Aneh, banyak banget orang sekarang. Ngajak nabung untuk masa pensiun. Udah tahu suasana Covid-19. Ekonomi lagi susah. Hidup hari-hari saja pas-pasan. Gaji hasil kerja bisa cukup buat sebulan juga udah untung. Boro-boro nabung buat masa pensiun. Terus, emang mau makan apa? Begitu kata kawan saya yang belum paham.
Memang
lagi Covid-19. Nabung untuk masa pensiun pun sebuah ajakan. Jadi, boleh diikuti
boleh tidak. Lagi pula, mau nabung mau gak untuk masa pensiun itu terserah
saja. Karena memang tidak ada paksaan sama sekali. Tiap orang berhak menentukan
masa depannya sendiri. Berhak merencanakan hari tuanya sendiri. Tapi satu yang
pasti. Bahwa masa pensiun, cepat atau lambat pasti tiba. Karena tidak ada orang
kerja seumur hidup. Suatu saat pasti berhenti jua. Masalahnya, apakah sudah
dipersiapkan ketika masa berhenti kerja itu tiba?
Survei
membuktikan 7 dari 10 pensiunan di Indonesia bermasalah secara keuangan di hari
tuanya. Bahkan 90% orang Indonesia sama sekali tidak siap untuk pensiun. Jadi, arti
hasil survei itu apa? Mau nabung untuk masa pensiun atau tidak, kembali lagi.
Terserah masing-masing.
Seorang
kawan saya kebetulan 10 tahun lagi mau pensiun. Lalu, ia bertanya. Bila ingin
punya uang pensiun Rp. 1 miliar saat pensiun, berapa iuran tabungan untuk
pensiun yang harus disisikan dari gaji?
Tentu,
jawab saya. Tidak ada yang bisa memastikan. Berapa besaran iuran yang harus
disetor setiap bulan untuk masa pensiun. Tidak ada jaminan untuk masa pensiun. Tidak
ada yang bisa memastikan jumlah uang pensiun yang diterima. Karena semua
tergantung kondisi ekonomi, pilihan investasi, berapa lama jadi peserta, dan
berapa uang yang disisihkan.
Tapi yang
paling penting adalah kesadaran. Bahwa mempersiapkan hari tua yang lebih baik
dari masa bekerja itu harus direncanakan. Menabung untuk masa pensiun itu lebih
cepat lebih baik. Agar terasa manfaatnya, terwujud harapannya. Bila terlambat,
tentu menjadi tidak optimal. Apalagi tidak punya, kondisi hari tua yang merana
pun tinggal menunggu waktu.
Menabung
untuk masa pensiun. Lebih cepat lebih baik.
Karena, besar
kecilnya "uang pensiun" seseorang sangat bergantung pada 3 (tiga) hal:
) besaran iuran yang disetor, 2) hasil investasi, dan 3) lamanya menjadi peserta.
Itu bila dialokasikan pada program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Mau
punya yang pensiun berapa di saat pensiun, terserah diri kita sendiri. Nah
sebagai ilustrasi, perhitungannya kira-kira sebagai berikut:
Usia |
Lama Jadi Peserta |
Iuran per Bulan |
Persentase Hasil Investasi |
Usia Pensiun |
Akumulasi Dana DPLK |
28 th |
28 th |
1 juta |
9% |
56 th |
3.741.000.000 |
37 th |
19 th |
1 juta |
9% |
56 th |
1.150.000.000 |
48 th |
8 th |
1 juta |
9% |
56 th |
184.400.000 |
Jadi, mengacu
pada perhitungan di atas. Bila menabung Rp. 1 juta per bulan dengan tingkat
hasil investasi rata-rata 9% per tahun dan pensiun di usia 56 tahun. Semua
kondisi itu sama. Tapi yang membedakan adalah “usia masuk” menjadi peserta DPLK
sehingga lamanya menjad peserat pun berbeda. Maka, perkiraan “uang pensiun di DPLK”
yang diperoleh adalah:
-
Bila Anda menjadi peserta di usia
28 tahun dengan masa kepesertaan 28 tahun, maka uang pensiun di DPLK yang
diperoleh bisa mencapai Rp. 3,7 miliar.
-
Bila Anda menjadi peserta di usia
37 tahun dengan masa kepesertaan 19
tahun, maka uang pensiun di DPLK yang diperoleh bisa mencapai Rp. 1,1 miliar.
-
Bila Anda menjadi peserta di usia
48 tahun dengan masa kee=pesertaan hanya 8 tahun, maka uang pensiun di DPLK
yang diperoleh hanya sebesar Rp. 184 juta.
Jadi,
besar kecilnya uang pensiun di DPLK tentu ada di tangan Anda sendiri. Kapan mau
memulai, berapa iuran yang disisihkan, dan berapa lama jadi peserta?
Mau
nabung atau tidak untuk masa pensiun. Tentu ada di tangan Anda sendiri. Bukan
ada di tangan orang lain. Hidup itu harus bersikap dan jangan mudah terpengaruh
orang lain. Apalagi terpengaruh gaya hidup. Bila bermanfaat, maka persiapkanlah.
Jika tidak ada manfaat atau memang sudah kaya sejak balita, tentu Anda tidak
perlu uang pensiun bukan?
Asal
jangan seperti kawan saya yang lainnya.
Empat
tahun lalu pensiun. Sekarang tidak bekerja lagi. Maaf, rambutnya sudah putih
semua. Daya ingat menurun. Daya tahan tubuh pun sudah mengendur. Anak-anaknya sibuk
dengan urusan masing-masing, Istrinya pun sakit-sakitan. Tiap hari mengeluh.
Dan kini menyatakan menyesal. Karena saat bekerja dulu sama sekali tidak
menyiapkan masa pensiun. Tidak ada tabungan yang disisihkan untuk hari tuanya.
Sayang, “nasi sudah menjadi bubur”.
Kadang,
sesuatu yang tidak tampak di depan mata memang sering diabaikan banyak orang.
Mereka lebih senang dengan yang kasat mata. Apalagi untuk sebuah eksistensi
masa kini; demi berkibarnya ego ditambah gaya hidup. Uang pensiun, memang untuk
nanti. Tapi bila tidak dipersiapkan, uang pensiun pun tidak aka nada atau tidak
akan cukup untuk hari tua.
Maka jangan tanya berapa besarnya yang akan didapat pada saat pensiun. Tapi berapa yang sudah disisihkan untuk masa pensiun… #YukSiapkanPensiun #EdukasiPensiun #EdukasiDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar