Sekarang ini tidak sedikit orang yang gemar mempertontonkan hedonisme. Sebuah gaya hidup yang berfoya-foya dan perilaku konsumtif yang berlebihan. Sebut saja kaum hedonis. Orang-orang yang menganggap kesenangan itu sebatas materi atau ekonomi semata. Berani belanja atau membuang-buang uang hanya untuk kesenangan sesaat.
Sulit dibantah, hedonism saat ini
sudah jadi gaya hidup. Bergaya dalam hidup di kafe-kafe, nongkrong dari satu
tempat ke tempat lain. Dan aktivitas lainnya asalkan bisa menikmati kesenangan
sessat. Entah setelah itu, seperti apa? Saat kenikmatan dunia jadi tujuan
hidup, maka di situ ada hedonisme.
Apalagi di kota besar seperti Jakarta, banyak
orang berlomba untuk unjuk hedonism. Kesenangan sesaat jadi panglima hidup.
Kaum oecinta dunia. Tidak suka politik, sedikit dangkal urusan agama. Tapi
urusan gaya hidup, apa pun dikerjakan. Selalu ada waktu untuk hedinisme, kongkow-kongkow
sekalipun untuk perbuatan yang sia-sia.
Di mata kaum hedonis, hidup itu yang penting kesenangan dan kenikmatan
untuk diri sendiri. Tentu bersama teman-teman sepaham. Katanya, hidup-hidup gue
maka harus gue nikmati sesuai kemauan dan kesenangan gue. Tidak peduli orang lain
mau komentar apa? Hedonisme memang berkonsekuensi jadi individualis. Asalkan
segala kepentingan dunia bisa di-eksekusi.
Jadilah, hedonism.
Kaum hedonis, mungkin dari kecil sudah
dididik untuk cinta dunia. Atau dendam terhadap kemiskinan di masa lalu.
Sehingga sekolah dan kerja semuanya ditujuakn untuk urusan dunai. Untuk mengumpulkan
harta, mengejar materi. Agar bisa bergaya hidup mewah, mampu belanja apa yang
dimau. Tanap peduli perut orang di sebelahnya kosong atau tidak,. Hedonisme
itulah yang jadi sikap mental para crazy rich yang kini jadi masalah hukum.
Hobby-nya mencari kesenangan sesaat, di
mana saja. Asal bisa bikin senang maka akan dikunjungi. Tidak masalah hidup lebih
banyak di luar rumah. Lebih banyak main-main. Bahkan lebih gemar aktivitas yang
membuang-buang waktu. Demi popularitas, demi status sosial di media sosial atau
di mata orang orang lain. Kaum hedonis ada di mana-mana, tempatnya pun ada di
mana-mana. Karena di negeri ini, derajat manusia hanya diukur dari penampilan
fisik dan materi saja. Moral dan batin sudah tidak laku. Semuanya serba boleh,
apalagi urusan gue sendiri katanya.
Hedon memang sah-sah saja. Apalagi urusan
diri sendiri. Tapi dalam literasi, mau sampai kapan sikap dan perilaku hedon
mau dilakukan? Mau sampai kapan hidup dalam kesenangan sesaat, tanpa mau menebar
manfaat dan kebaikan kepada orang lain. Hanya mengurus diri sendiri tanpa peduli
untuk membantu orang lain? Literasi hedonism hanya mengingatkan. Bahwa semua
materi yang dimiliki tidak ada artinya sedikit pun. Tanpa digunakan untuk menebarkan
manfaat kepada orang lain. Khoirunnass anfa’uhum linnas …
Karena sejatinya, hedonisme hanya
menjadikan siapa pun menjadi manusia yang rapuh. Hidup dalam kamuflase dan
rekayasa diri. Hingga akhirnya mudah putus asa terhadap setiap masalah yang
ada. Hedonisme itu hanya tampak luar, bukan tampak dalam.
Maka hati-hati, jangan terpenjara oleh hedonism.
Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar