Senin, 31 Januari 2022

Literasi Imlek dan Tradisi Amplop Merah

Gong Xi Fa Cai. Selamat tahun baru Imlek untuk sahabat yang merayakan.

Semoga kita semua diberikan Kesehatan, kelancaran, dan kesejahteraan selalu. Xin Nian Khuai Le. Doa baik pun pantas diucapkan, Shen Ti Jian Kang (semoga badan sehat selalu), Shi Shi Shun Li (semoga semua usaha lancar selalu). Lalu dijawab, Xie Xie (terima kasih) tapi bukan ciee ciee ya.

 

Semua ada hikmahnya. Selalu ada doa di balik peringatan hari besar. Ada kultur doa yang lebih kuat daripada event-nya itu sendiri. Bahwa peringatan itu seremoni. Tapi jauh lebih penting adalah implementasi nilai-nilai yang ada di dalamnya. Karena sejatinya dalam hidup manusia, “bungkus tidak lebih penting daripada isinya”. Manusia tidak dilihat dari bungkusnya tapi isisnya. BUkan omongannya tapi tindakannya. Bukan seberapa tinggi ilmu dan pangkatnya. Melainkan manfaatnya untuk orang lain.

 

Seperti di hari Imlek. Ada tradisi angpao atau amplop merah sebagai bungkus. Tapi isinya uang. Sebagai simbol kepedulian kepada orang lain. Sebuah transfer kesejahteraan atau energi kepada orang lain. Dari orang yang mampu kepada orang yang tidak mampu. Dari orang tua ke anak-anak.

 

Amplop merah hanya symbol sekaligus tradisi. Lambang kebaikan dan kesejahteraan dalam kultur Tionghoa. Merah berarti kegembiraan, semangat menuju kebaikan, keberuntungan.

Ini bukan soal ras, bukan pula soal agama. Melainkan soal moral. Soal ajaran kebaikan yang bisa terjadi pada siapa saja, dan di mana saja.  Bahwa sehebat apa pun berjuang keras untuk mencari angpao (uang). Maka ujungnya jangan lupa untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. Jadi, jangan salah mengikapi uang atau harta. Karena uang bukanlah segalanya.

 

Tradisi amplop merah. Berarti jangan salah memperlakukan uang. Agar tidak terjerembab ke jurang kesombongan apalagi kelalaian untuk peduli. Sehingga uang dan harta mampu jadi keberkahan bukan kesengsaraan. Karena uang bukan untuk “dituhankan” melainkan untuk menjadi sarana amal perbuatan yang bermanfaat.

 


Zaman begini. Makin banyak orang salah memperlakukan uang atau harta. Korupsi, jual narkoba, dan bahkan jual beli jabatan jadi bukti cara pandang salah tentang uang. Kemiskinan dan putus sekolah pun jadi bukti uang pun bisa memakan korban dan hanya dikuasai orang-orang punya. Uang dan harta, sekali lagi harus diperlakukan dengan benar. Cara pandang tentang uang dan harta pun harus benar.

 

Di luar sana, tidak sedikit orang yang salah dalam memperlakukan uang. Uang dianggap segalanya. Ada pula yang menjadikan uang sebagai ukuran status social dan gaya hidup. Uang, harta atau angpao kok “dipertuhankan”. Faktanya, ada empat tipe manusia bila berurusan dengan uang atau harta:

1.      Orang tidak punya uang tapi kelihatan seperti punya uang. Bungkusnya bagus tapi isisnya kosong. Kaum  yang “lebih besar pasak daripada tiang”. Jago ilmu seni menyiksa diri. Sering menderita dan jadi candaan orang lain.

2.      Orang tidak punya uang tapi  hidup bersahaja. Kaum yang pasrah dan apa adanya. Tapi hidupnya tidak tersiksa oleh keinginan. Bahkan tidak peduli pada penilaian orang lain. Tidak pernah ber-utang apalagi meminta-minta. Tetap menjaga harga diri, tidak berharap dikasihani.

3.      Orang punya uang dan memperlihatkan uangnya. Lebih senang bergaya hidup mewah. Sombong dan gemar merendahkan orang lain. Sayangnya, sedikit berbagi dan peduli.

4.      Orang yang punya uang tapi hidup bersahaja. Gaya hidupnya sederhana walau bisa membeli apa saja. Mampu menahan diri, hidupnya tidak berbiaya tinggi. Soal uang, bukan tidak bisa melainkan tidak mau sombong. Lebih hebat lagi, bila senang bersedekah dan amal. Pribadinya lebih kaya daripada uang atau harta yang dimilikinya.

Jadi soal angpao atau uang, “bungkus itu tidak lebih penting daripada isinya”. Seperti sikap lebih penting daripada fakta. Sikap dalam memperlakukan uang ternyata lebih penting daripada uang itu sendiri.

 

Seberapa pun uang yang dimiliki, semuanya hanya titipan. Tinggal mau dipakai untuk apa dan ke mana dibelanjakan? Karena uang bukanlah segalanya. Salam literasi #TamanBacaan #PegaitLiterasi #TBMLenteraPustaka

Minggu, 30 Januari 2022

Pegiat Literasi Jangan Berharap Sempurna, Kerjakan Saja Bro!

Adalah realitas, hari ini banyak orang yang menuntut kesempurnaan terjadi pada orang lain. Sementara dirinya sendiri adalah makhluk yang tidak sempurna. Maka siapa pun, jangan pernah berharap sempurna. Karena tidak ada sama sekali manusia atau hal yang sempurna selagi masih bermukim di dunia. Kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT.

 

Sekali lagi, jangan pernah berharap kesempurnaan. Asal jujur dan apa adanya, lebih baik membuat kesalahan daripada memalsukan kesempurnaan. Berkoar-koar di media sosial seperti orang baik dan selalu benar. Hanya untruk memalsukan diri, sementara orang yang ditudingnya hanya diam saja. Bertindak seperti orang berdaya dan mampu, sementara track record-nya tidak ada apa-apanya. Banyak orang terlihat sempurna karena dibantu mulutnya, sementara orang lain hanya berdiam diri.

 

Terus, bila orang lain salah. Apa kamu pasti benar?

Belum tentu dong. Saya sendiri tidak pernah percaya ada manusia yang mampu mengerjakan apa pun dengan sempurna. Selagi masih jadi manusia pasti punya salah, ada khilafnya. Salah sedikit atau banyak, besar atau kecil. Apa pun dalihnya. Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang sempurna. Hanya banyak orang tidak mau jujur, bahkan tidak berani mengakui kesalahannya.

 

Mengejar kesempurnaan, untuk siapa pun, hanya akan membuat manusianya jadi stres dan frustrasi. Hingga berdampak berdampak buruk pada hidupnya. Jangan lupa, sesuatu indah itu dibangun dari hal-hal yang tidak sempurna. Maka cukup, lakukan apa pun dengan baik. Walau tidak sempurna, namun tetap apa adanya dan berdampak positif untuk orang lain. Seperti pegiat literasi di taman bacaan, mereka tidak lakukan apa pun untuk sempurna. Tapi selalu ikhtiar untuk melakukan yang terbaik.

 

Maka khusus pegiat literasi dan relawan taman bacaan. Pesen sederhananya adalah jangan pernah berharap untuk sempurna. Tapi cukup lakukan yang terbaik di taman bacaan. Demi tegaknya kegemaran membaca dan budaya literasi anak-anak dan masyarakat. Fokus saja untuk mengelola dan menghidupkan kegiatan literasi di taman bacaan, Apa pun kondisinya, apa pun kendalanya. Taman bacaan, tidak perlu menjadi sempurna untuk menginspirasi orang lain. Tapi biarkan orang-orang terinspirasi oleh taman bacaan saat menangani ketidaksempurnaannya.

 


Taman bacaan bukan tempatnya kesempurnaan. Pegiat literasi pun tidak perlu jadi orang sempurna. Literasi pun tidak usah pengen macam-macam. Tapi cukup semacam saja. Untuk menyediakan akses bacaan, bukan menuding minat baca rendah. Taman bacaan pun sama sekali tidak penting mengurusi orang lain, Apalagi kepo, gossip, gibah dan fitnah. Karena orang lain itu tidak peduli dan tidak membantu taman bacaan kan? Maka taman bacaan hanya fokus pada apa yang harus dilakukan. Fokus pada taman bacaan itu sendiri, bukan pada orang lain.

 

Spirit “jangan pernah berharap kesempurnaan” itulah yang jadi roh TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sekalipun banyak kendalanya tapi tetap fokus berliterasi. Hingga kahirnya kini, tetap fokus menjalankan taman bacaan sebagai tempat membaca 130 anak usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) di Kec. Tamansari Bogot. Dengan koleksi lebih 10.000 buku, kini tiap anak TBM Lentera Pustaka sudah terbiasa membaca 3-10 buku per minggu. Selain taman bacaan, TBM Lentera Pustaka pun menjalankan 11 program literasi lainnya seperti:1) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu buta aksara, 2) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 3) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 4) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 5) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 6) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 7) DonBuk (Donasi Buku), 8) RABU (RAjin menaBUng), 9) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 10) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 11) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre. Tidak kurang dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera Pustaka setiap minggunya.

 

Alhamdulillah, hasilnya pada tahun 2021 lalu, TBM Lentera Pustaka menorehkan berbagai prestasi, seperti:  1) Terpilih "Jagoan 2021" dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2) Sosok Inspiratif Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 3) Terpilih "31 Wonderful People 2021" dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), 4) Terpilih "Ramadhan Heroes" dari Tonight Show NET TV (6 Mei 2021), dan 5) Terpilih program "Kampung Literasi 2021" dari Dit. PMPK Kemdikbud RI (14 Nov 2021).

 

Jadi siapa pun, jangan pernha berharap kesempurnaan. Lebih baik lakukan sesuatu sekalipun tidak sempurna daripada tidak melakukan apa pun dengan sempurna. Dan bila sudah ikhtiar, tetap sabar dan ikhlas dalam menjalankannya. Sambil menahan diri untuk terhindar dari 3 perkara buruk, yaitu: 1) larut dalam pembicaraan yang tidak berguna, 2) banyak bertanya soal yang tidak penting, dan 3) menyia-nyiakan harta untuk yang tidak manfaat.

 

Siapa pun dan soal apa pun, jangan pernah berharap kesempurnaan. Kerjakan saja apa pun dengan baik. Karena “man jadda wa jadda”, barang siapa bersungguh-sungguh, maka pasti akan hasil baik pada waktunya. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Foto Bangunan Terakhir TBM Lentera Pustaka, Berubah atau Punah?

Berjuang di taman bacaan memang tidak mudah. Selain sulitnya menggugah akan pentingnya membaca buku, taman bacaan pun terus berkreasi. Agar taman bacaan tetap mampu jadi tempat yang diminati dan menyenangkan. Tanpa kreasi, taman bacaan akan sulit eksis. Taman bacaan, berubah atau punah?

 

Menyadari pentingnya perubahan, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selalu siap berubah. Karena itu hari ini (Minggu, 30 Januari 2022), seluruh anak-anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka pun melaukan sesi foto terakhir di depan bangunan taman bacaan yang identik dengan latar "4 kuncup bubungan" rumah. Kenapa? Karena mulai Senin (31/01/2022), TBM Lentera Pustaka mulai direnovasi untuk dibangun dibangun "rooftop baca" di lantai 2. Praktis tampak muka TBM Lentera Pustaka yang selama ini menjadi “ikon taman bacaan” akan berubah total dalam 45 hari ke depan. Setelah adanya “rooftop taman bacana” yang menghadap persis ke Gunung Salak. Jadi TBM ber-view Gunung Salak secara penuh. Alhamdulillah, semua biaya bangunan “rooftop baca” didanai oleh Bank Sinarmas sebagai sponsor CSR TBM Lentera Pustaka tahun 2022.

 

Setelah beroperasi empat tahun, sejarah baru dimulai di TBM Lentera Pustaka. Untuk meningkatkan kegemaran membaca dan mengoptimalkan 250 pengguna layanan, TBM Lentera Pustaka pun berubah. Agar taman bacaan lebih diminati masyarakat. Sekaligus tetap berani menegakkan perilaku membaca di tengah gempuran era digital. Karena tanpa perubahan, taman bacaan sama sekali sulit untuk tumbuh dan berkembang. Dan setiap perubahan pun butuh kolaborasi, seperti yang dilakukan TBM Lentera Pustaka dan Bank Sinarmas.

 

Nantinya dengan “rooftop baca”, TBM Lentera Pustaka memiliki fasilitas membaca di luar ruang dengan view Gunung Salak. Agar lebih nyaman dan menyenangkan. Seperti di kafe-kafe, membaca pun pantas menjadi aktivitas "berkelas" dengan view yang indah dan mengesankan. Dengan dukungan Bank Sinarmas, TBM Lentera Pustaka pun akan terus memperkuat perilaku membaca anak-anak usia sekolah. Agar tidak ada lagi anak putus sekolah, dan sebagai sarana Pendidikan karakter atau akhlak anak ke depannya.

 


Sebagai taman bacaan resmi satu-satunya di Kecamatan Tamansari Kab. Bogor, TBM Lentera Pustaka dikenal sebagai taman bacaan kreatif yang mengembangkan model "TBM-Edutainment", sebuah tata kelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment. Kini dengan koleksi 10.000 buku, taman bacaan di kaki Gunung Salak Bogor ini menjadi tempat membaca 130 anak usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) yang mampu membaca 5-10 buku per minggu. Selain taman bacaan, TBM Lentera Pustaka pun menjalankan 11 program literasi lainnya seperti:1) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu buta aksara, 2) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 3) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 4) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 5) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 6) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 7) DonBuk (Donasi Buku), 8) RABU (RAjin menaBUng), 9) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 10) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 11) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre. Tidak kurang dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera Pustaka setiap minggunya.

 

Pada tahun 2021 lalu, TBM Lentera Pustaka menorehkan berbagai prestasi, seperti:  1) Terpilih "Jagoan 2021" dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2) Sosok Inspiratif Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 3) Terpilih "31 Wonderful People 2021" dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), 4) Terpilih "Ramadhan Heroes" dari Tonight Show NET TV (6 Mei 2021), dan 5) Terpilih program "Kampung Literasi 2021" dari Dit. PMPK Kemdikbud RI (14 Nov 2021).

 

Pembangunan rooftop baca di TBM Lentera Pustaka jadi cerminan pentingnya kolaborasi dalam gerakan literasi di Indonesia. Seperti yang dilakukan Bank Sinarmas terhadap TBM Lentera Pustaka. Tentu, tata kelola taman bacaan harus dikelola dengan professional dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengelola taman bacan harus komit, konsisten, dan sepenuh menjalani “jalan terjal” taman bacaan.

 

TBM Lentera Pustaka sadar betul. Tidak ada sesuatu yang menyenangkan fi taman bacaan selain membuat wajah anak-anak pembca tetap tersenyum menatap masa depan. Apalagi di tengah himpitan era digital. Agar Indonesia pun mampu mewujudkan masyarakat yang literat. Salam literasi #BankSinarmas #RooftopTamanBacaan #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka



Sabtu, 29 Januari 2022

Salurkan CSR di Masa Pandemi, Bank Sinarmas Dukung Kegiatan Literasi TBM Lentera Pustaka

Sebagai bukti komitmen terhadap gerakan literasi di Indonesia dan kepedulian sosial, Bank Sinarmas hari ini menyalurkan CSR sponsorship tahun 2022 ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka (29/1/2022) di Bogor. Hal ini sekaligus sebagai dukungan terhadap upaya peningkatan kegemaran membaca buku di kalangan anak-anak di era digital. Penyerahan simbolik sponsor CSR tahun 2022 dilakukan oleh Epul Saepulloh dan Carlos dari Corpotrate Secretary Bank Sinarmas kepada Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka. CSR korporasi Bank Sinarmas tahun 2022 ini merupakan program berkelanjutan dan memasuki tahun ke-3.

 

Selain menjadikan sebagai taman bacaan binaan, Bank Sinarmas pun akan menjadikan TBM Lentera Pustaka sebagai laboratorium literasi finansial dalam meningkatkan pengetahuan bidang keuangan dan perilaku menabung anak-anak dan masyarakat. Tujuannya, agar wawasan dan pengalaman tata kelola uang masyarakat bisa lebih bijak dan berkualitas.

 

“CSR korporasi Bank Sinarmas ke TBM Lentera Pustaka ini sudah memasuki tahun ke-3. Kami sangat berkomitmen untuk mendukung aktivitas taman bacaan dan literasi di Indonesia, di samping edukasi literasi finansial secara konkret. Dalam waktu dekat, Bank Sinarmas pun akan melakukan perluasan area baca di lantai dua. Agar anak-anak lebih nyaman saat membaca buku. Inilah bukti peduli taman bacaan dan pemberantasan buta huruf di taman bacaan ini sebagai bagian tanggung jawab sosial Bank Sinarmas,” ujar Retno Tri Wulandari, Head of Corporate Secretary Bank Sinarmas dalam pernyataan tertulisnya.

 

Sebagai bank swasta nasional, Bank Sinarmas berkomitmen untuk selalu memberikan edukasi literasi finansial sekaligus mengajarkan pentingnya menabung bagi anak-anak usia sekolah. Agar terampil dalam mengelola uang, di samping mampu meningkatkan kesejahteraan dalam skala kecil dan praktis. Sebelumnya, Bank Sinarmas pun telah menyumbangkan 5 perangkat komputer sebagai sarana belajar literasi digital, penyediaan kaos anak-anak pembaca dan warga belajar buta aksara, dan edukasi “Jajan atau Nabung?” secara rutin di TBM Lentera Pustaka.

 


Patut diketahui, TBM Lentera Pustaka saat ini merupakan satu-satunya taman bacaan resmi di Kecamatan Tamansari Kab, Bogor dan dikenal sebagai taman bacaan kreatif yang mengembangkan model “TBM-Edutainment”, sebuah tata kelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment. Dengan koleksi 10.000 buku, taman bacaan di kaki Gunung Salak Bogor inimenjadi tempat membaca 130 anak usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sinarwangi) yang mampu membaca 5-10 buku per minggu.

 

Selain taman bacaan, TBM Lentera Pustaka kini menjalankan 11 program literasi lainnya seperti:1) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu buta aksara, 2) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 3) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 4) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 5) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 6) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 7) DonBuk (Donasi Buku), 8) RABU (RAjin menaBUng), 9) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 10) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 11) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre. Tidak kurang dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera Pustaka setiap minggunya.

 

Pada tahun 2021 lalu, TBM Lentera Pustaka menorehkan berbagai prestasi, seperti:  1) Terpilih “Jagoan 2021” dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2) Sosok Inspiratif Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 3) Terpilih “31 Wonderful People 2021” dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), 4) Terpilih “Ramadhan Heroes” dari Tonight Show NET TV (6 Mei 2021), dan 5) Terpilih program “Kampung Literasi 2021” dari Dit. PMPK Kemdikbud RI (14 Nov 2021).

 

"TBM Lentera Pustaka sangat berterima kasih atas dukungan dan kontribusi Bank Sinarmas yang luar biasa. Kami merasakan secara langsung dukungan dan bantuan Bank Sinarmas sehingga aktivitas taman bacaan kian diminati masyarakat. Inilah bagian dari kolaborasi yang penting agar Gerakan literasi dan tradisi baca anak di era digital tetap bisa eksis. CSR korporasi di taman bacaan ini patut jadi contoh banyak korporasi sebagai bagian tanggung jawab sosial” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM lentera Pustaka saat penyerahan di Bogor.

 

Bank Sinarmas dan TBM Lentera Pustaka menegaskan bahwa peningkatan tradisi membaca sangat penting. Untuk itu, kolaborasi dan sinergi korporasi dan taman bacaan harus dilakukan sehingga gerakan literasi dapat terus berlangsung di tengah gempuran era digital. Agar Indonesia pun mampu mewujudkan masyarakat yang literat.

Salam literasi #BankSinarmas #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Jumat, 28 Januari 2022

TBM Lentera Pustaka dan UNJ Siap Implementasi Kampung Wisata Literasi di Bogor

Pengembangan kampung wisata literasi berbasis riset dan pemberdayaan masyarakat tergolong belum banyak dilakukan. Sementara kebutuhan wisatawan akan produk wisata berbasis kearifan lokal pun terus meningkat. Untuk menjawab tantangan tersebut, tim dosen UNJ dan TBM Lentera Pustaka menjajaki kerjasama riset dan pengembangan kampung wisata literasi di Bogor (28/1/2022). Melalui konsep ini, nantinya masyarakat diharapkan mendapatkan alternatif liburan berbasis literasi yang berkualitas, menyenangkan dan tidak meninggalkan jejak pendidikan serta kearifan lokal.

 

Penjajakan kampung wisata literasi dilakukan oleh tim dosen UNJ terdiri dari Hery Budiawan (Prodi Pendidikan Musik), Rahmat Darmawan dan Lala Siti Sahara (Prodi Perjalanan Wisata) sebagai wujud kontribusi kampus dalam penguatan gerakan literasi, di samping upaya pemberdayaan masyarakat di daerah prasejahtera. Diterima langsung Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka yang sekaligus alumni Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNJ, komitmen bersama akan diwujudkan dengan melakukan riset demografi dan potensi daerah Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Bogor. Agar menjadi landasan dalam penyusunan grand desain kampung wisata literasi.

 

Selain untuk meningkatkan kegemaran membaca anak-anak di tengah gempuran era digital, Kampung Wisata Literasi di Bogor ini pun akan melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam mengelola kampung wisata sehingga tercipta “ekonomi berbagi” (sharing economy) sehingga dapat menyejahterakan masyarakat secara nyata. Berbagai gagasan kampung wisata literasi yang didiskusikan tim dosen UNJ dan TBM Lentera Pustaka, antara lain: wisata zona baca, wisata tracking alam, wisata belajar berkebun, wisata belajar angklung, wisata adab, wisata kearifan lokal Sunda, dan wisata pendidikan yang memerdekakan dengan dilengkapi workshop dan home stay. Karena itu, studi penjajakan untuk pengembangan potensi wisata dan partisipasi masyarakat akan dilakukan terlebih dahulu.

 

“TBM Lentera Pustaka sangat menyambut baik penjajakan tim dosen UNJ untuk mengembangan kampung wisata literasi di Desa Sukaluyu. Inilah kolaborasi yang diperlukan oleh taman bacaan dari kalangan kampus seperti UNJ. Agar ada solusi nyata atas "kebuntuan" masyarakat tentang cara untuk berdaya, secara ekonomi dan sosial. Minimal, jangan ada lagi anak putus sekolah” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka.

 

Harapannya, UNJ pun dapat menjadikan gagasan Kampung Wisata Literasi ini sebagai laboratorium pendidikan yang memerdekakan berbasis partisipasi masyarakat dan nilai-nilai kearifan lokal. Karena partisipasi masyarakat akan menjadi kunci sukses pemberdayaan masyarakat. Selain meningkatkan rasa memiliki (sense of ownership), kampung wisata literasi pun dapat memacu ekonomi kreatif dan pendidikan karakter anak-anak.

 

Sementara di luar sana, banyak kawasan wisata yang dilihat secara komersial. Sehingga masyarakat setempat ditinggalkan dan berakibat esensi partisipasi menjadi hilang. Maka pemberdayaan masyarakat pun gagal. Penjajakan melalui riset kampung wisata literasi itulah yang dikedepankan. Agar bisa dihasilkan desain wisata literasi yang berdaya dan kolaboratif. Karena itu basis pengembangan kampung wisata literasi akan bertumpu pada 4 landasan, yaitu: 1) apa yang dilihat (something to see), 2) apa yang dilakukan (something to do), 3) apa yang dibeli (something to buy), dan 4) apa yang dipelajari (something tio learn).

Kampung wisata literasi ini, nantinya diharapkan dapat menjadi “jalan baru” menggerakkan budaya literasi masyarakat Indonesia sebagai penyeimbang anak-anak Indonesia yang hari ini rata-rata menghabisakan waktu minimal 4,5 jam sehari untuk bermain gawai. Agar gawai tidak dijadikan orang tua dalam hidupnya. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

 

Kamis, 27 Januari 2022

3 Pelajaran Dari Taman Bacaan, Kenapa Kamu Gemar Mengeluh?

Ini sekadar ilustrasi, untuk menjadi renungan bersama. Ketika seorang kakek dan istrinya mengendarai mobil keluaran tahun 90-an. Mobil lama tapi masih bisa digunakan. Sementara mobil lainnya dikendarai seorang pemuda, disampingnya duduk seorang wanita cantik. Tentu, mobilnya keluaran terbaru, sangat mulus, dan bikin yang melihat terkagum-kagum. Bedanya, si kakek mobilnya sudah lama. Si pemuda, mobilnya tergolong anyar dan matik lagi.

 

Saat berpapasan di parkiran. Sang kakek melirik ke pemuda bermobil baru sambil bergumam dalam hati, "Andaikan saja mobilku seperti mobil pemuda itu….". Seolah ingin punya mobil baru keluaran terbaru sambil keluar membukakan pintu untuk istrinya. Karena sudah pensiun, sang kakek tidak punya uang lagi untuk membeli mobil baru.

 

Saat melihat sang kakek membukakan pintu mobil istrinya, si wanita cantik dari dalam mobil pun bergumam dalam hati, “Seandainya saja suamiku seromantis kakek itu, walau sudah tua tapi masih mau membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya." Sementara si pemuda yang mengendarai mobil si wanita cantik pun bergumam pula, “Andaikan saja aku seperti Bapak itu, walaupun mobil tua tapi milik sendiri. Daripada mobil terbaru seperti ini tapi aku hanya seorang sopir."

 

Saat sang kakek pun masih berdecak kagum, memandangi mobil keluaran terbaru si pemuda dan wanita cantik itu. Dalam hatinya, terbetik pikiran, “Seandainya saja pintu mobilku tidak rusak seperti mobil mereka itu, pasti aku tidak perlu repot-repot harus membuka pintu dari luar."

 


Begitulah kehidupan manusia. Ternyata dari kisah di atas, setiap orang punya sudut pandang yang berbeda-beda. Selalu punya cara pikir yang berbeda dari peristiwa yang dilihatnya. Seperti mindset yang ada pada sang kakek, si pemuda, dan wanita cantik yang berpapasan di parkiran mobil itu. Ada sebuah pembelajaran yang sangat berharga untuk siapapun dari kisah tersebut, bahwa:

1.      Terkadang manusia selalu melihat “rumput tetangga” selalu lebih hijau dari rumputnya sendiri. Manusia lebih senang membandingkan apa yang dimilikinya dengan yang orang lain punya.

2.      Manusia sering lupa bahwa Allah SWT telah mengatur rezeki dan nikmat kepada setiap hamba-Nya dengan sangat adil. Apapun yang dimiliki, sebenarnya sudah pantas untuk si manusianya. Tidak lebih tidak kurang, sangat pas.

3.      Manusia acapkali mengeluh atau kecewa dalam hidup bukan disebabkan karena kurangnya nikmat Allah SWT. Tapi karena kurangnya rasa syukur atas apa yang dimilikinya.  

 

Apa artinya kisah di atas untuk pembaca?

Jadilah hamba Allah SWT yang mampu bersyukur. Untuk urusan apapun, di mana pun, dan dalam keadaan bagaimana pun. Syukurilah apa yang sudah dimiliki, jangan pernah membandingkan apapun dengan orang lain. Apalagi sibuk mencari-cari yang tidak dimiliki hingga lupa bersyukur. 

 

Hidup memang perlu ikhtiar, perlu kerja keras. Tapi hidup pun mewajibkan siapapun untuk tetap bersyukur, ikhlas, dan sabar dalam segala keadaan. Agar mampu berpikir objektif sehingga bisa lebih realistis dan sehat. Bukan malah gelisah atau mengeluh sehari-hari sehingga hati dan pikiran jadi lebih cepat sakit.

 

Maka, senangkanlah Allah SWT. Bila ingin disenangkan-Nya selama di dunia. Dan jangan lupa bersyukur. Karena semua yang kita punya, sudah sangat pantas untuk kita. Jadilah literat dalam hidup di waktu tersisa. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka.

 

Kisah Nyata Taman Bacaan, Kenapa Kamu Gelisah?

Seorang kawan yang kaya dan pekerja keras, hidupnya berkecukupan. Tiba-tiba pagi ini termenung di depan rumahnya. Enggan berangkat kerja. Katanya, dia lagi gelisah. Ada perasaan takut dan khawatir. Belasan tahun bekerja, kini mulai lelah dan merasa tidak menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Umur pun bertambah. Kesehatannya pun mulai menurun. Susah tidur karena banyaknya pikiran yang mengganggu.

 

Entah kenapa? Padahal selama ini, dia tidur di dalam kamar yang mewah. Kasur empuk bahkan kemana-mana pun memakai kendaraan. Nyaris tidak ada yahg kurang. Materi dan dunia sangat paripurna.

Di tengah lamunannya, kawan yang kawan yang kaya tadi melihat di media sosial, seorang pegiat literasi di taman bacaan. Selalu tersenyum dan tidak ada lelahnya menegakkan tradisi baca anak-anak kampung. Tiap kali ada aktivitas di taman bacaan selalu di-update. Hanya menemani anak-anak membaca, memotivasi dan ngobrol-ngobrol soal taman bacaan. Penuh komitmen dan konsisten dalam kepedulian sosial. Pegiat literasi di taman bacaan yang tidak ada capeknya, tetap semangat dan penuh keceriaan. Walau bukan tertawa terbahak-bahak. Hidupnya tidak mewah tapi rumahnya diikhlaskan jadi taman bacaan. Agar bermanfaat untuk orang banyak.   

 

Pegiat literasi, yang terus berjuang untuk tradisi baca di era digital. Tidak ada tanda kesedihan di wajahnya. Rileks dan tetap sepenuh hati menjalankan taman bacaan hingga 5 tahun belakangan. Apapun kondisinya, dan berapa pun yang menentangnya.

 

Suatu kali, kawan yang kaya pun bertanya kepada si pegiat literasi. “Hai pegiat literasi, sebenarnya telah lama aku hidup di tengah kegelisahan. Padahal aku memiliki segalanya. Tapi, aku sungguh heran melihat kamu pegiat literasi. Selalu ceria berada di taman bacaan, seperti tidak ada gelisah dan khawatir. Hanya bergaul dengan buku-buku dan anak-anak yang membaca. Seperti tidak ada beban dalam hidupmu!”

 

Si pegiat literasi hanya tersenyum kecil. Dan berkata kepada di kawan yang kaya. “Begini kawan, Anda gelisah atau tidak itu ada pada diri Anda. Bukan karena orang lain. Hidup itu isinya sikap, bukan hanya fakta. Karena hari ini banyak fakta yang dibuat dan direkayasa. Maka tetaplah apa adanya, tidak perlu ikut rekayasa diri”.

 


Pegiat literasi pun melanjutkan nasihatnya. “Begini kawan, gelisah atau tidak. Bisa tidur nyenyak atau tidak, tergantung resep 99 dalam hidup. Misalnya ada seseorang, diberi secara cuma-cuma sekotak uang isinya 100 lembar lima puluh ribuan. Lalu dia membawa pulang kotak uang itu dengan gembira. Karena tidak pernah mendapat uang sebanyak itu sebelumnya. Tapi sesampai di rumah, dia menghitungnya bersama keluarga. Anehnya, jumlah uang di kotak itu hanya 99 lembar. Dihitung ulang berkali-kali, tapi tetap jumlahnya 99 lembar”.

 

Lalu apa yang terjadi? “Dia yakin, pasti ada 1 lembar uang yang jatuh. Maka dia pun mencari lembaran yang hilang. Sepanjang yang dilalui diperiksa lagi, mungkin jatuh di jalan. Bolak-balik tapi tetap dia tidak menemukan apa-apa”. Maka di rumah, orang yang mendapat hadiah iotu pun berwajah muram, sedih, dan gelisah memikirkan di mana uang 1 lembar itu terjatuh”.

 

Apa artinya cerita itu, kata si pegiat literasi? Jadi, begitulah kehidupan manusia. Padahal kita memiliki banyak hal. Namun selalu saja kita mencari yang tidak dimiliki. Orang itu sudah mendapatkan 99 lembar uang lima puluh ribuan secara cuma-Cuma. Tapi dia sibuk mencari 1 lembar yang hilang. Maka jadilah hati dan pikirannya gelisah. Hanya sibuk mencari sesuatu yang tidak dimiliki atau hilang. Hingga lupa mensyukuri 99 lembar uang sebagai anugerah yang diperolehnya.

 

Persis seperti saya, saya punya rumah dan dijadikan taman bacaan. Maka itulah yang saya syukuri dan saya jalankan sepenuh hati, Terserah apa kata orang lain. Karena jadi pegiat literasi dan berkiprah di taman bacana pun bagian dari anugerah Allah SWT. Itulah yang saya punya dan saya tidak mencari yang saya tidak punya. Tapi sayang, banyak orang tua atau orang lain masih tidak peduli kepada taman bacaan. Apa susahnya menyuruh anak-anak untuk membaca. Toh tidak bayar, tidak perlu beli buku atau tidak perlu mendirikan taman bacaan. Jadi syukuri saja yag ada dan bantulah apa yang bisa dilakukan agar anak-anak gemar membaca. Bukankah kita tidak perlu mendirikan sekolah untuk bisa mengajarkan anak-anak agar belajar?

 

Si kawan yang kaya pun terhenyak mendengar kisah itu. Dia merasa sadar akan kesalahannya selama ini. Kenapa jadi gelisah dan tidak nyenyak tidur?  

 

Karena jawabnya, “Selama ini aku kurang bersyukur dalam hidup. Hanya mencari yang belum aku miliki lalu lupa syukur dan berbagi atas segala anugerha yang sudah aku miliki”.

 

Jadi, itulah jawaban atas kegelisahan yang selama ini dirasakan si kawan yang kaya.  Sebagai pelajaran yang berharga. Bahwa “Nikmat dan kebaikan Allah SWT telah dicurahkan begitu banyak kepada setiap orang. Dan porsinya sangat pantas untuk siapapun. Tapi sayang, banyak orang masih saja sibuk mencari, mencari, dan mencari yang belum dimiliki. Atau belum tentu ada untuknya.

 

Kita sering lupa. Gelisah tidak akan pernah datang kepada mereka yang kurang bersyukur. Bahagia itu omong kosong tanpa syukur dan berbagi kepada orang lain. Hargailah apa yang sudah dimiliki saat ini. Syukuri sekecil apapun nikmat yang telah Allah SWT, apapun alasannya. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Minggu, 23 Januari 2022

Buku dan Manusia, Apa Kata Pegiat Literasi?

Banyak orang, termasuk saya, merasa lebih baik saat bergaul dengan buku. Karena buku, siapa pun bisa melihat dunia. Buku dan manusia, agak sulit dipisahkan. Karena buku dan manusia adalah perjalanan.

 

Faktanya, ada orang yang suka membaca buku. Ada pula yang gemar menulis buku. Bahkan ada orang yang pandai menyimpan buku tanpa pernah membacanya. Ada pula orang yang mendekati atau menjauhi buku. Tapi satu hal yang sulit dibantah. Bahwa buku dapat membantu seseorang mengubah masa depan. Di samping dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran siapa pun.

 

Buku pun bisa jadi peringatan. Karena apa yang terjadi pada manusia, sudah diprediksi di dalam buku. Tapi sayang, hanya sedikit orang mengambil hikmah dan pelajaran dari buku. Lembar dwmi lembar kehidupan manusia pun secara teori sudah tercantum dalam buku. Tapi sedikit saja yang membacanya.

 

Buku dan manusia bak sekeping mata uang. Buku ditulis oleh manusia. Manusia pun belajar banyak dari buku. Jadi, manusia itu memang seperti buku. Karena siapa pun bisa menulis cerita untuk sebuah buku. Satu halaman cerita suka, satu halaman cerita duka. Seperti manusia, lembar demi lembar pada sebuah buku pasti punya cerita sendiri.

 

Ada buku tebal ada buku tipis. Ada manusia bijak ada manusia baper. Ada buku bagus ada buku jelek. Ada manusia bermanfaat ada manusia tidak berguna. Ada buku yang menarik untuk dibaca. Tapi tidak sedikit buku yang tidak enak dibaca apalagi dinikmati. Semua sah-sah saja. Seperti manusia pun begitu. Bebas-bebas aja, tinggal bagaimana cara menyikapinya?

 

Tapi satu yang pasti di buku, apapun yang sudah ditulis. Tidak akan pernah bisa di-edit lagi. Begitu lula manusia, apapun perjalanan hidup yang telah dilewati pun tidak akan bisa dipanggil lagi. Masa lalu tidak akan bisa diputar ulang kembali. Maka berhati-hatilah; jangan lengah terhadap waktu. Karena tiap lembar halaman kehidupan. Akan baik atau buruk, tergantung apa yang akan dituliskannya. Tergantung orangnya dan cerita apa yang akan disajikan?

 

Buku memang seperti manusia. Siapapun dan apapun dia. Semua orang berhak menuliskannya, berhak pula mengabaikannya. Siapa pun boleh nhomong begini dan begitu. Mau seperti ini dan seperti itu. Silakan dan buatlah cerita sesuka hati. Asal tahu batas-batasnya. Hingga nanti tiba di halaman terakhir, hingga selesai semuanya. Lalu bertanya dalam hati, “apakah kita sudah menjadi pribadi yang pantas di hadapan-Nya?”

 


Lalu, kata banyak orang dan data UNESCO, Indonesia dianggap rendah minat baca terhadap buku. Ada di peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia. Minat baca buku orang Indonesia dinaggap memprihatinkan. Hanya 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca buku. Tentu data itu tidak salah tapi tidak sepenuhnya benar. Karena persoalannya bukan pada minat membaca. Tapi lebih kepada ketersediaan akses membaca buku yang minim. Tidak banyak tempat yang mampu menyediakan tempat membaca buku di nusantara ini.

 

Maka atas dasar itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor terua berjuang untuk menyediakan akses bacaan kepada anak-anak kampung dan masyarakat. Tidak kurang 250 pengguna layanan setiap minggunya ada di taman bacaan ini. Aktivitasnya pun bertahan, mulai dari taman bacaan, berantas buta aksara, kelas prasekolah, koperasi, anak yatim binaan, jompo binaan, anak difabel, rajin menabung, donasi buku, literasi digital, literasi finansial, dan literasi adab. Semua yang dilakukan TBM Lentera Pustaka adalah mendekatkan buku dengan anak-anak, dengan masyarakat. Agar terbiasa melihat dan bergaul dengan buku. Sesederhana itulah taman bacaan

 

Maka buku dan manusia, memang begitu dekat. Karena buku persis seperti “buku cerita” perjalanan hidup manusia. Cover depannya bak tanggal kelahiran. Cover belakangnya ibarat tanggal kematian. Dari buku, manusia bisa belajar. Dari mana dan mau ke mana dia pergi? Seberapa manfaat dirinya untuk orang lain? Bukan seberapa kaya atau sukses dalam hidup.

 

Dari buku, siapa pun bisa belajar. Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil. Tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. Kapan pun dan di mana pun.

 

Dan ketahuilah, buku seburuk dan sejelek apapun halaman sebelumnya. Selalu tersedia berikutnya, halaman yang baru, halaman yang bersih. Untuk bisa dituliskan sesuatu yang lebih baik lagi. Selalu ada cerita dan waktu baru yang bisa dipakai untuk yang lebih bermanfaat di hadapan-Nya, bukan di hadapan manusia. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Jumat, 21 Januari 2022

Seteguk Kopi Pagi Pegiat Literasi, Esensi Bukan Sensasi

Seteguk kopi pagi, pasti punya rasa berbeda-beda. Ada yang pekat, ada pula yang hangat. Paht boleh, manis pun tidak masalah. Asal jangan sebatas janji manis di bibir saja. Seteguk kopi pagi, pasti mengundang rasa penasaran yang tidak akan kunjung selesai. Aroma kopi pagi pun dapat diungkapkan ke dalam kata-kata yang indah. Seperti hidup pun hanya permainan kata-kata.

 

Seteguk kopi pagi, sungguh tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Kopi bukan milik orang kaya, bukan pula orang pintar. Pangkat dan jabatan apa saja, sangat boleh meneguk kopi. Karena di hadapan kopi, siapa pun sama. Tiap manusia itu sama. Tapi yang membedakan hanya amal perbuatan dan sikapnya dalam memahami realitas.

 

Pada seteguk kopi pagi. Entah kenapa? Selalu membuat penikmatnya merasa takjub. Seperti ada rasa syukur dan riang hati saat meneguknya. Karena seteguk kopi, siapa pun persis seperti aslinya. Penikmat kopi yang alamiah, orisinal, dan tidak pernah dibuat-buat. Kopi pagi yang sulit dimanipulasi. Tidak seperti pejabat daerah yang korupsi dan terkena OTT KPK. Bukan pula seperti politisi yang melarang berbahasa Sunda. Karena hanya mencari sensasi.

 

Seteguk kopi pagi itu isinya esensi, bukan sensasi. Seperti kehidupan anak manusia. Emas ya emas, sampah ya sampah. Bagaimana mungkin, sampah berubah jadi emas? Bila terjadi pun karena kamuflase dan manipulasi. Seperti netizen dan kaum yang gandrung media sosial. Saat lepas dari kopi, banyak orang lupa. Siapa dia sebenarnya? Selain bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa?

 

Seteguk kopi pagi. Selalu menegaskan bahwa hidup ada yang suka, ada yang tidak suka. Ada yang kerjanya membenci, ada pula yang mencintai. Ada yang mencaci ada yang berbagi. Ada yang masih bermimpi tapi banyak yang sudak beraksi. Semua itu sudah biasa dan sah-sah saja. Seperti pegiat literasi di taman bacaan. Sekalipun perbuatan baik, taman bacaan pun ada yang benci ada yang senang. Karena taman bacaan di mana pun, sama sekali tidak merasa perlu untuk menyenangkan semua orang.

 


Ada pahit ada manis pada seteguk kopi pagi. Maka dalam hidup, pro dan kontra sangat lazim terjadi. Penikmat kopi memang dilatih untuk tidak pernah takut mengambil risiko. Mereka pun tidak pernah mau terjebak pada masa lalu. Seperti kopi pagi, selalu siap berubah dan tidak takut gagal. Agar hidup tidak melumpuhkan hati nurani dan akal sehat.

 

Pada seteguk kopi pagi, tidak ada yang instan. Semua ada prosesnya. Bahkan rasa pahit tidak pernah iri dan benci pada rasa manis. Justru pahit dan manis, bercampur jadi satu. Untuk membuat penikmat kopi kagum dan terheran. Karena sensasinya yang luar biasa. Persis seperti, rasa takjub manusia kepada Tuhannya. Kagum pada cara Tuhan memberi rezeki kepada umatnya. Rezeki yang tidak pernah tertukar sedikit pun, tidak pula bisa dimanipulasi.

 

Seteguk kopi pagi selalu mengingatkan. Hiduplah dengan hati nurani bukan hanya lohika. Karena hidup diikuti kebenaran yang hakiki. Agar selalu mampu menyelaraskan hati, pikiran, dan perbuatan. Biarkan saja ada orang-orang yang membenci atau iri hati. Tidak perlu adu argumen dengan orang yang mempercayai kebenciannya sendiri. Hingga lupa, melihat kebaikan yang ada di dekatnya. Itulah tanda manusia memang tidak sempurna.

 

Maka teguklah kopi pagi sekarang. Jangan berdiam diri. Seperti di pagi hari, ada orang yang tetap tertidur untuk melanjutkan mimpi. Atau terbangun untuk mewujudkan mimpi. Kopi, sejatinya tetap menghadirkan sisi pahit yang sulit disembunyikan. Tapi selalu ada sisi manis yang menghampiri.

 

Dan saat meneguk kopi pagi. Siapa pun sama sekali tidak perlu meninggikan hati. Juga tidak perlu merendahkan orang lain. Agar tetap tenang dan lembut bersama tegukan kopi. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka