka jangan pedulikan apa yang orang lain pikir atas perbuatan baik yang kita lakukan. Jangan peduli terhadap penilaian buruk orang lain terhadap diri kita. Kita dan buku hanya disuruh untuk selalu berbuat baik dan menebarkan manfaat di mana pun.

 

Buku kadang memang tidak masuk akal. Tapi hingga kini, buku  yang mampu menjadi teman yang paling pendiam dan gigih untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Selasa, 26 Desember 2023

Literasi Nggak Boleh Tumbang Akibat Perbuatan Manusia

Kadang, kita sering terlupa. Dari sekian jauh perjalanan kehidupan, mengejar dunia. Pada akhirnya, siapapun akan berada pada satu titik perenungan. Untuk menjadi pribadi yang lebih bermanfaat bagi orang lain, bagi banyak orang. Karena sejatinya, manusia memang diciptakan untuk berguna, bukan untuk sempurna.

 

Maka dari waktu ke waktu, bahkan sebagai renungan akhir tahun. Adalah penting untuk selalu evaluasi diri. Untuk selalu melakukan semua kebaikan meski tidak sempurna. Iya, lakukan kebaikan semampu kita di mana pun. Biarkanlah Allah SWT nanti yang akan menyempurnakan langkah kebaikan kita. Karena saat berbuat baik, jangan terlalu peduli dengan penilaian orang lain. Cukup perbaiki hubungan dengan Allah SWT. Karena semuanya pasti akan baik-baik saja saat bersama dengan-Nya.

 

Saat berbuat baik dan menebar manfaat, tentu sangat berat. Apalagi direcoki oleh prasangka, fitnah, bahkan kebencian orang lain. Katakan saja, tidak masalah. Karena kita memang tidak bisa mengontrol orang lain untuk kita. Dan apa yang diperbuat orang lain pun bukanlah tanggung jawab kita. Kita hanya bisa ikhtiar dan memperbanyak doa. Untuk menentukan tempat tujuan akhir kita, atas bekal kebaikan dan kemanfaatan yang ditebarkan.

 

Berbekal prinsip berbuat baik itulah Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor tetap berkiprah secara sosial. Demi tegaknya kegemaran membaca dan budaya literasi masyarakat. Menjadikan taman bacaan sebagai ladang amal banyak orang. Mulai dari membimbing kegiatan membaca buku anak-anak, mengajar berantas buta aksara, mengajar calistung kelas prasekolah, mengelola koperasi simpan pinjam,, membina anak yati, dan kaum jompo, mengajarkan menabung dan literasi digital, hingga menjalankan motor baca keliling ke tiga kampung yang tidak punya akses bacaan. Dan setelah enam tahun berjalan, tidak kurang 200 orang anak-anak dan warga yang menjadi pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Spiritnya hanya untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada warga yang membutuhkan. Tentu, dengan penuh komitmen dan konsistensi dalam menjalankannya.

 

Lalu, apa tidak ada tantangan berbuat baik di taman bacaan? Sangat banyak tantangannya. Mulai dari sikap dan perilaku benci orang lain, intimidasi “orang asing” untuk mengganggu aktivitas taman bacaan, melarang anaknya membaca, hingga menjual aset milik taman bacaan. Tantangan yang dibuat orang lain atas dasar prasangka buruk dan kebencian. Tapi kini, alhamdulillah semuanya telah dilalui TBM Lentera Pustaka berkat pertolongan Allah SWT. Biarlah waktu yang akan membuktikan balasan atas perbuatan buruk orang lain ke TBM Lentera Pustaka.

 

Ketahuilah, semua orang memang punya hati. Tapi tidak semua orang punya nurani. Di sekeliling kita, masih banyak orang yang tidak peduli dan tida berpihak pada kebaikan. Masih banyak orang yang hati dan pikiranya berisi prasangka buruk dan kebencian. Walau tampang dan perilakunya seolah-olah baik, Itu semua tipuan dan kamuflase belaka. Karena manusia memang lebih suka mencari pembenaran daripada mengakui dan memperbaiki kesalahan. Karena itu, saat berbuat baik di mana pun. Tidak perlu membuang waktu untuk membenarkan sudut pandang orang lain. Biarkan saja, tetaplah fokus pada kebaikan yang sudah dirintis dan ditebarkan. Toh, baik atau tidaknya kita terkadang tergantung dari siapa yang bercerita.

 


Percayalah, saat berbuat baik di taman bacaan dan di mana pun. Jika kita memulainya karena Allah SWT. Jangan pernah menyerah apalagi tumbang karena perbuatan manusia. Jangan pernah lelah, lengah apalagi menyerah saat berbuat baik. Apalagi sudah berada di jalur yang benar. Gangguan bahkan cobaan, cukup dilihat dari sisi positifnya. Diam dan sabar dalam berbuat baik, karena skenario Allah SWT itu pasti baik dan baik.

 

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan beriman, niscaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik dan Kami balasi mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl: 97). Maka sebagai renungan akhir tahun, teruslah berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Jadilah pribadi yang Tangguh dan tetap sabar dalam segala keadaan. Karena semuanya, akan indah pada waktunya.

 

Hingga waktu akan membuktikan nanti. Siapa yang orientasinya akhirat, Allah SWT pasti berikan kecukupan di hatinya, urusannya akan dibereska-Nyan dan dunia tunduk menghampirinya. Sebaliknya, siapa yang orientasinya dunia, kefakiran akan selalu membayangi pelupuk matanya, urusanya dibuat berantakan dan dunia hanya menghampiri sekedarnya saja (HR. Tirmizi). Jadilah literat ke depan. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka




Wali Baca dan Relawan, Tanpa Pamrih Berbuat di Taman Bacaan

Sikap tanpa pamrih di taman bacaan, bahkan di berbagai aktivitas sosial, bisa jadi barang langka. Berbuat tanpa berharap apapun. Bertindak tulus dalam melakukan sesuatu. Tidak ingin dipuji, tidak pula mengharapkan apapun. Kecuali tetap berbuat baik dan menebar manfaat. Bersikap tanpa pamrih di zaman begini, memang langka.

 

Seperti yang dilakukan wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka pada Minggu, 24 Desember 2023 kemarin. Setelah membimbing aktivitas taman bacaan hingga siang, lalu dialnjutkan mengajar berantas buta aksara. Hingga waktu maghrib, wali baca dan relawan terdiri dari Susi, Mega, Resa, Farida, dan Rani mahasisw UIN Syarif Hidayatullah yang sedang skripsi di TBM secara bersama-sama membereskan kelengkapan administrasi untuk pembukaan rekening SIMPEL (SIMpenan PELajar) Bank Sinarmas yang ditargetkan pada Januari 2024 sudah bisa dieksekusi. Rekening SIMPEL uyntuk anak-anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka yang sekaligus siswa sekolah.

 

Tanpa pamrih, wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka mengisikan formular SIMPEL (maklum Minggu sebelumnya, formulir dibawa pulang tapi salah mengisinya). Lalu mengecek KK (kartu keluarga) dan KTP orang tua dan kartu identitas anak. Pekerjaan administrasi yang tidak mudah dan membutuhkan ketelitian, Sekali lagi, semua itu dilakukan wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka tanpa pamrih. Tulus berbuat untuk kebaikan anak-anak TBM Lentera Pustaka dan pembukaan rekening Bank Sinarmas.  

 

Sebagai pendiri TBM Lentera Pustaka, sikap tanpa pamrih wali baca dan relawan patut saya apresiasi. Sungguh, luar biasa dedikasi dan loyalitas mereka untuk kebaikan taman bacaan. Ini bukan soal pekerjaan administrasinya yang tidak mudah. Tapi soal sikap "tanpa pamrih" untuk berbuat baik atas niat yang tulus. Tanpa berharap imbalan, tanpa ingin dipuji dan mendapat pengakuan dari siapapun. Apa ada hari gini, orang-orang yang dari pagi hingga marghrib mengabdi di taman bacaan tanpa pamrih? Silakan tunjuk tangan …

 


Jujur saja, tanpa pamrih itu perbuatan langka di zaman begini. Karena hari gini gitu lho. Biasanya orang mengerjakan sesuatu karena ada maunya. Atau minimal ada uangnya. Tapi wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka, melakukannya dari hati dan tanpa pamrih sama sekali. Mengabdi di taman bacaan seperti sudah menjadi panggilan jiwa yang tulus. Sehingga mereka punya kepuasan hati tersendiri bila bisa membantu orang lain. Dan TBM Lentera Pustaka sangat bersyukur, didukung wali baca dan relawan yang penuh komitmen dan konsisten dalam mengabdi di taman bacaan. Sebuah tindakan kecil yang berdampak besar untuk orang banyak di taman bacaan. Terima kasih wali baca dan relawan yang luar biasa. Hanya Allah SWT yang akan memberikan ganjaran yang sepantasnya, amiin.

 

Sikap tanpa pamrih yang dilakukan wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka, tentu hanya contoh. Tentang betapa pentingnya ketulusan dalam berbuat baik di mana pun. Biarkan orang lain mau berkomentar apapun. Asal kita tetap tulus dan ikhlas bertindak atas nama kemanusiaan, atas nama kepedulian. Maka teruslah berbuat baik tanpa pamrih. Insya Allah, esok siapaun yang tanpa pamrih berbuat pasti akan menerima kebaikan tanpa batas. Salam literasi #TamanBacaan #WaliBaca #RelawanTBM #TBMLenteraPustaka