Selasa, 29 Januari 2019

TBM Lentera Pustaka Ajarkan Anak Bergelut dengan Buku


Zaman now dan peradabannya memang boleh maju. Tapi di saat ini pula, kita sulit mendapatakan anak-anak usia sekolah yang sedang membaca buku. Apalagi di luar jam sekolah. Hampir sebagian besar anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain atau menonton di luar jam sekolah. Zaman memang sudah berubah bahkan mengubah manusia. Kini, sulit mendapati aktivitas anak-anak sedang membaca buku.

Alhasil, persentase minat baca anak Indonesia tercatat hanya 0,001 persen. Atau hanya 1 dari 10.000 anak yang gemar membaca. Apalagi di tengah gempuran era digital seperti sekarang, hampir dapat dipastikan anak-anak kita kian menjauh dari buku. Tradisi baca dan budaya literasi pun akhirnya hanya sebatas niat, sebatas diskusi.

Berangkat dari realitas itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gunung Salak Bogor secara aktif terus menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi di kalangan anak-anak usia sekolah, dari SD-SMP-SMA. Hebatnya lagi, sekitar 60 anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka “bergelut” dengan buku di luar jam sekolah. Seminggu 3 kali, pada Rabu sore, Jumat sore dan Minggu pagi, mereka selalu berada di taman bacaan untuk membaca. Inilah cara dan terobosan baru dalam meningkatkan tradisi baca anak-anak usia sekolah. Agar tetap tumbuh perilaku membaca untuk masa depan anak-anak.

“Zaman now kita harus mencari cara agar anak-anak mau membaca. Apalagi kegiatan baca anak-anak TBM Lentera Pustaka dilakukan di saat sepulang sekolah. Ini tantangan yang sangat besar. Mengajarkan anak-anak untuk membaca di waktu senggang sama sekali tidak mudah. Kita ingin mereka tetap bergelut dengan buku" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka.


Melalui motto #BacaBukanMaen, TBM Lentera Pustaka bertekad membangun budaya “bergelut dengan buku” melekat pada anak-anak di Desa Sukaluyu ini. Agar anak-anak tetap bisa bermain namun tidak lupa membaca buku. Untuk itu, TBM Lentera Pustaka selalu berkreasi agar anak-anak tetap tertarik untuk membaca. Beberapa kreasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka, antara lain: 1) menggelar event bulanan + jajanan kampung gratis, 2) melakukan laboratorium baca setiap minggu pagi; dengan membaca di sungai, di kebun atau di jalanan, 3) menerapkan senam literasi dan doa literasi sebelum membaca, dan 4) melakukan edukasi literasi keuangan sebulan sekali,

TBM Lentera Pustaka saat ini memiliki koleksi 3.000 buku bacaan dan dikelola oleh 2 petugas honorer, di samping menyediakan fasilitas free wifi. Ke depannya, kawasan di sekitar TBM Lentera Pustaka rencananya akan dijadikan “kampung baca” sebagai komitmen membangun tradisi baca dan budaya literasi yang kuat di kalangan anak-anak. Bahkan lebih dari itu, TBM Lentera Pustaka pun tengah melakukan studi penjajakan untuk mengembangkan “Wisata Literasi Lentera Pustaka”, sebuah wisata edukasi berbasis membaca buku sambil melakukan perjalanan di sungai dan kebun yang dilengkapi spot-spot foto menarik.

"Kita tahu, peradaban zaman now telah menyingkirkan buku dari kehidupan anak-anak. Untuk itu, TBM Lentera Pustaka ingin anak-anak di sini tetap bergelut dengan buku. Demi tegaknya tradisi baca, di samping mampu melawan ganasnya era digital atau smartphone,” tambah Syarifudin Yunus, yang berprofesi sebagai Dosen Unindra dan tengah menempuh S3 Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak.

Harus diakui, saat ini menjadikan anak-anak “dekat” dengan budaya membaca tidaklah mudah. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan aksi nyata dalam mengajak anak-anak untuk mau bergelut dengan buku bacaan. Maka, imbauan dan aktivitas untuk mengajarkan anak-anak tetap membaca harus terus disosialisasikan. Kampanye akan pentingnya membaca bagi anak-anak harus terus ditegakkan oleh semua pihak, tanpa terkecuali. Demi tegaknya budaya literasi di kalangan anak-anak usia sekolah.

“Budaya literasi di anak-anak kita hampir hilang. Untuk itu, semua pihak baik korporasi dan individu harus peduli terhadap tradisi baca anak-anak. Inilah saatnya kita turun tangan. Karena bila tidak, mereka akan terlindas zaman,” kata Syarifudin Yunus yang alumni UNJ.

Maka di tengah derasnya gempuran zaman, mengajak anak-anak bergelut dengan buku sangatlah penting. Indonesia pasti hebat dan tidak mungkin punah, bila masih ada anak-anak yang gemar membaca. Karena tanpa baca, kita merana….

Jangan habiskan waktu anak-anak untuk bergelut dengan masalah. Tapi beri kesempatan mereka untuk bergelut dengan buku. Agar masa depan mereka bisa lebih baik… #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi


Senin, 14 Januari 2019

Dosen Unindra Pelopori Berantas Buta Huruf di Kaki Gunung Salak


Jangan pernah berpikir. Bahwa kaum buta huruf hanya ada di pelosok daerah atau yang jauh dari Ibukota Jakarta. 

Sebut saja teh Mimin, salah satu contoh ibu yang berada di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor, di Kaki Gn. Salak yang hanya 70km dari Jakarta. Dia buta huruf, tentu bukan karena tidak punya kesadaran. Tapi akibat budaya dan lingkungan yang membesarkannya saat dulu kini dia menjadi salah satu kaum yang tergolong buta huruf. Jangan baca dan tulis, mengingat tanggal kelahiran dan umur berapa sekarang pun dia tidak tahu?

Teh Mimin, hanya salah satu dari 5 ibu-ibu yang kini tergabung dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) Lentera Pustaka; sebuah gerakan sosial untuk memberantas buta huruf yang dipelopori oleh Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI Jakarta yang setiap hari Minggu siang mendedikasikan waktunya untuk mengajar di GEBER BURA.

Setelah berhasil merintis Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka, Syarifudin Yunus kini mengembangkan program pemberantasan buta huruf di Desa Sukaluyu yang masyarakatnya tergolong berpendidikan rendah, di samping prasejahtera. Syarif, begitu panggilannya, membuktikan aksi nyata kepeduliannya karena mendengar cerita seorang ibu buta huruf yang tiap kali anaknya punya “pekerjaan rumah” dari sekolah selalu minta tolong kepada tetangga. Hanya karena si ibu buta huruf, tidak bisa baca bahkan tidak bisa tulis.

“Saya terpanggil untuk membuktikan kepedulian secara nyata untuk membebaskan kaum buta huruf di sini. Maka saya kobankan waktu tiap hari Minggu untuk mengajar kaum buta huruf. Ini bukan soal pengabdian sosial. Tapi soal cara sederhana untuk memberdayakan mereka, minimal berdaya di mata anak-anaknya” ujar Syarif.


Sekalipun memiliki pengalaman mengajar lebih dari 24 tahun sebagai dosen, Syarifudin Yunus mengakui bahwa mengajar kaum buta huruf tidaklah mudah. Tidak segampang yang dipikirkan. Di samping mereka sudah berumur tua, kebiasaan membaca dan menulis sama sekali tidak ada di mereka sejak puluhan tahun. Mulut dan lidahnya sangat sulit menyebut huruf, tangannya pun kaku diajak menulis. Oleh karena itu, perlu trik dan cara yang pas untuk mengajar baca dan tulis pada kaum buta huruf. Karena bila tidak pas, terlalu mudah bagi kaum buta huruf untuk “tidak datang lagi” dan berhenti belajar baca dan tulis.

“Bagi saya, mengajar kaum buta huruf sama sekali tidak ada hubungan dengan jam terbang mengajar. Sama sekali berbeda dengan mengajar mahasiswa di kampus. Di sini, butuh cara sendiri yang sesuai dengan mereka. Metode belajar tidak perlu baku seperti di sekolahm Bahkan tidak boleh kaku. Prinsipnya, mereka harus dibuat senang dalam belajar baca dan tulis” tambah Syarifudin Yunus.

Belajar yang menyenangkan itu penting bagi kaum buta huruf. Agar kaum buta huruf mau belajar tanpa malu. Agar mau belajar tanpa rasa gengsi. Maklum, kaum buta huruf itu sudah terlalu “nyaman” tidak bisa baca tidak bisa tulis. Apalagi memang di pendidikan formal, tidak ada kelas buat kaum buta huruf.

Dalam menjalankan kepedulian terhadap kaum buta huruf, Syarifudin Yunus menyatakan tidak punya metode khusus. Karena modalnya cuma “kepedulian” untuk membantu kaum buta huruf yang sudah puluhan tahun tidak bisa baca dan tidak bisa tulis. Karena pendidikan nonsekolah sangat bergantung pada kemampuang mengintegrasikan budaya, kearifan lokal, target yang ingin dicapai, dan yang terpenting kemauan belajar kaum usia lanjut. 

Tapi setelah berjalan, hingga kini GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) menjadi bukti adanya semangat dan motivasi belajar kaum buta huruf. Sebuah potret kepedulian untuk “bangkit” dari keadaan yang tidak kenal huruf, tidak bisa baca tidak bisa tulis memang harus terjun langsung. Karena niat baik harus diwujudkan dalam aksi nyata. “Saya fokus agar mereka senang. Karena bila sudah senang, mau ngapain saja enak. Maka upaya memberdayakan kaum buta huruf harus berbasis kepedulian lalu sabar menjalankannya” tambah Syarif.


Kini, dengan pertemuan seminggu 2 kali, ibu-ibu yang tergabung dalam GEBER BURA pun terlatih untuk mengenal huruf dan angka, dibiasakan meng-eja suku kata dan kata, selaku diberi PR setiap pertemuan untuķ melatih menulis. Tentu, dengan cara yang santai sambil tertawa segar karena bacanya salah atau menulisnya menanjak ke atas.  Di Di GEBER BURA, tiap pertemuan, selalu ada canda dan “hadiah” buat kaum buta huruf. Entah itu, seliter beras, makan bakso yang lewat bersama-sama atau sekedar menghisap es tungtung. Agar mereka semangat belajar di GEBER BURA.

Memberantas buta huruf, tentu tidak bisa dilakukan hanya sebatas niat sebatas diskusi. Harus ada kemauan dan keberanian untuk terjun langsung. Sambil mengamat, bahwa sekolah dan belajar tidak hanya terbatas pada pendidikan formal. Tidak ada kurikulumnya, bahkan tidak banyak orang yang mau mengajarkan kaum buta huruf.

Setelah terjun langsung di GEBER BURA, sangat salah bila ada orang yang bilang “biarkan orang lain mabuk asal tidak ganggu kita”. Seharusnya “terjunlah ke lapangan, lalu perbaiki keadaan mereka agar bisa lebih berdaya dari sebelumnya”. Memberantas buta huruf, sungguh butuh kepedulian dan kesabaran … #GEBERBURA #TBMLenteraPustaka #BerantasButaHuruf


Minggu, 13 Januari 2019

Terapi Musik untuk Tingkatkan Tradisi Baca Ala TBM Lentera Pustaka


TBM Lentera Pustaka Tingkatkan Semangat Baca via Terapi Musik

Mengawali tahun 2019, TBM Lentera Pustaka menggelar event bulanan bertajuk “Belajar Membaca Sambil Bermusik” pada Minggu, 13 Januari 2019 dengan bintang tamu Kak Tara (gitaris) dan professional muda. Selain berbagi dan memotivasi anak-anak terus membaca, musik pada dasarnya dapat dijadikan “pemicu” anak-anak untuk lebih berani tampil ke panggung dan mengatasi rasa malu. Terapi musik, menjadi alternatif yang dapat dikembangkan dalam memompa kreativitas anak.

Khusus untuk anak-anak TBM Lentera Pustaka yang terletak di Kaki Gn. Salak, terapi music sangat penting diterapkan karena anak-anak dapat bernyanyi bersama dalam suasana yang gembira. Musik yang bersifat universal pun ternyata mampu menjadi “obat” anak-anak untuk mengatasi rasa malu dan rasa kurang percaya diri. Sekitar 50 anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka pun antusias dan bergembira ria dalam gelaran event bulanan TBM Lentera Pustaka.

Dalam kesempatan ini pula, TBM Lentera Pustaka untuk kali pertama menggelar “edukasi literasi kuangan” kepada anak-anak tentang cara menyikapi uang; antara jajang atau menabung. Edukasi literasi keuangan ini disponsori oleh Chubb Life dan AJ Tugu Mandiri sebagai bagian dari komitmen untuk memberikan edukasi kepada anak-anak usia sekolah dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam menyikapi uang. Karena uang adalah bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia.

Di penghujung acara event bulanan TBM Lentera Pustaka, seperti biasa anak-anak yang aktif membaca seminggu 3 kali ini, berpesta ria menikmati “jajanan kampung gratis” sebagai sarana untuk melatih budaya antre.


Untuk diketahui, TBM Lentera Pustaka merupakan satu-satunya taman bacaan masyarakat yang ada di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor. Terletak di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor, saat ini TBM Lentera Pustaka aktif dalam meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Dengan koleksi lebih dari 3.000 buku bacaan, anak-anak TBM Lentera Pustaka mampu membaca 5-8 buku per minggu. Sungguh menjadi capaian yang luar biasa, karena setahun lalu anak-anak di kampung ini sangat jauh dari akses buku bacaan.

Selain taman bacaan masyarakat, TBM Lentera Pustaka pun memiliki program budaya literasi lainnya, seperti: GErakan BERanatas BUta aksaRA (GEBER BURA) sebagai upaya pemberantasan buta huruf di kalangan kaum ibu dan bapak, Wisata Literasi Lentera Pustaka sebuah alternatif wisata edukatif berbasis bacaan dengan menyusuri sungai dan kebun sepanjang 1,2km, dan Zona Baca Hijau 1.000 tanaman polybag yang dipajang di sepanjang jalan menuju TBM.

“Sejak berdiri setahun lalu, TBM Lentera Pustaka selalu menggelar acar event bulanan sebagai motivasi anak-anak untuk terus membaca. Karena dengan membaca diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah. Apalagi di kampung ini, 81% penduduknya hanya sebatas SD dan 9% SMP. Untuk itu, kesadaran pentingnya sekolah harus dimulai dari bacaan”” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka.


Untuk itu, TBM Lentera Pustaka mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap tradisi baca dan budaya literasi anak-anak. Apalagi di tengah gempuran era digital dan gadget yang kian sulit dikontrol.  Siapapun dapat menjadi relawan atau kontributor dalam menegakkan budaya literasi anak-anak. Karena budaya literasi tidak cukup hanya niat baik. Tapi harus diwujudakan dalam aksi nyata.

Karena melalui bacaan, kita percaya bahwa harapan dan masa depan akan bisa lebih baik. Untuk siapapun, oleh siapapun …. #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi #LiterasiKeuangan

Sabtu, 12 Januari 2019

Raisa Imbau Masyarakat Donasikan Buku Bacaan


Apa Kata Raisa dan ITB tentang Donasi Buku Bacaan ?

 

Bila ada cara sederhana memberdayakan anak-anak kita adalah mendonasikan buku bacaan. Karena donasi buku bacaan, setidaknya dapat menyelamatkan masa depan anak-anak para generasi penerus bangsa. Apalagi bagi anak-anak yang selama ini sulit mendapatkan akses buku bacaan. Sungguh tidak bisa dibantah, buku adalah jendela pengetahuan.

 

Sementara di luar sana, kita selalu berteriak akan pentingnya budaya literasi. Sebuah budaya baca dan tulis yang patut ditanamkan ke dalam diri anak-anak kita.  Di tengah gempuran era ditigal, era gadget yang kian menjauhkan anak-anak dari buku dan bacaan. Kita sadar, budaya literasi dalam bentuk kebiasaan membaca dan menulis sama sekali tidak akan bisa berjalan hanya sebatas “gerakan nasional”. Harus ada perilaku nyata dalam membantu dan mendonasikan buku-buku bacaan. Karena niat baik tidak berguna tanpa diikuti aksi nyata.

 

Donasi buku bacaan, itulah yang dilakukan artis keren pelantun “Terjebak Nostalgia”, Raisa. Tiap kali ulang tahunnya, ia selalu mendonasikan buku bahkan mengajak rekan-rekannya untuk ikut menyumbang buku bacaan dan disalurkan ke taman bacaan.

 

"Aku udah beberapa kali ikut donasi buku. Aku sangat mendukung kegiatan yang dilakukan untuk membangun kebiasaan baca anak-anak. Apalagi di daerah yang selama ini anak-anaknya sulit mendapat akses bacaan” ujar Raisa di Jakarta beberapa waktu lalu. (https://kumparan.com/@kumparanhits/alasan-raisa-pilih-donasikan-buku-saat-ulang-tahun)

Raisa menyadari, pentingnya membaca buku dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Termasuk dalam membangun budaya literasi, budaya yang dekat dengan buku bacaan di tenagh era digital yang sulit dikontrol seperti sekarang. "Buku itu selain penting buat pendidikan, juga bisa buat ajang rekreasi. Anak-anak memang senang main, tapi coba bermain dengan buku. Kadang mereka enggak tahu harus mainan apa. Jadi, kenapa mereka gak main di taman bacaan? Karena hanya elalui buku, kita bisa sejenak terdiam lalu berpikir dan mengembangkan kreativitas” jelas Raisa lagi.

Ketahuilah, sekalipun kita ada di era digital era revolusi industri. Buku dan bacaan tidak akan pernah kehilangan pamor. Karena perilaku membaca pasti dan harus dihadapi tiap manusia secerdas apapun. Dan hebatnya, tiap menit pengetahuan yang terkandung bahkan romantisme membolak-balik halaman buku selalu mengundang rindu. Karena itu, masyarakat pun hars ikut serta dalam gerakan donasi buku untuk anak-anak.

Katanya, minat baca anak-anak Indonesia rendah. Katanya tidak membaca buku berarti minim pengetahuan maupun daya kritis. Katanya lagi buku pun bisa jadi jembatan awal meraih cita-cita.Itu tanda, bahwa kita perlu ikut serta dan turun tangan dalam mendonasikan buku untuk anak-anak kita.

Berangkat dari pentingnya membangun tradisi baca dan budaya literasi, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam “gerakan donasi buku bacaan”. Agar anak-anak Indonesia tetap dekat dengan budaya membaca. Karena hanya dengan membaca buku, martabat dan derajat hidup anak-anak akan bisa lebih baik. Bahkan di tengah era berita bohong atau hoaks, cara antisipasi yang paling sederhana adalah dengan “membaca buku”.

“Tradisi baca anak-anak dan gerakan literasi nasional tidak bisa lagi hanya di atas kertas. Kita harus mau dan berani aktif mendonasikan buku. Gerakan menyumbang buku penting hari ini. Bagaimana mau minat baca anak-anak Indonesia tinggi, jika ternyata akses bacaan anak-anak masih rendah, persediaan buku sangat minim. Saatnya kita bersatu padu berdonasi buku saat ulang tahun saat kumpul dengan teman-teman” ujar Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor hari ini.

Membangun tardisi baca dan budaya literasi memang bukan semudah membalikkan telapak tangan. Membaca adalah kebiasaan yang harus dipupuk terus menerus. Tapi di sisi lain, kebiasaan membaca pun perlu ditunjang dengan keberadaan buku. Oleh karena itu, doansi buku dari para donator dan masyarakat sangat diperlukan demi tegaknya budaya baca anak-anak di era supermodern ini. “Buku bacaan itu masih jadi barang mewah bagi anak-anak yang sulit mendapat akses bacaan. Maka siapa yang harus peduli akan hal ini?” tambah Syarifudin Yunus.

Pentingnya tardisi baca dan budaya literasi pun didukung penuh oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Karena itu ITB sangat mendu­kung gerakan literasi dan peningkatan budaya baca masya­rakat melalui aksi donasi buku layak baca untuk taman-ta­man bacaan di tanah air. Sebagai langkah nyata, ITB pun selalu menggelar aksi donasi buku layak baca dengan menempatkan satu kotak bertuliskan “Book Drop Donation Box”, sambil menuliskan bahwa buku-buku yang diterima adalah buku anak, buku ajar ilmiah, serta fiksi dan nonfiksi.

“Aksi book drop donation ini terinspirasi oleh peng­alaman Universitas Negeri Arizona (ASU), Amerika Serikat. Buku-buku hasil sumbangan warga lewat kotak ini akan di­sumbangkan ke taman-taman bacaan yang memerlukan,” kata UPT Perpustakaan ITB. (http://www.koran-jakarta.com/itb-dukung-gerakan-peningkatan-budaya-baca/)

 

Berangkat dari pentingnya membangun gerakan donasi buku bacaan, TBM Lentera Pustaka mengajak masyarakat, kalangan professional dan swasta serta komunitas-komunitas hobby untuk ikut aktif dalam gerakan donasi buku untuk disalurkan teman-taman bacaan atau daerah pelosok yang selama ini kesulitan akses buku bacaan.

Dengan mengusung #BacaBukanMaen, TBM Lentera Pustaka sebagai taman bacaan masyarakat yang terletak di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab Bogor kini telah memiliki 60 anak pembaca aktif yang terbiasa membaca 5-8 buku per minggu. Dengan jam baca 3 kali seminggu, tradisi baca anak-anak TBM Lentera Pustaka patut diacungi jempol. Karena sebelum ada taman bacaan, anak-anak sama sekali tidak pernah mendapat akses buku bacaan.

“Alhamdulillah, tradisi baca anak-anak di kampung ini semakin meningkat. Mereka mampu membaca 5-8 buku per minggu. Maka donasi buku sangat diperlukan agar mereka bisa terus membaca dengan bacaan yang bervariasi” ujar Syarifudin Yunus, yang seharihari berprofesi sebagai Dosen Universitas Indraprasta PGRI dan tengah menempuh studi S3 Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.

Saat ini TBM Lentera Pustaka memiliki koleksi 3.000 buku yang berasal dari para donator dan relawan. Untuk menarik animo anak-anak agar gemar membaca, TBM Lentera Pustaka selalu mengadaan event bulanan dengan cara menghadirkan “tamu dari luar” untuk berbagi ilmu dan keterampilan kepada anak-anak sebagai wujud kepedulian sosial. Saat ini TBM Lentera Pustaka pun memiliki program budaya literasi lainnya, seperti: GErakan BERanatas BUta aksaRA (GEBER BURA) sebagai upaya pemberantasan buta huruf kaum ibu dan bapak, Wisata Literasi Lentera Pustaka sebuah alternative wisata edukatif berbasis bacaan dengan menyusuri sungdai dan kebun, dan Zoan Baca 1.000 tanaman polybag.

“TBM Lentera Pustaka sangat berkomitmen dalam menegakkan tradisi baca anak-anak. Targetnya sederhana, agar dengan membaca tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah. Karena di sini, 81% penduduknya hanya sebatas SD dan 9% SMP. Maka melalui buku dan bacaan, diharapkan semangat belajar dan sekolah anak-anak tetap terjaga hingga tercapai ketuntasan belajar hingga jenjang SMA” tambah Syarifudin Yunus.

TBM Lentera Pustaka ingin memberikan akses yang luas kepada anak-anak untuk membaca. Bukan hanya main. Karena tanpa baca, anak-anak akan merana. Tidak adanya bacaan atau buku, sungguh hanya akan melanggengkan kebodohan dan kemiskinan. Maka dari spirit inilah, TBM LENTERA PUSTAKA mengajak masyarakat dan berbagai pihak yang mampu untuk bergabung dan ikut serta berpartisipasi dalam “pengadaan buku bacaan” dan menjadi relawan di TBM Lentera Pustaka.

Buku lama Anda adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya. Sungguh, ada banyak cara sederhana untuk meluaskan dunia anak-anak kita, salah satunya donasikan buku Anda.

Setiap buku lama atau layak baca pasti dapat “mencerahkan” dan “menerangkan jalan” bagi ratusan anak-anak di manapu berada. Jangan buang buku yang sudah Anda baca. Donasikanlah untuk anak-anak kita... Agar mereka tetap membaca   #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi #BacaBuku
===========================
Untuk informasi lebih lanjut dan partisipasi/donasi dapat menghubungi:
TBM Lentera Pustaka
Jl. Masjid Jami Kp. Warung Loa No. 77 RT 01/12 Desa Sukaluyu Kec. Taman Sari Kab. Bogor 16610
Telp:  0812 8568 3535 atau Email: lentera.pustaka77@gmail.com