Selasa, 30 September 2025

Literasi Keliru Logika, Masalahkan Minat Baca Tanpa Sediakan Akses Bacaan

Ada benarnya, apa yang disebut dengan “post hoc fallacy” atau keliru logika bila  menyimpulkan sebab-akibat hanya berdasarkan urutan kejadian. Apa iya ayam berkokok lalu matahari terbit? Apakah berarti ayam yang menciptakan pagi, atau kita lupa tentang adanya rotasi bumi?

 

Sama halnya dengan, mana lebih dulu “minat baca” atau “akses baca”? apa bisa terbentuk minat baca tanpa disediakan akses bacaan. Jadi, dari mana memulai bahasan gGerakan literasi dan kegemaran membaca? Karenanya mari kita membahas fakta, membicarakan data tentang kegemaran membaca. Apakah hari ini minat baca orang Indonesia berbanding lurus dengan tersedianya akses bacaan? Itulah yang kemudian disebut “appeal to authority”, seringnya orang meng-klaim pentingnya literasi dan membaca buku tapi tidak diukung oleh realitas di lapangan.

 

Mungkin hari ini, tidak sedikit bahasan literasi dan kegemaran membaca hanya lahir dari ruang seminar dan diskusi. Literasi yang lahir dari ruang ber-AC wlau hanya sebatas narasi. Sementara eksekusi dan praktik baik masih mebgalami banyak masalah. Kesannya, literasi jadi ‘jalan di tempat”. Tengoklah dan ungkapkan data, seberapa konsisten pegiat literasi itu sendiri berliterasi? Seberapa luas dampak masyarakat yang bisa meng-akses buku bacaan dalam satu minggu? Otokritis itu yang sangat pantas jadi “pekerjaaan rumah” banyak pihak.

 

Secara subjketif, bukan tidak mungkin hari ini literasi dan gerakan membaca pad yang diajukan oleh pendebat untuk mendukung pernyataannya tidak relevan dengan di titik “slippery slope”, sebuah kekeliruan logika. Berangkat dari asumsi kecil yang oleh sebagian orang dianggap meluncur menjadi “isu besar”. Lagi-lagi, literasi memang harus berbasi fakta dan data. Sebab tidak ada klaim yang dianggap benar tanpa data.

 

Literasi bisa jadi “keliru logika” Manakala kita lebih perrcaya pada narasi yang seolah-olah benar yang ternyata hanya ilusi. Sebuah pernyataan yang terdengar meyakinkan, penuh emosi, atau dibungkus dengan apik tanpa konteks, namun struktur logisnya rapuh. Maka ujung dampaknya pada kebijakan yang salah, seperti perda-perda literasi yang tidak bisa “berjalan mulus” di level desa. Ironisnya, 9 dari 10 orang secara tidak sadar sedang menjadi “korban” kekeliruan logika literasi. Akhirnya, literasi “terpaksa” benar dan bagus di atas kertas, di atas narasi di ruang seminar.

 


Literasi hari ini, harus diakui, bisa disaksikan langsung dan menyelinap dalam obrolan santai, pidato memikat, atau argumen yang tampak rasional. Tapi realitasnya, pola-pola umunya dapat dikenali. Topiknya bisa dideteksi, seminar dan diskusinya bisa dibuat, dan rekomendasinya pun ada. Bahkan perdebatannya pun bisa dihadirkan walau akhirnya tetap “begini-begini saja dan begitu-begitu saja”. Literasi yang berujung pada “keliru logika”.

 

Faktanya, tidak ada teori yang paling benar tentang literasi, bahkan tentang taman bacaan. Semuanya harus berproses dan memperbanyak konsistensi dalam aksi nyata. Literasi eksekusi, bukan narasi. Agar tidak keliru logika.

 

Karenanya, TBM Lentera Pustaka setelah 8 tahun berdiri tetap fokus pada proses dan eksekusi. Mengubah niat baik jadi aksi nyata. Bila diskusi sekalipun, harus di taman bacaan. Diskusi literasi yang “dekat” dengan audiens-nya, berada di objek langsungnya. Taman bacaan yang tetap komitmen dan konsisten menjalankan literasi dan aktivitas membaca di “akar rumput”. Membimbing kegiatan membaca anak-anak, mengajar calistung kelas prasekolah, memberantas buta aksara, bahkan menjalankan motor baca keliling secara rutin. Termasuk melatih akhlak dan adab anak-anak di taman bacaan, budaya antre, dan menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan.

 

Maka literasi sejatinya bicara proses, bicara praktik baik. Apa yang sudah dilakukan pegiat literasi dan seberapa dampaknya di mata masyarakat? Biarkan masyarakat atau pengguna layanan yang bicara langsung, agar lebih objektif dan lebih substantif. Sebab anak-anak taman bacaan, sejatinya hanya dilatih untuk melakukan sedikit hal yang benar selama mereka tidak melakukan terlalu banyak hal yang salah. Agar tidak “keliru logika”, itu sudah cukup. Jadi, tetaplah berproses di taman bacaan. Ubah niat baik jadi aksi nyata … salam literasi!





Sabtu, 27 September 2025

Taman Bacaan Peduli Anak Yatim dan Jompo, Aksi Nyata Pegiat Literasi

Selain menjalankan aktivitas taman bacaan masyarakat, ada tradisi yang tidak pernah ditinggalkan TBM Lentera Pustaka sejak berdiri dari tahun 2017 adalah pengajian bulanan bersama anak-anak YAtim BInaan (YABI) dan JOMpo BInaan (JOMBI) setiap Sabtu di akhir bulan. Saat ini ada 12 anak yatim dan 14 jompo serta 3 janda yang secara rutin mengikuti pengajiann bulana yang dipimpin langsung Pendiri TBM Lentera Pustaka, Syarifudin Yunus. Motofnya sederhana, ngalap berkah di taman bacaan bersama anak-anak yatim dan kaum jompo.

 

"Ngalap berkah bersama anak yatim dan jompo", seperti yang dilakukan sore ini (27/9/2025) di TBM Lentera Pustaka. Selain mengagungkan asma allah, sekaligus tahlil dan tahmid serta berdoa bersama anak-anak yatim dan jompo binaan. Sesudahnya sambil menikmati gorengan yang tersedia, anak-anak yatim, jompo dan janda mendapatkan santunan dari Pendiri TBM Lentera Pustaka yang didukung oleh teman-temannya yang bersedekah. Alhamdulillah, aktivitas sosial dan santunan yatim-jompo-janda secara istikomah dilakukan setiap bulan.  Selain menjadi bukti nyata kepedulian sosial, tradisi ini sekaligus menjadi bagian “ngalap berkah” di taman bacaan, mengharapkan keberkahan dengan memberikan santunan, perhatian, dan kasih sayang kepada anak yatim, termasuk para jompo dan janda.

 

Apa relevansinya dengan taman bacaan? Berkah, berkah, dan berkah. Hingga saat ini, TBM Lentera Pustaka selalu diberi kemudahan dan kelancaran dalam menjalan aktivitas literasi. Mulai dari dukungan relawan TBM yang luar biasa, biaya operasional yang terpenuhi, anak-anak dan masyarakat yang terlibat di taman bacaan, donasi buku yang lancar, bahkan 15 program literasi yang ada berjalan dengan baik.  Ada “koneksi batiniah” antara taman bacaan dengan yatim binaan dan jompo binaan yang dijalankan. Semuanya jadi lancar, mudah, dan penuh berkah.

 


Apalagi di tahun 2025 ini, TBM Lentera Pustaka akan memperingati HUT ke-8 yang akan dilangsungkan pada Minggu, 23 November 2025. Untuk memastikan komitmen dan konsistensi TBM Lentera Pustaka dalam meningkatkan kegemaran membaca masyarakat, sekaligus menjadikan taman bacaan sebagai ladang amal semua orang. Bertajuk “Satu Anak Membaca, Satu Bangsa Bertahan Lama”, TBM Lentera Pustaka akan menampilkan berbagai pertunjukkan literasi saat tasyakuran HUT ke-8 TBM Lentera Pustaka.

 

Mengaji dan menyantuni anak-anak yatim, jompo, dan janda di taman bacaan, Sebuah tradisi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka dari sejak berdiri hingga kini. Selalu ada misteri di balik kebaikan yang ditebarkan kepada anak-anak yatim dan kaum jompo. Untuk itu, TBM Lentera Pustaka selalu merawatnya. Bercengkrama dengan anak-anak yatim dan kaum jompo, silakan dimaknai sendiri. Salam literasi #YatimBinaan #JompoBinaan #TBMLenteraPustaka

 




Jumat, 26 September 2025

Literasi Pikiran, Semuanya Tergantung Pikiran Kita Sendiri

Ada benarnya pendapat yang menyebut “nasibmu tergantung pikiranmu”. Segala sesuatu tergantung pikiran kita sendiri. Pikirannya jelek maka akan jeleklah yang terjadi. Pikirannya bagus, maka baguslah yang akan dinikmati.

 

Rasa cemas, sedih, kecewa, dan segala perasaan negatif yang kita rasakan sering kali bukan karena kenyataan. Melainkan karena makna yang kita sematkan pada kenyataan itu sendiri. Jika pikirannya negatif, maka perasaan kita jadi negatif. Jika pikiran kita positif, maka perasaan kita pun ikut positif.

 

Merasa miskin, sulit, gagal, dan berbagai kenyataan buruk yang sering kali kita dapatkan, ternyata hasil dari bagaimana pikiran kita merespon realiats dan dunia sekitar. Pikiran itulah yang mempengaruhi nasib kita ke depan. Jika pikiran kita buruk,  maka nasib kita jadi buruk. Jika pikiran kita baik, maka nasib kita pun baik. Percaya nggak?

 

Semaunya karena pikiran. Pikiran kita akan membentuk kenyataan hidup dengan pola yang selalu tetap dan berulang. Sebaba pikiran terbentuk perasaan, sebab perasaan membentuk tindakan, dan sebab tindakan akan membentuk kenyataan. Karenanya, penting punya skill memainkan pikiran sendiri. Bila tidak, maka pikiran akan dimainkan oleh keadaan sehingga kita kehilangan kendali terhadap hidup kita sekarang dan mungkin selamanya.

 

Perasaan yang kita miliki, nasib, rezeki, dan segala kenyataam hidup yang diperoleh adalah hasil dari apa yang kita pikirkan. Apa yang kita pikirkan itulah yang kita rasakan dan diterima. Itulah hakikat hidup kita, hanya sebuah permainan pikiran. Seperti firman Allah SWT, “Dan kehidupan dunia tidak lain adalah permainan dan senda gurau” (QS Al An’am: 32). Dan akhirnya, kita disadarkan. Bahwa siapa yang mampu menguasai pikirannya maka dialah yang akan menguasai hidupnya.

 


Perasaan kita sering kali labil, sering terombang-ambing. Itu berarti perasaan kita dimainkan, karena pikiran kita sedang dimainkan. Ketika hidup kita dipermainkan orang lain, itu karena pikiran kita dimainkan oleh orang lain. Maka jaga pikiran kita, jangan samapi dipermainkan oleh diri sendiri apalagi oleh orang lain. Ketika kita tidak punya pencapaian, itu karena pikiran kita dimainkan oleh gangguan sehingga kita kehilangan tujuan. Semaunya bertumpu pada pikiran kita.

 

Ternyata, nasib kita karena pikiran kita. Karenanya, segera mainkan pikiran kita dengan memikirkan hal-hal positif jika perasaan kita lagi negatif. Niscaya perasaan kita menjadi lebih positif. Jika nasib kita buruk, maka segera mainkan pikiran kita dengan memfokuskan pada hal-hal yang baik. Niscaya nasib kita berubah menjadi lebih baik.  Sebab, pikiran kita ibarat kendaraan, kita perlu rutin memperbaikinya agar terasa nyaman dan tidak rusak.

 

Mulailah dari yang sederhana. Perbaikilah pikiran kita, untuk hidup yang lebih tenang., nyaman, dan mampu memenangkan permainan kehidupan. Sebab ketidak-mampuan kita dalam merasakan ketenangan adalah karena kita tidak mampu memainkan pikiran kita. Hingga akhirnya pikiran kita mati, lalu tumbuhlah mati rasa, hingga berujung pada tindakan yang mematikan. Mainkanlah pikiran kita sebelum pikiran mematikan kita. Hancurkan pola pikir yang membatasi hidup kita sebelum kita hancur karenanya. Dan ternyata, nasib kita tergantung pikiran kita sendiri. Salam literasi!.

Catatan Literasi dari Kaki Gunung Salak, Maaf Kami Sibuk Mengurus Hati Agar Tetap Waras

Mungkin terkesan klise. Bahwa taman bacaan akan mengajarkanmu jika kamu mau mendengarkan. Taman bacaan memang tidak pernah berteriak. Tapi mengajarkanmu bahwa setiap manusia itu sama. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Mau kamu kaya atau miskin, kamu yang pejabat atau pekerja biasa bahkan siapapun di hadapan taman bacaan kita semua setara. Tidak ada pangkat, jabatan dan status sosial saat berada di taman bacaan.

 

Bila kamu mau mendengarkan, maka taman bacaan akan mengajarkanmu.  Taman bacaan yang mengajarkan sabar. Sabar di tengah jutaan orang menonton TV, nongkrong di kafe bahkan sekadar main tapi kamu tetap membaca buku. Kamu tetap lanjut membuka lembar demi lembar halaman buku. Karena tujuanmu hanya satu, menjadi lebih baik dari kemarin melalui buku bacaan.

 

Taman bacaan mengajarkan rendah hati. Kamu melihat sendiri banyak orang berbeda karakter, beda warna kulit, bahkan beda cara bicara dan gaya. Tapi mereka semua tetap fokus mata dan hatinya ke teks di buku bacaan. Hanya untuk mengerti dan memahami isinya.

 

Taman bacaan juga mengajarkan disiplin. Bila sudah waktunya jam baca, maka kamu melangkahkan kaki ke taman bacaan. Kamu ikut melangkah dan berlari saat waktu membaca tiba. Karena di situ, ada panggilan hati yang begitu dekat akan pentingnya membaca buku.

 

Taman bacaan terkadang mengajarkan rindu. Setiap kamu datang ada senyum yang tersimpul. Di saat kamu pulang ada bagian hati yang masih tertinggal. Seakan kamu rindu ingin kembali lagi.

 


Taman mengajarkan pasrah. Ketika semua biat membaca dirombak cuaca panas, hujan lebat bahkan perasaan malas. Tapi kamu tetap melangkah walau itu berat, sebab taman bacaan sudah dianggap sebagai ladang amal.

 

Taman bacaan sering pula mengajarkan fokus. Karena saat membaca, kamu tidak peduli notifikasi di HP, tidak ada deadline yang menyiksa. Bahkan dering handphone pun sering diabaikan. Karena kamu lagi fokus untuk mengabdi dan sibuk mengurus hatimu sendiri agar tetap waras.

 

Taman bacaan mengajarkan kebersihan hati. Kamu melihat banyak judul buku yang berbeda-beda. Ada banyak orang yang berbeda-beda tapi tetap membaca. Buku-buku itu telah mengajarkan untuk selalu belajar, tidak perlu menghakimi siapapun. Karena semua datang dengan rasa “tidak tahu”. Dan membaca dalam keadaan bersih hati hingga tuntas.

 

Maka jika kamu benar-benar mendengarkan, taman bacaan pasti mengajarkanmu. Bahwa hidup seharusnya sederhana dan apa adanya. Selalu perbaiki niat dan membaguskan ikhtiar menjadi lebih baik. Karena apapun dijadikan ladang amal. Fokusnya untuk memperbaiki diri. Selalu berdoa kepada-Nya menjadi lebih baik dan selebihnya biarkan Allah yang mengurusnya.

 

Sungguh, taman bacaan selalu punya cara yang unik mengajarkan setiap hati yang datang kepadanya. Taman bacaan pun akhirnya mengajarkan lebih banyak tentang ikhlas dan berserah diri. Bahwa ada hal-hal yang bisa kamu lakukan dengan sungguh-sungguh, ada pula hal-hal yang sama sekali tidak bisa dikontrol. Karena seperti kehidupan, di taman bacaan selalu ada kuasa-Nya. Semua sudah ada jalannya masing-masing, tidak usah punya ambisi apalagi obsesi yang berlebihan. Maka membacalah di taman bacaan. Inilah sebuah catatan literasi dari kaki Gunung Salak Bogor. Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #CatatanLiterasi





Kamis, 25 September 2025

Warga Taman Bacaan Turun ke Jalan tapi Bukan Demo, Ngapain?

Ini bukan demo apalagi protes di kampung. Minimal sebulan sekali, anak-anak TBM Lentera Pustaka bersama ibu-ibu yang mengantar anaknya ke taman bacaan selalu turun ke jalan. Keliling kampung sambil membawa buku bacaan. Bukan untuk demo atau protes tentang kebijakan desa. Tapi turun ke jalan untuk melakukan "Kampanye Ayo Baca", berkalan kaki sambil berbarus keliling kampung sambil bawa buku. Untuk mensosialisasikan pentingnya membaca buku sekaligus mengenalkan aktivitas taman bacaan ke masyarakat.

 

Turun ke jalan untuk “Kampanye Ayo Baca” memang sudah jadi tradisi di TBM Lentera Pustaka setiap bulan. Sejauh kurang lebih 1 km, dimuali dari markas TBM ke kampung taman sari – melewati lapangan bola – menelusuri kampung warung loa – hingga Kembali ke TBM Lentera Pustaka. Durasi waktunya kurang lebih 20-30 menit. Selain untuk mendengungkan pentingnya membaca, syukur-syukur bisa mengajak anak-anak lain yang belum bergabung ke taman bacaan jadi tertarik ke TBM. Turun ke jalan, adalah aktivitas sederhana yang sudah jadi tradisi TBM Lentera Pustaka.

 

"Kampanye ayo baca", salah satu aksi nyata dan praktik baik di taman bacaan untuk mempromosikan TBM dan mengajak masyarakat, terutama anak-anak usia sekolah untuk meningkatkan minat dan kebiasaan membaca buku demi menumbuhkan budaya literasi. Karena di era digital seperti sekarang, kegiatan membaca buka sudah banyak ditinggalkan. Maka untuk  mendorong masyarakat agar tahu dan paham taman bacaan serat lebih dekat denagn buku, kampanye ayo baca jadi penting dilakukan. Sekaligus untuk meningkatkan budaya literasi di masyarakat.

 


Taman bacaan, tentu harus bisa menarih perhatian masyarakat. Salah satunya dengan turun ke jlana dengan “kampanye ayo baca”. Berkeliling kampung sambil membawa buku. Bira makin banyak orang yang tah, ap aitu taman bacaan dan bagaimana bisa mendapat akses buku bacaan? Saat kampanye ayo baca, bisa jugda dipakai untuk memperkenalkan buku-buku baru. Singkatnya, "kampanye ayo baca" adalah upaya nyata taman bacana untuk menciptakan ekosistem yang mendukung dan mendorong orang untuk lebih sering membaca, karena membaca dianggap sebagai "jendela dunia" yang membuka wawasan dan pengetahuan. 

 

Mau ikut kampanye ayo baca dan turunn ke jalan sambil membawa buku? Silakan datang di acara Festival Literasi Gunung Salak #8 – peringatan HUT ke-8 TBM Lentera Pustaka pada Minggu, 23 Nov 2025 nanti. Keliling kampung sambil membawa buku. Salam literasi! #KampanyeAyoBaca #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan

 




 

Rabu, 24 September 2025

Penelitan Dana Pensiun: Apa Kata Pekerja Muda di Jakarta tentang Dana Pensiun?

Harus dipahami, pekerja muda merupakan kelompok besar pekerja yang ada di Indonesia saat ini. Bolehlah, pekerja muda disebut kalangan generasi milenial dan Gen Z yang sudah bekerja dan memiliki gaji atau penghasilan, dari rentang 20 tahun hingga 35 tahun. Data BPS (2020) menyebut saat ini Generasi Z di Indonesia mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94% populasi, sedangkan milenial jumlahnya sekitar 69,38 juta jiwa atau 25,87% dari populasi. Maka pekerja muda (gabungan Gen Z dan milenial) sangat dominan di Indonesia, mencapai 144,3 juta orang atau 53% dari populasi Indonesia yang jumlahnya 270 juta jiwa. Bila saja pekerja muda yang bekerja mencapai 50% dari jumlah seluruh Gen Z dan milenial, maka jumlahnya mencapai 72,15 juta orang pekerja. 

 

Sayangnya, pekerja muda jarang yang punya dan ikut dana pensiun. Salah satu faktor yang memengaruhi keikutsertaan pekerja muda dalam program pensiun sukarela adalah gaya hidup. Gaya hidup yang konsumtif dan berorientasi pada pengalaman sesaat (seperti liburan, gadget, nongrong di kafe, dan makan di luar) seringkali mengurangi kemampuan dan kemauan untuk menyisihkan dana untuk tabungan jangka panjang. Literasi keuangan, khususnya literasi dana pensiun juga masih tergolong rendah di kalangan pekerja muda. Akibatnya, perencanaan masa pensiun menjadi hal yang diabaikan pekerja muda apalagi yang bekerja di Jakarta. Karenanya, penting untuk mengkaji bagaimana gaya hidup memengaruhi potensi dana pensiun, baik dari sisi perilaku konsumsi, kesadaran finansial, hingga kemungkinan kontribusi terhadap program pensiun secara mandiri dari para pekerja muda.

 

Adalah Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI sekaligus edukator dana pensiun DPLK Sinarmas Asset Management melakukan penelitian berjudul “Tingkat Gaya Hidup dan Potensi Kepesertaan Dana Pensiun pada Pekerja Muda di Jakarta” sebagai analisis tentang hubungan antara gaya hidup pekerja muda dengan potensi dana pensiun yang bisa dimiliki sebagai bagian perencanaan hari tua sejak dini. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat gaya hidup dan potensi partisipasi dana pensiun (DPLK) di kalangan pekerja muda di Jakarta menyimpulkan 46% pekerja muda memiliki gaya hidup berbiaya rendah, sehingga mereka menyatakan dana pensiun penting untuk dipersiapkan sejak dini. Selain itu, 46% responden memiliki kemampuan menabung di DPLK dengan iuran bulanan antara Rp100.000–Rp300.000, 28% mampu mengiur lebih dari Rp300.000, sedangkan 26% hanya mampu menyisihkan iuran kurang dari Rp100.000 per bulan.

 


Tingkat kepedulian ini memperlihatkan variasi kesiapan finansial yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu 1) gaya hidup konsumtif yang masih dominan menyebabkan sebagian pekerja muda menunda perencanaan pensiun, 2) rendahnya literasi keuangan terkait dana pensiun membuat mereka kurang memahami manfaat dan urgensi kepesertaan DPLK, 3) persepsi bahwa masa pensiun masih jauh mendorong sikap menunda, sehingga menurunkan komitmen untuk berpartisipasi aktif. Karenanya, beberapa strategi dapat ditempuh untuk meningkatkan partisipasi pekerja muda dalam program pensiun antara lain pendidikan dana pensiun yang relevan dan kontekstual, penyediaan platform digital yang memudahkan akses, penerapan sistem insentif untuk menarik minat, serta memposisikan DPLK sebagai bagian dari gaya hidup modern. Selain itu, inovasi produk DPLK ultra-mikro diperlukan yang menjangkau pekerja dengan kemampuan finansial terbatas. Jika langkah-langkah strategis ini dijalankan secara konsisten, maka partisipasi pekerja muda dalam DPLK berpotensi meningkat signifikan. Dengan demikian, dana pensiun di Indonesia dapat memasuki era “fajar” yang ditandai dengan kesadaran dini, bukan lagi dipandang sebagai “era senja” yang hanya relevan menjelang usia pensiun.

 

Hasil penelitian tentang “:Tingkat Gaya Hidup dan Potensi Kepesertaan Dana Pensiun pada Pekerja Muda di Jakarta” telah terbit di Jurnal Menawan (Jurnal Riset dan Publikasi Ilmu Ekonomi) Volume. 3, Nomor. 5 September 2025 dengan e-ISSN: 3025-4728, p-ISSN: 3025-5899, Hal 52-64 yang terbit pada  24 September 2025 - https://journal.areai.or.id/index.php/MENAWAN/article/view/1841.

 

Penelitian ini menyiratkan bila gaya hidup bisa tumbuh pesat di kalangan pekerja muda, kenapa dana pensiun tidak? Karena itu, di[erlukan rancangan edukasi dan produk dana pensiun yang lebih relevan dan menarik bagi generasi muda perkotaan khususnya untuk mendongkrak penterasi dana pensiun di kalangan pekerja muda sesuai Peta Jalan Dana Pensiun di Indonesia. Yuk siapkan pensiun #PenelitianDanaPensiun #EdukasiDanaPensiun #YukSiapkanPensiun

 


Kelas Prasekolah di TBM, Simbol Pendidikan Inklusif Berbasis Sosial yang Konkret

Hampir semua pendidik dan orang tua sepakat. Bahwa anak yang diajarkan calistung (baca, tulis, dan berhitung) sejak dini dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan bahasa, mempermudah adaptasi di sekolah dasar, menumbuhkan kepercayaan diri, serta melatih fokus, daya ingat, dan kemampuan memecahkan masalah di kemudian hari. Namun harus diinat, di usia dini, kegiatan belajar tidak boleh bersifat memaksa. Karenanya diperlukan metode belajar yang menyenangkan.

 

Berpegang pada prinsip belajar dengan senang itulah, TBM Lentera Pustaka menjalankan program KElas PRAsekolah (KEPRA), sebagai salah satu program literasi  yang memfasilitasi anak-anak usia prasekolah (PAUD/TK) untuk belajar calistung dan bermain di taman bacaan. Setiap Selasa dan Kamis pukul 14.00 WIB, puluhan anak-anak usia prasekolah dari berbagai kampung datang ke taman bacaan. Selain untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan bahasa anak, KEPRA TBM Lentera Pustaka juga menjadi sarana sosialisasi diri dan interaksi antarteman sebaya “anak-anak kecil”. Sekaligus untuk mempersiapkan anak-anak untuk sekolah dan mengokohkan mentalitas belajar di kalangan-anak usia dini.

 

KEPRA (KElas PRAsekolah) di TBM Lentera Pustaka, awal mulanya dijalankan pada tahun 2022. Saat itu ada 6 anak usia prasekolah datang ke TBM dan mau ikut membaca buku. Tapi mohon maaf, saya sebagai pendiri TBM Lentera Pustaka menyatakan tidak bisa karena "anak yang mau belajar baca" dan "anak yang sudah biasa baca" itu berbeda. Tidak bisa dicampur atau disatukan. Anak yang mau belajar calistung harus “dipisahkan” dari anak-anak yang sudah bisa membaca, kira-kira begitu.

 

Atas animo masyarakat dan saran kepada wali baca saat itu, maka dibukalah program KEPRA di TBM Lentera Pustaka. Asalkan wali baca dan relawan mau mengajarnya secara rutin. Maka akhirnya disepakati, tiap Selasa dan Kamis siang dibuka KEPRA. TBM Lentera Pustaka pun merekrut 1 wali baca untuk membantu aktivitas KEPRA. Seiring waktu berjalan, anak-anak KEPRA terus bertambah di TBM Lentera Pustaka. Dari 6 tambah jadi 14 dan kini sudah mencapau lebih dari 40 anak-anak KEPRA yang terbagi ke dalam 2 kelas (A: untuk anak yang belum lancar baca dan B: untuk anak yang sudah lancar baca). Tentu saja, tiap kali mereka belajar di TBM Lentera Pustaka selalu diantar ibunya (orang tua). Dan dari situlah, ibu-ibu pun akhirnya menjadi "kekuatan baru" di TBM Lentera Pustaka. Nah sekarang, tiap hari Minggu pagi jam 10.00 WIB, berkumpullah anak-anak KEPRA dan TABA (TAman BAcaan) plus para ibu-ibu TBM secara rutin dalam aktivitas Laboratorium Baca” di TBM Lentera Pustaka hingga kini.

 

Program KEPRA kian diminati masyarakat. Kenapa? Karena wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka memiliki komitmen dan konsistensi yang luar biasa dalam menjalankan program kelas prasekolah. Fokus pendekatan belajarnya pada “kesenangan anak”,  bersifat interaktif, permainan atau lagu-lagu. Hubungan antar anak dijadikan setara – egaliter, di samping selalu memberikan dukungan yang positif kepada anak-anak. Kadan gada jajan gratis, ada kampanye ayo baca hingga event bulanan. Semuanya untuk menjadikan anak-anak senang dan tertarik berada di taman bacaan.

 




Di luar sana, tidak sedikit topik-topik tentang pembelajaran inklusif berbasis sosial diseminarkan dan didiskusikan. Pertanyaannya, bagaimana praktiknya? Karena itu, melalui program KElas PRAsekolah (KEPRA), TBM Lentera Pustaka tidak lagi mendiskusikannya. Namun lebih fokus pada tata Kelola dan iktikad melayani pengguna layanan secara konkret di taman bacaan.  Sebagaimana Abraham Maslow dan Carl Rogers sebagai pemikir teori humanistic, pendidikan fokusnya ada pada pengembangan potensi manusia (anak-anak) dan kebutuhan psikologis anak. Karenanya pembelajaran harus berpusat pada anak (siswa). Taman bacaan sebagai lingkungan belajar harus mampu menjadi “ruang anak” untuk berkembang dan menemukan potensi dirinya.

 

Kini, KEPRA dan TBM Lentera Pustaka sudah menjadi ekosistem pendidikan nonformal yang bersifat inklusif. Melibatkan puluhan anak-anak usia kelas prasekolah dari berbagai desa, dan secara rutin terjadwal belajar calistung di taman bacaan. Sebab itu, hari ini di TBM Lentera Pustaka tidak ada lagi "orang penting". Semuanya sudah berjalan sesuai program, sesuai jadwal, dan aktivitasnya masing-masing. Ada 15 program literasi yang tetap berjalan, harus diurus, dan dikelola keberlanjutannya untuk memberi manfaat kepada masyarakat secara langsung. Wali baca dan relawan pun punya peran masing-masing, anak-anak sudah tahu jadwalnya ke TBM, dan ibu-ibu pun sesuai perannya selalu mengantar anak ke TBM.

 

KEPRA adalah salah satu program andalan dari 15 program literasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka hingga kini. Dan di tahun 2025 ini, TBM Lentera Pustaka akan merayakan 8 tahun eksistensinya di tengah masyarakat. Innya Allah, seluruh keluarga besar TBM Lentera Pustaka akan mensyukuri dan bergembira bersama di acara “Festival Literasi Gunung Salak #8 - HUT ke-8 TBM Lentera Pustaka pada Minggu, 23 November 2025. Untuk mewujudkan taman bacaan yang benar-benar inklusif. Tentang seberapa banyak masyarakat yang datang dan terlibat di taman bacaan? Itulah tantangan yang selalu dipegang TBM Lentera Pustaka hingga kini.

 

Alhamdulillah, kolaborasi dan sinergi bersama masyarakat sudah terjalin baik di TBM kami. Terima kasih seluruh pengguna layanan TBM, sehat selalu dan tetap semangat berliterasi di taman bacaan. Salam literasi #KElasPRAsekolah #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka





Apa dan Bagaimana Kepesertaan DPLK Pekerja Sektor Informal?

Kepesertaan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) hari ini, 80% didominasi oleh peserta yang berasal dari korporasi. Artinya, pekerja menjadi peserta DPLK karena diikutsertakan oleh perusahaan atau pemberi kerja. Karena itu, upaya meningkatkan kepesertaan DPLK secara individu atau pekerja di sektor informal menjadi isu penting dan menarik untuk dibahas. 

 

Adalah Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI sekaligus edukator dan pensiun DPLK Sinarmas Asset Management bersama Farid Nabil Elsyarif dari Kantor Konsultan Aktuaria Edial melakukan penelitian berjudul “Analisis Kepesertaan DPLK Secara Individu dan Karakteristiknya untuk Meningkatkan Penetrasi Dana Pensiun Pekerja Sektor Informal di Indonesia” sebagai upaya untuk memformulasikan dan menyajikan data empiris tentang   apa dan bagaimana kepesertaan DPLK secara individu dan karakteristiknya untuk meningkatkan penetrasi dana pensiun pekerja sektor informal. Penelitian yang dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis konten menggunakan kuesioner, wawancara, dan studi dokumen ini menyimpulkan karakteristik peserta DPLK secara individual terdiri dari: 1) tergolong masyarakat berpenghasilan rendah, 2) iuran yang disetor paling besar Rp. 100.000 per bulan, 3) iuran berpotensi tidak tetap setiap bulannya, 4) usia pensiun ditetapkan sesuai dengan tujuan keuangannya, dan 5) motif menjadi peserta DPLK karena tidak memiliki program pensiun untuk hari tua atau untuk dana darurat.

 

Hasil penelitian ini juga mengungkap komposisi kepesertaan DPLK yang ada saat ini terdiri dari: 20% peserta secara individual (atas kesadaran sendiri mengikuti DPLK) dan 80% peserta secara korporasi (sebab diikutkan oleh perusahaan). Terdapat sekitar 560.000 peserta DPLK secara individual yang ternyata 70% kepesertaan berasal dari sektor informal dan 30% peserta berasal dari sektor formal. Survei yang dilakukan menunjukkan 86,4% pekerja informal sama belum mempersiapkan dana pensiun dan 89,4% pekerja informal tidak punya program pensiun sukarela. Akan tetapi, pekerja informal memiliki minat terhadap DPLK sebagai program kesinambungan penghasilan di hari tua. Asalkan mendapatkan edukasi dan tersedianya akses digital untuk memiliki DPLK. Dari segi potensi DPLK secara individual dan informal, bila 25% dari pekerja informal yang ada saat ini mengikuti DPLK dengan iuran minimal Rp. 50.000 per bulan maka potensi akumulasi dananya bisa mencapai Rp. 132 triliun dalam jangka waktu 10 tahun ke depan sebagai bagian dari peningkatan penetrasi dana pensiun pada pekerja sektor informal.

 


Hasil penelitian tentang Analisis Kepesertaan DPLK Secara Individu dan Karakteristiknya untuk Meningkatkan Penetrasi Dana Pensiun Pekerja Sektor Informal di Indonesia dapat dibaca secara lebih lengkap di Jurnal Publikasi Sistem Informasi dan Manajemen Bisnis (JUPSIM) Volume.4, Nomor. 3 September 2025, dengan e-ISSN: 2808-8980; p-ISSN: 2808-9383, Hal 292-311 yang terbit pada 24 September2025 pada link berikut:  https://journalcenter.org/index.php/jupsim/article/view/5333

 

Satu hal yang tidak kalah penting, hasil penelitian ini mengingatkan pentingnya berpikir positif dan optimis untuk memulai kepesertaan DPLK secara individual dan sektor informal sesuai Peta Jalan Dana Pensiun di Indonesia. Sudah 30 tahun lebih, cara memasarkan DPLK terlalu didominasi melalui korporasi/perusahaan, sementara kepesertaan individu dan sektor informal ditinggalkan. Apalagi di tengah tingkat literasi dan inklusi dana pensiun yang menurun. Bukankah masa depan DPLK sejatinya ada di kepesertaan individu, bukan korporasi. Yuk siapkan pensiun #PenelitianDanaPensiun #EdukasiDanaPensiun #YukSiapkanPensiun



Selasa, 23 September 2025

Taman Bacaan Kembali ke Barak, Ada Sunyi yang Harus Dipelihara

Ini bukan tentang pohon atau dedaunan. Tapi tentang berjuang di taman bacaan. Mau seperti apa dan bagaimana?  Selalu ada pasang surut, selalu ada peluang dan tantangan. Bahkan, bisa jadi ada tepuk tangan atau mengelus dada. Literasi dan taman bacaan, sama saja. Selalu menyimpan rasa dan asa ….

 

Ada peribahasa Persia yang menyebut. "Saat pohon tumbang, semua orang mendengar suaranya. Tapi saat pohon tumbuh, tidak seorang pun mendengarnya." Begitulah hidup dan penghidupan. Terkadang begitu pula berkiprah di taman bacaan.  Sering kali orang menilai hanya dari hasil tanpa pernah tahu proses yang dijalaninya. Sering kali orang menilai tanpa bisa memahaminya. Seperti cinta yang kadang hingar binger di saat suka tapi hilang tenggelam di kala duka. 

 

Di taman bacaan, kegagalan selalu ramai diperbincangkan, sementara proses pertumbuhan sering tidak terlihat. Minat baca sering dipersolakan tanpa mau menyediakan akses bacaan. Sudah terlalu banyak jurus literasi dan taman bacaan untuk maju. Tapi di saat yang sama, terlalu sedikit konsistensi berkiprah di literasi. Diskusinya banyak eksekusinya bisa jadi sedikit. Narasinya panjang namun esensinya pendek. Sekali lagi, berjuang di taman bacaan sama sekali tidak bisa diukur dalam kurun waktu singkat. Terlalu mudah timbul dan tenggelam.

 

Berjuang di taman taman bacaan. Ada sunyi yang dipelihara. Berproses dan menjalani apa adanya dengan penuh konsistensi. Selalu punya komitmen untuk  terus berproses, belajar, bekerja keras, berbenah diri, dan terus bertumbuh. Menelusuri jalan sunyi pengabdian, begitulah taman bacaan. Maka jangan pernah minder kalau perjalanan literasi selalu sepi dari sorotan. Biarkan proses yang berbicara, kapan dan di mana? Sebab di literasi, tumbang itu sesaat, tumbuh itu seumur hidup.

 

“Saat pohon tumbang, semua orang mendengar suaranya. Tapi saat pohon tumbuh, tidak seorang pun mendengarnya." Pohon tumbang sebagai sinyal selalu ada hal besar, heboh, dan dramatis sehingga mengundang orang ramai membicarakan. Sedangkan pohon tumbuh, sering kali dianggap proses kecil yang pelan tapi konsisten, sering tidak terlihat banyak orang. Tapi karena bertumbuh, hutan jadi ada, udara segar tersedia, dan kehidupan terus berlanjut. Taman bacaan, memang hal kecil bahkan sunyi. Tapi konsistensi-nya sering lebih penting daripada hal besar yang sekali muncul tapi cepat berlalu.

 

Literasi dan taman bacaan, memang tidak ada teori paling benar untuk itu. Semuanya hanya butuh praktik baik, butuh konsistensi dan komitmen semata, Disiplin dalam menjalankan program dan aktivitas di taman bacaan, bukan di ruang seminar. Sebab berliterasi sejatinya sering tidak “terdengar” hasilnya. Tapi setelah bertahun-tahun, dampak dan efeknya besar. Tentang apa yang dirasakan masyarakat. Taman bacaan yang pelan-pelan berpraktik namun lebih berdampak daripada hanya mengejar momen spektakuler dan hingar-bingar sesaat.

 

Di banyak tempat atau taman bacaan, aktivitas literasi gampang tumbang. Akibat tidak dikelola sepenuh hati, komitmen dan konsistensinya terbengkalai, sekadar “sambil lalu”, bahkan fundamental-nya kurang kokoh (koleksi buku, anak-anak yang membaca, hingga biaya operasional, dsb). Sehingga literasi kian berat untuk bertahan di era digital, mungkin karena terlalu fokus pada momen heboh, bukan pada proses untuk tumbuh dan bertahan.

 

Masyarakat sebagai penggun layanan literasi, sering kali masih bingung. Mau ke mana di dan mana bisa membaca buku gratis? Kapan jam buka dan hari apa operasi taman bacaan? Itulah persoalan sederhana yang perlu dijaga sebagai cerminan konsistensi berliterasi. Karena prinsipnya, aktivitas dan kebaikan kecil di taman bacaan bukan untuk mengejar sesuatu menjadi viral. Tapi hanya memastikan bahwa taman bacaan tetap tumbuh dan mampu melayani seoptimal mungkin masyarakat yang peduli dan mau datang ke taman bacaan. Tentang kepercayaan dan harmoni sosial di taman bacaan. Sebab sampai kapanpun di negeri ini, aktivitas dan praktik baik literasi akan tetap menjadi “jalan sunyi pengabdian” namun jauh lebih penting dari sekadar aktivitas instan yang mencolok dan digaung-gaungkan sesaat.

 


Berjuang di taman bacaan, hingga kapanpun, basisnya akan tetap di “akar rumput” dan praktik baik di lapangan, di target audiens yang terus bertumbuh dari hari ke hari secara nyata, bukan yang”dikatakan” di atas kertas. Membaca adalah praktik dan perbuatan, bukan Pelajaran dan laporan. Maka literasi dan taman bacaan, tidak boleh terpesona pada suara tumbangnya pohon tapi harus terus-meneru belajar menghargai keheningan pertumbuhan yang konsisten. Kembalilah ke “barak” literasi yang sesungguhnya, salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen





Senin, 22 September 2025

Seperti Pohon, Banyak yang Tumbang di Masa Pensiun

 

Ini bukan tentang pohon. Tapi tentang masa pensiun.. Perumpamaanya seperti “pohon tumbang vs pohon tumbuh”. Tentang seoarang pekerjas, antara tidak siap pensiun atau siap untuk pensiun. Sebuah ilustrasi keadaan di hari tua, saat tidak bekerja lagi. Sebuah edukasi dana pensiun yang mungkin kurang disadari banyak pekerja.

 

Dalam konteks pensiun, “pohon tumbang” hanya ibarat tentang keadaan dramatis seseorang di hari tua yang akhirnya mengalami krisis keuangan, bangkrut di usia tua, atau harus bekerja lagi setelah pensiun. Semua orang bisa melihat dan mengalami kondisi tersebut. Sementara “pohon tumbuh” ibarat kebiasaan kecil menabung rutin untuk pensiun. Sunyi, tidak terasa setiap bulan, bahkan kadang dianggap remeh. Tapi dalam 20–30 tahun, “tumbuh” menjadi pohon besar yang menopang hidup  di hari tua.

 

Di dunia nyata, selalu ada kondisi yang kontradiktif. Sebuah paradoks keadaan di masa pensiun. Ada ornag yang sangat bergaya hidup di saat bekerja tapi akhiirnya merana di masa pensiun. Pun sebaliknya, ada orang sederhana di saat bekerja tapi rutin menabung untuk hari tuanya sehingga kini benar-benar tenang dan bisa menikmati masa pensiun, Semuanya hanya pilihan dan tergantung pada sikap masing-masing. Tentang keadaan di masa bekerja vs di masa pensiun.

 

Sering kali, banyak orang akan heboh kalau ada kisah pensiunan yang bangkrut, apalagi di masa bekerjanya begitu jaya. Tapi masalahnya, jarang ada yang bercerita tentang pekerja biasa yang diam-diam konsisten menabung, mungkin hanya Rp. 100.000 per bulan. Lalu begitu pensiun, hidupnya tenang dann adem ayem tanpa utang. Jadi mana yang lebih penting, saat bekerja penuh gaya atau saat pensiun tenang sejahtera?

 

Ibarat pohon, masa pensiun hanya ada dua kemungkinan. Merana atau sejahtera di hari tua. Ada di dekat kita, pohon-pohon kecil yang tetap tumbuh perlahan hingga rindang di kemudian hari. Siapapun merasa adem dan tenang saat beristirahat di bawahnya. Tapi ada pula pohon yang terlihat besar dan rindang pada awalnya tapi ujungnya mudah roboh bahkan daun-daunnya kering dan rontok. Tidak satu pun orang bisa berteduh di bawahnya. Begitulah masa pensiun, ada yang pada akhirnya merana ada yang berjaya. Ada yang suka di hari tua, ada yang duka di masa pensiun. Ibaratnya, ada pohon yang tumbuh sunyi hari ini tapi menyejukkan di esok hari.

 

Bisa jadi, menyisihkan Rp100 ribu – Rp500 ribu per bulan mungkin “tidak terdengar” atau dianggap kecil nilai sekarang. Tapi setelah puluhan tahun rutin menabung untuk hari tua, justri menjadi penopang kehidupan masa pensiun seorang pegawai kecil. Puluhan tahun bekerja benar-benar disadari akan pentingnya menyiapkan masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Kecil nilai tabungannya tapi konsisten untuk masa pensiun (dana pensiun) ternyata lebih besar hasilnya daripada menunggu “jumlah besar” sesekali yang belum tentu ada uangnya (uang pesangon).

 


Urusan pensiun bahkan pesangon, terjadang seperti menanam pohon kecil di hutan. Tidak terasa secara langsung, tapi dampaknya untuk jangka panjang luar biasa. Hanya menyisihkan sedikit setiap bulan, tapi ketika pensiun, hidupnya jauh lebih tenang dibanding yang tidak mempersiapkan masa pensiun sama sekali. Maka jangan menunggu sampai terdengar ‘suara pohon tumbang’ (krisis pensiun) taoi mulailah merawat pertumbuhan sunyi (menabung di dana pensiun) dari sekarang. Sebab urusan pensiun, kalau bukan kita yang siapkan mau siapa lagi?

 

Faktanya hari ini, 1 dari 2 pensinan di Indonesia mengandalkan transferan dari anaknya untuk biaya hidup di hari tua. Bakan 9 dari 10 pekerja yang ada sama sekali tidak siap untuk pensiun atau berhenti bekerja. Karena tidak tersedianya dana yang cukup untuk hari tua. Akankah pohon-pohon itu tetap tumbuh di hari tua atau seketika tumbang di masa pensiun?

 

Hati-hati, peribahasa Persia berkata, “Saat pohon tumbang, semua orang mendengar suaranya. Tapi saat pohon tumbuh, tidak seorang pun mendengarnya."



Minggu, 21 September 2025

Kolase Daun, Persembahan Kreativitas Anak-anak TBM Lentera Pustaka

Selain menjadi tempat membentuk kebiasaan membaca,  TBM Lentera Pustaka juga melatih anak-anak belajar hal-hal baru untuk melatih kreativitas dan berpikir. Tujuannya agar setiap anak semakin mudah menyesuaikan diri dengan informasi dan tantangan baru sehingga memiliki daya analisis dan kemampuan memecahkan masalah. Saat membutuhkan ketekunan dan disiplin, mengerjakan sesuatu yang baru juga dapat membangun motivasi diri pada anak.

 

Seperti yang dilakukan TBM Lentera Pustaka pada Minggu (21/9/2025), saat anak-anak pembaca aktif diajak untuk membuat “kolase daun” atau membuat gambar dari dedaunan pohon yang ada di kebun baca. Sebauh karya kreatif dengan cara menempelkan dedaunan di atas kertas untuk membentuk gambar atau pola. Membuat kolase daun tergolong bagus untuk memacu kreativitas anak, di samping memberi energi positif untuk aktivitas di taman bacaan.

 

Sebagai taman bacaan yang beroperasi 6 hari dalam seminggu, para relawan TBM Lentera Pustaka memiliki komitmen untuk membangun kreativitas anak, di samping kebiasaan membaca buku. Sebagai bagian memperkenalkan cara berpikir yang tidak harus rumit atau memakan waktu lama. Manfaatkan fasilitas yang ada dan silakan membuat gambar yang disuka, asalkan taman bacaan jadi tempat yang asyik dan menyenangkan. Selagi asyik, apapun bisa dilakukan.

 

“Kegiatan kolase daun anak-anak TBM Lentera Pustaka memanfaatkan fasilitas yang ada di TBM. Biar anak-anak melatih konsentrasi dan berpikir. Ini bukan soal bakat tapi melayih anak untuk mengerjakan gambar dengan dedaunan yang ada. Melatih anak-anak berpikir dengan cara asyik dan senang” ujar Alwi Mustopa, Koordinator Relawan TBM Lentera Pustaka kemarin (21/9/2025).

 



Sebagai taman bacaan, TBM Lentera Pustaka menyadari pentingnya kreativitas anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif, emosi, dan sosial. Agar anak-anak TBM dilatih  berpikir kritis, memecahkan masalah, punya ruang ekspresi diri, dan lebih percaya diri. Dengan kreativitas memungkinkan anak-anak berpikir di luar kebiasaan dan bisa mengeksplorasi hal-hal baru. Jadi lebih mandiri dan mampu menghadapi tantangan. Asal tetap asyik dan menyenangkan.

 

Selama ini, setiap anak TBM Lentera Pustaka sudah terbiasa membaca secara rutin minimal 3 kali seminggu (Rabu, Jumat, Minggu) yang dibimbing oleh 18 wali baca dan relawan. Membaca untuk melatih otak anak dalam mencerna informasi, memahami konteks, dan menghubungkan ide-ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Tanpa disadari, membaca bukan sekadar mengumpulkan informasi tapi juga melatih otak untuk berpikir, memperluas wawasan, dan memperkuat imajinasi. Di TBM Lentera Pustaka, membaca buku bukan untuk pintra. Tapi untuk  melatih otak agar lebih lentur dan siap menghadapi tantangan yang kompleks di kemudian hari. Membaca untuk daya tahan anak-anak atas segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan. Salam literasi!