Jumat, 18 September 2020

Taman Bacaan Lentera Pustaka Ingatkan "Hati-hati Sama Netizen yang Maha Sok Tahu"

Saat ditanya, siapa yang paling gampang mengumbar komentar di dunia ini?

Sebagian besar jawabnya pasti “netizen”. Netizen itu sebutan untuk orang yang aktif di dunia maya. Netizen, istilahnya "warga internet" atau citizen of the net. Akibat ponsel ada di genggaman tangannya, netizen begitu mudahnya memainkan jari-jemarinya. Berceloteh, mengoceh, bila perlu menghakimi orang lain. Tentang apa saja, tentang apa pun.

 

Di kalangan netizen. Ada anekdot yang menyebut “netizen maha benar”. Atau netizen selalu benar. Itu berarti, netizen tidak pernah salah. Anekdot itu pula yang menjadikan netizen merasa boleh mengomentari apapun. Tiap ada masalah atau info terkini di negeri ini, netizen buru-buru menyerbu. Semua linimasa media sosial, entah

instagram, facebook, twitter, dan sejenisnya dibanjiri komentar netizen. Di situlah, kadang netizen itu menyebalkan, bahkan menjengkelkan.

 

Apakah netizen itu maha benar?

Menurut saya, jelas tidak. Malah netizen bisa jadi “biang kerok” kegaduhan. Tahu sedikit tapi komentar banyak. Berlaku sok bijak tapi berharap mencari-cari kesalahan orang. Bersikap seperti benar tapi lupa kesalahannya sendiri. Berbagi berita seakan bertanya padahal menyebarkan hoaks. Berceloteh di media sosial seakan menuntut klarifikasi, entah kepada siapa? Jadi netizen, menurut saya, bukan maha benar tapi maha sok tahu. Tidak benar tapi sok tahu, netizen netizen.

 

Ada beberapa cara kerja netizen di media sosial. Bila ditelusuri, perilaku netizen di media sosial bisa dideteksi. Hal yang paling kentara adalah “mengomentari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dikomentari”. Urusan pribadi orang, urusan kebijakan negara, bahkan urusan berita yang belum pasti kebenarannya pun buru-buru dikomentari. Wajar bila netizen di negeri ini dikenal sebagai "kaum paling cerewet di media sosial", berada di urutan ke-5 dunia, melebihi Tokyo dan New York sekalipun.

 

Ciri lain netizen adalah terlalu mudah menghujat dan menyalahkan. Apapun soalnya, netizen buru-buru mncari salahnya lalu menghujat sebebas-bebeasnya. Atas nama hak asasi manusia, netizen merasa boleh berkomentar apapun. Begitu dinasihat, langsung menjawab sambil nolot “mulut mulut gue, pikiran pikiran gue, usil ama lo…”. Begitulah kata netizen yang sok tahu. Bersikap nyinyir dan gemar meninggalkan hujatan di mana-mana. Apalagi kepada orang-orang yang ‘tidak sealiran” dengannya. Beragam postingan dikomentari sekehendak hati netizen. Mulai dari nyinyir, menyalahkan, membenci hingga menghina sekalipun.

 

Hebatnya lagi, netizen itu seperti “tukang debat”. Ada saja yang dikomentari dan diperdebatkan. Salaing berbalas komentar untuk hal yang tidak penting-penting amat. Netizen yang saling adu argument, berdebat agar dibilang ilmiah. Padahal itu semua omong kosong dna tidak berbobot. Kita sering lipa, netizen itu punya banyak masalah. Nah, berdebat itulah yang jadi pelariannya.

 

Netizen itu bukan maha benar. Tapi maha sok tahu.

Tiap kali ada berita atau soal yang tidak disukainya. Netizen buru-buru mencari atau mention teman senasib, teman sealiran. Netizen yang merasa jadi “korban” lalu cari teman senasib. Itu bukti bahwa netizen itu banyak yang tipikal “baperan”, sulit menerima realitas. Mereka hanya mau keadaan seperti apa yang diinginkannya. Mungkin kalau boleh, netizen pun ingin hidup di surga sendiri. Tidak boleh ada orang lain yang menemaninya, apalagi yang tidak sealiran.

 

Perilaku netizen paling konyol kian tampak. Netizen seringkali berkomentar tapi belum membaca. Dia sendiri tidak tahu “duduk persoalannya”. Tapi hebatnya, langsung komentar dan menyerang siapapun yang perlu disalahkan menurut dia. Netizen yang bilang “jangan menilai buku dari sampulnya’. Tapi dia sendiri yang “menguliti” isi buku gara-gara sampulnya. Ujung-ujungnya, si netizen pun sering enggak nyambung, suka salah fokus. Jadi, OOT (out of topic) itu ciri terhebat dari netizen. Bawaannya ke personal dan emosional. Saran yang paling pas untuk netizen adalah “perbanyak baca buku”, bukan perbanyak nonton tv atau ngomongin orang.

 

Jadi jelas, netizen itu bukan maha benar. Tapi maha sok tahu. Giliran hal yang tidak disukai, dia buru-buru komentar. Giliran tidak punya uang, si netizen jadikan media sosial untuk berdagang. Medsos yang dipakai untuk jualan biasanya punya netizen. Tapi di balik itu, netizen bila lagi benar. Mereka pun gemar mengajak kebaikan di media sosial. Sekalipun menjengkelkan, netizen tergolong peka dan suka menasihati orang lain. Walau dirinya sendiri susah dinasihati. Asal ada orang posting foto dengan pakaian seksi atau sedang pacaran. Netizen pasti akan berkomentar “aurat jangan diumbar ke orang-orang dong” atau “semoga lekas diberi hidayah ya…”. Makin terbukti, netizen itu maha sok tahu bukan maha benar.

 

Jadi, apa yang saya mau katakan tentang netizen?

Berhati-hatilah pada netizen. Karena bila tidak sepaham dengan netizen maka dia akan menyerang habis-habisan. Karena netizen itu sangat militan, spartan, dan loyalis sejati. Mampu berkomentar seenak pikirannya.

 

Dan yang paling hebat dari netizen adalah “ilmu pengetahuan” yang dimiliknya seakan melebihi buku ensiklopedia. Netizen itu tahu segala hal walau hanya sedikit saja lalu berkoar-koar di media sosial. Seperti orang benar. Netizen itu maha sok tahu.

 

Netizen suka lupa. Ada tiga hal yang tidak bisa disembunyikan dalam hidupnya, yaitu matahari, bulan, dan kebenaran … #LiterasiMediaSosial #BudayaLiterasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar