Ini bukan tentang pohon atau dedaunan. Tapi tentang berjuang di taman bacaan. Mau seperti apa dan bagaimana? Selalu ada pasang surut, selalu ada peluang dan tantangan. Bahkan, bisa jadi ada tepuk tangan atau mengelus dada. Literasi dan taman bacaan, sama saja. Selalu menyimpan rasa dan asa ….
Ada peribahasa Persia yang
menyebut. "Saat pohon tumbang, semua orang mendengar suaranya. Tapi saat
pohon tumbuh, tidak seorang pun mendengarnya." Begitulah hidup dan
penghidupan. Terkadang begitu pula berkiprah di taman bacaan. Sering kali orang menilai hanya dari hasil
tanpa pernah tahu proses yang dijalaninya. Sering kali orang menilai tanpa bisa
memahaminya. Seperti cinta yang kadang hingar binger di saat suka tapi hilang
tenggelam di kala duka.
Di taman bacaan, kegagalan selalu ramai diperbincangkan,
sementara proses pertumbuhan sering tidak terlihat. Minat baca sering
dipersolakan tanpa mau menyediakan akses bacaan. Sudah terlalu banyak jurus
literasi dan taman bacaan untuk maju. Tapi di saat yang sama, terlalu sedikit
konsistensi berkiprah di literasi. Diskusinya banyak eksekusinya bisa jadi
sedikit. Narasinya panjang namun esensinya pendek. Sekali lagi, berjuang di
taman bacaan sama sekali tidak bisa diukur dalam kurun waktu singkat. Terlalu
mudah timbul dan tenggelam.
Berjuang di taman taman bacaan. Ada sunyi yang
dipelihara. Berproses dan menjalani apa adanya dengan penuh konsistensi. Selalu
punya komitmen untuk terus berproses, belajar,
bekerja keras, berbenah diri, dan terus bertumbuh. Menelusuri jalan sunyi
pengabdian, begitulah taman bacaan. Maka jangan pernah minder kalau perjalanan
literasi selalu sepi dari sorotan. Biarkan proses yang berbicara, kapan dan di
mana? Sebab di literasi, tumbang itu sesaat, tumbuh itu seumur hidup.
“Saat pohon tumbang, semua orang mendengar suaranya. Tapi
saat pohon tumbuh, tidak seorang pun mendengarnya." Pohon tumbang sebagai
sinyal selalu ada hal besar, heboh, dan dramatis sehingga mengundang orang
ramai membicarakan. Sedangkan pohon tumbuh, sering kali dianggap proses kecil
yang pelan tapi konsisten, sering tidak terlihat banyak orang. Tapi karena
bertumbuh, hutan jadi ada, udara segar tersedia, dan kehidupan terus berlanjut.
Taman bacaan, memang hal kecil bahkan sunyi. Tapi konsistensi-nya sering lebih
penting daripada hal besar yang sekali muncul tapi cepat berlalu.
Literasi dan taman bacaan, memang tidak ada teori paling
benar untuk itu. Semuanya hanya butuh praktik baik, butuh konsistensi dan
komitmen semata, Disiplin dalam menjalankan program dan aktivitas di taman bacaan,
bukan di ruang seminar. Sebab berliterasi sejatinya sering tidak “terdengar”
hasilnya. Tapi setelah bertahun-tahun, dampak dan efeknya besar. Tentang apa
yang dirasakan masyarakat. Taman bacaan yang pelan-pelan berpraktik namun lebih
berdampak daripada hanya mengejar momen spektakuler dan hingar-bingar sesaat.
Di banyak tempat atau taman bacaan, aktivitas literasi
gampang tumbang. Akibat tidak dikelola sepenuh hati, komitmen dan
konsistensinya terbengkalai, sekadar “sambil lalu”, bahkan fundamental-nya
kurang kokoh (koleksi buku, anak-anak yang membaca, hingga biaya operasional,
dsb). Sehingga literasi kian berat untuk bertahan di era digital, mungkin
karena terlalu fokus pada momen heboh, bukan pada proses untuk tumbuh dan
bertahan.
Masyarakat sebagai penggun layanan literasi, sering kali masih
bingung. Mau ke mana di dan mana bisa membaca buku gratis? Kapan jam buka dan hari
apa operasi taman bacaan? Itulah persoalan sederhana yang perlu dijaga sebagai cerminan
konsistensi berliterasi. Karena prinsipnya, aktivitas dan kebaikan kecil di
taman bacaan bukan untuk mengejar sesuatu menjadi viral. Tapi hanya memastikan
bahwa taman bacaan tetap tumbuh dan mampu melayani seoptimal mungkin masyarakat
yang peduli dan mau datang ke taman bacaan. Tentang kepercayaan dan harmoni
sosial di taman bacaan. Sebab sampai kapanpun di negeri ini, aktivitas dan
praktik baik literasi akan tetap menjadi “jalan sunyi pengabdian” namun jauh
lebih penting dari sekadar aktivitas instan yang mencolok dan digaung-gaungkan
sesaat.
Berjuang di taman bacaan, hingga kapanpun, basisnya akan
tetap di “akar rumput” dan praktik baik di lapangan, di target audiens yang
terus bertumbuh dari hari ke hari secara nyata, bukan yang”dikatakan” di atas
kertas. Membaca adalah praktik dan perbuatan, bukan Pelajaran dan laporan. Maka
literasi dan taman bacaan, tidak boleh terpesona pada suara tumbangnya pohon
tapi harus terus-meneru belajar menghargai keheningan pertumbuhan yang
konsisten. Kembalilah ke “barak” literasi yang sesungguhnya, salam literasi!
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar