Wabah Covid-19 ini sepertinya kian ganas. Banyak orang yang OTG tahu-tahu sakit. Orang baik seperti Pak Sekda DKI Jakarta pun terkena corona. Ada puluhan ribu pasien corona pun kini masih dirawat di rumah sakit. PSBB ketat pun diberlakukan lagi. Negeri ini, tiba-tiba, dihantui ancaman makhluk bernama virus corona.
Sementara
di luar sana. Makin terlihat kasat mata kesombongan anak manusia di dunia.
Angkuh dan arogan. Pangkat, jabatan, harta bahkan status sosial terus-menerus
dipertontonkan. Memuji dan berbangga-bangga tentang dirinya sendiri sambil
merendahkan yang lain. Selalu merasa benar sambil mencari kesalahan orang lain.
Manusia yang tidak suka lagi diberi nasihat. Kepeduliannya makin hilang. Hingga
akhirnya menolak kebenaran.
Mereka
terus sibuk memperebutkan dunia. Berusaha menggenggam dunia. Hingga lupa bahwa
dunia itu sebentar. Sombong lalu lupa bersyukur. Dunia dianggap abadi dan akan
selamanya. Lalu lupa, bahwa dunai adalah kehidupan yang menipu. Dunia itu hanya
“casing”, hanya “bungkus” semata. Tidak lebih tidak kurang.
Jangan
sampai “daun yang kecil menutupi bumi yang luas”.
BUMI
itu luas. DAUN itu kecil. Anugerah Allah yang tak terbatas itu BUMI. Uang,
harta, jabatan itu cuma selembar DAUN. Jadi, mana mungkin selembar "daun
yang kecil" bisa menutupi "bumi yang luas" ini. Karena faktanya,
daun menutupi telapak tangan saja sulit. TAPI kalo DAUN yang kecil menempel di
pelupuk MATA kita, maka tertutuplah BUMI. Gelap dan gak bisa terlihat lagi
jalan yang terang.
Maka
tidak perlu sombong. Sebaliknya, selalu ada alasan kuat untuk bersyukur.
Untuk
siapapun. Apapun keadaannya. Katanya hidup di dunia cuma sementara, terus mau apa
lagi? Apa yang mau dikejar, apa pula yang maudiperebutkan? Sungguh, dunia tidak
akan pernah ada cukupnya. Maka, jangan tutupi BUMI yang luas dengan DAUN yang
kecil.
Jan
gan sombong. Bumi itu luas, daun itu sempit. Bersyukurlah.
Jangan
terlalu mudah melupakan anugerah Allah. Jangan mudah tidak puas atas apa yang
dimiliki. Banyak orang sekarang, menempatkan diri sebagai “korban”. Marasa
menderita, merasa ada yang kurang. Merasa kurang, kurang lagi dan kurang terus.
Bahkan di masa Covid-19, merasa terpenjara. Terkurung di dalam rumah. Merasa
nestapa….
Orang-orang
yang lupa. Bahwa apapun yang ada dan terjadi di dunia adalah kehendak-Nya.
Tidak ada jalan hidup manusia yang dirancang oleh otaknya, oleh kecerdasannya. Lalu
merasa dirinya hebat. Dan akhirnya lupa bila ada Allah dalam hidupnya.
Maka,
DAUN yang kecil pun menutupi BUMI yang luas.
Tiap
hari berkeluh-kesah. Mengeluh setiap hari. Hingga menebar kebencian dan
permusuhaan kepada orang lain. Tiap hari hanya mencari-cari kejelekan orang
lain. Tiap hari galau, bete sampai seolah tidak ada lagi harapan untuk
kebaikan. Bermental “korban”, berjiwa menderita. Lalu, lupa bersyukur.
Bersyukurlah
atas apa yang dimiliki. Maka, jangan tutupi BUMI yang luas dengan DAUN yang
kecil. Fokuslah pada apa yang dimiliki, bukan pada apa yang diinginkan. Lebih
baik mensyukuri apa yang ada daripada mengeluhkan yang tidak ada. Lebih baik pelihara
yang sudah ada di rumah daripada membandingkan dengan yang ada di luar rumah.
Sudahlah,
jangan tutupi BUMI yang luas dengan DAUN yang kecil.
Agar
jangan terlalu memikirkan apa yang dipunya. Hingga lupa atas apa yang sudah
dimiliki. Karena semua yang kita miliki saat ini adalah anugerah dan karunia
yang pantas untuk kita.
Hidup
itu WAKTU yang dipinjamkan, sedangkan harta adalah BERKAT yang dipercayakan.
"Banyak
orang sudah punya tapi merasa belum punya". Mau sampai kapan hidup kayak
gitu?
Bahagialah
secukupnya. Sedihlah seperlunya. Mencintailah sewajarnya. Membencilah
sekedarnya. TAPI INGAT, BERSYUKURLAH SEBANYAK-BANYAKNYA. Tolong, jangan tutupi
"BUMI yang luas" dengan "DAUN yang kecil"…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar