“Pak, gimana ini pake komputernya?” tanya Nazril antusias.
Maka
bersyukurlah, para orang tua. Bila anaknya hari ini sudah pandai menggunakan komputer.
Apalagi laptop dan gawai yang tentu dibeli dengan sebongkah rupiah. Bersyukurlah.
Karena di luar sana, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum pernah memakai
komputer. Jangankan mengoperasikan, mengenal seperti ap aitu computer pun belum
tentu tahu.
Nazril,
siswa kelas 4 SD. Ia hanya salah satu dari puluhan anak di Taman Bacaan Lentera
Pustaka di Kaki Gunung Salak yang belum mengenal wujud komputer. Dan kini,
dengan senyum merekah, ia makin senang berada di taman bacaan. Karena selain
membaca buku, ia pun sudah mulai belajar menggunakan komputer. Cara memakai mouse,
mengetik, lalu memastikan tulisan di layar sudah cocok.
Mungkin
tidak banyak orang tahu. Nazril yang tinggal di Kampung Warung Loa adalah satu
dari puluhan anak yang terancam putus sekolah. Selain anak yatim, keluarganya
pun tergolong miskin. Bahkan kakaknya yang perempuan pun kini SMA-nya “bermukim”
di pesantren. Tanpa biaya, asalkan masih tetap bisa sekolah. Anak-anak yang
terancam putus sekolah. Akibat kemiskinan dan ketidakberdayaan. Alasan ini pula
yang menjadi dasar berdirinya Taman Bacaan Lentera Pustaka. Agar tidak ada lagi
anak-anak putus sekolah, selain menyediakan akses bacaan kepada anak-anak.
Sore itu,
Nazril dan teman-teman sebayanya pun membaca di taman bacaan. Lembar demi
lembar buku dibacanya. Dengan suara nyaring diringin sayup-sayup udara sejuk di
Kaki Gunung Salak. Bergabung di taman bacaan sejak 2018, kini Nazril sudah
terbiasa membaca 5 buku per minggu. Ditambah lagi, semangat membaranya untuk
belajar komputer. Seperti dalam pikirannya ingin tahu, “seperti apa dan
secanggih apa sih yang namanya komputer?”.
Kisah Nazril,
si anak pembaca aktif di Taman Bacaan Lentera Pustaka. Adalah bukti bahwa minat
baca anak Indonesia rendah tidaklah sepenuhnya benar. Justru minat baca
terletak pada ketersediaan buku bacaan. Tersedianya akses membaca buku untuk
anak-anak Indonesia, di manapun dan kapanpun. Begitu pula komputer. Selagi ada
dan tersedia, anak-anak itu pun bersemangat untuk belajar dan menggunakannya.
Salah bila
banyak orang menyangka. Anak-anak Indonesia malas dan tidak gemar membaca.
Justru tanggung jawab orang dewasa dan pemerintah untuk sediakan akses bacaan kepada
mereka. Berikan anak-anak akses. Maka mereka pun akan membaca buku dan belajar komputer.
Itulah cara membentuk anak-anak yang literat.
Nazril dan
anak-anak lainnya. Sebelumnya, mulutnya tertutup awan gelap buku-buku yang jauh
darinya. Sebelumnya, mata dan jari-jarinya tersekat tembok besar yang
menghalanginya. Tapi kini, ketika buku dan komputer ada di depan matanya. Senyum
ceria pun merekah di bibirnya. Ada haranyan di balik matanya. Bahwa masa depan
itu ada di pikirannya. Tidak segelap dulu lagi …
Ada
benarnya kisah dalam film "Imperfect" (2019). Bahwa Ketika seseorang
atau anak-anak mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Akibat keterbatasan,
kemiskinan, bahkan ketiadaaan akses pasti akan jadi bahan cemoohan. Anak-anak
yang tumbuh tanpa sikap percaya diri. Maka sudah saatnya siapapun yang paham. Berani
bertindak untuk membimbing anak-anak untuk mencintai dirinya sendiri, sambil
menyiapkan akses untuk mereka. Apapun keadaannya.
Tentu,
Nazril dan teman-temannya di taman bacaan bukan sudah menang. Atau sudah hebat
membaca. Justru sekarang. Nazril dkk. sedang “bertempur lahir batin” dengan anak-anak
lain yang belum mau membaca, belum berganung ke taman bacaan. Nazril dan anak
yang membaca, sungguh harus ditemani. Agar dia tidak merasa sendiri dan tergoda
kegiatan anak-anak yang tidak ada manfaatnya; nongkrong, main game, atau
becanda tidak karuan.
Jam
dinding pun terus berdetak. Setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik. Itu
tanda. Bahwa waktu adalah sebuah pilihan. Mau dipakai untuk hal bermanfaat atau
disia-siakan begitu saja. Seperti Nazril si anak kampung yang kini pun masih
berjibaku dengan waktunya, hari-harinya. Semoga ia tetap membaca dan tidak
tergilas zaman.
Dari
Nazril di Taman Bacaan Lentera Pustaka. Saya pun termotivasi kuat.
Untuk lebih fokus pada kelebihan yag ada pada diri-sendiri. Fokus pada
yang positif daripada yang negatif. Bersikap realistis dan tetap bersyukur. Sekecil
apapun perbuatan baik yang kita torehkan, pasti akan berbuah manis bila tiba
waktunya. Dilihat atau tidak dilihat orang, diperhatikan atau tidak, tetaplah
berdiri di jalur kebaikan yang sudah dirintis. Itu saja.
Karena Nazril dan anak-anak lainnya di kampung. Dia hanya ingin jadi
cukup baik untuk dirinya. Walau dia tidak cukup baik bagi semua orang… salam
literasi
Mari segera bergabung dengan kami.....
BalasHapusmenyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
di https://ajokartu.cc^^online 24 jam.
segera di add W.A +85596 91 90856
WwW.Ajokartu.cc | bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000