Benar kata banyak orang. Hidup bukan hanya mencapai keinginan dan kepedulian. Tapi juga soal kemauan untuk belajar. Belajar Belajar untuk menerima realitas, belajar untuk berbesar hati pada setiap keadaan. Apapun bentuknya, apapun alasannya. Tidak cukup hanya berpuas hati di saat mencapai kemenangan. Tapi harus belajar ikhlas meski belum rela. Berani belajar bersikap objektif walau tidak sepakat dan berbeda.
Besok-besok jelang tahun politik dan kampanye
pilpres. Bukan tidak mungkin, makin banyak perilaku saling mencaci, menghujat,
bahkan fitnah. Hoaks dan ujaran kebencian berbasis sentimen olitik pun
ditebarkan kemana-mana. Hanya untuk mendukung kandidat yang diusungnya. Belum
lagi politik identitas yang jadi sebab masyarakat kian terkotak-kotak. Selain
belajar untuk meraih kemenangan dengan cara yang elegan, politik pun harus belajar
untuk memaafkan di antara elit politik dan pendukungnya.
Apapun alasannya, belajar memaafkan itu penting. Apalagi
di tahun politik, di media sosial, atau di dalam pergaulan. Memaafkan orang lain
atas apa yang mereka lakukan memang tidak mudah. Memaafkan atas apa yang orang
lain katakan tentang kita memang tidak gampang. Apalagi wujudya fitnah, hoaks,
atau aib yang tercela. Memaafkan, bukan dimaaafkan, butuh hati hati yang lapang
dan seluas Samudra. Memaafkan, sungguh butuh ketulusan hati untuk bisa melakukannya.
Memaafkan
kesalahan orang lain memang sulit. Tapi harus diikhtiarkan sebisa mungkin.
Sambil menjauhi lingkungan dan pergaulan yang buruk. Karena memaafkan sangat bermanfaat
untuk pemiliknya. Agar hidup lebih tenang dan damai, hati lebih lapang. Perlu
dipahami, siapapun yang memendam amarah, rasa benci atau dendam terhadap orang lain
hanya akan merugikan dan merusak diri sendiri. Karena itu, memaafkan menjadi
sikap yang harus dikedepankan siapapun. Sebuah perilaku yang patut
didengungkan, di mana pun dan kapanpun.
Memaafkan adalah proses. Harus dilatih dan
dibiasakan, selain pasti banyak cobaannya. Maka di saat yang sama, memaafkan
jadi bukti seseorang yang sabarnya meluas, syukurnya melangit, dan maafnya
mudah untuk diberikan. Bagi siapapun, memaafkan bukanlah melupakan tapi melepaskan
rasa sakit. Membuang amarah, benci, iri, dan dendam. Maka, maafkan setiap musuh
atau orang lain yang jahat kepada kita. Karena maaf tidak dimiliki orang-orang
lemah. Justru dimiliki oleh orang-orang yang kuat untuk memahami orang yang
membuat kesalahan.
Memaafkan, hanya
butuh keberanian dan kemauan. Itulah yang paking dibutuhkan masyarakat dan
bangsa Indonesia hari ini. Sebagai ikhtiar untuk selalu memperbaiki diri, di
samping menggapai ketenangan hati. Bila memaafkan dianggap sebagai perbuatan
mengalah, biarlah bila mampu membahagiakan orang lain. Karena hidup, sejatinya
tidak ada yang menang atau kalah. Yang ada, mudah atau tidak untuk memaafkan
siapapun.
Seperti mentari di balik awan, pasti ada suka di
balik duka. Pasti ada terang di pagi hari setelah melewati gelapnya malam. Beranilah
memaafkan, bila tidak tercapai saling memaafkan. Karena memaafkan, tak sulit
bagi yang mau tak mudah bagi yang enggan. Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar