Kita kalau sudah tersinggung dengan kata-kata orang, jangankan untuk menyapa memandang wajahnya pun rasanya malas. Apalagi pada orang yang suka merendahkan orang lain, arogan dan cara pikirnya subjektif. Pasti kita benci, benci dan benci.
Kenapa harus benci? Sama sekali tidak
perlu membenci. Tidak perlu pula merasa tersinggung. Karena kita tidak pernah
mampu mengontrol apa yang orang lain katakan. Tidak mampu pula membatasi sikap
mereka. Biarkanlah, lebih baik kita terus ikhtiar memperbaiki diri sambil
bersikap sabar terhadap orang-orang yang “kelewat batas”.
Tidak perlu membenci. Jangan pula
rendah diri terhadap orang yang biasa merendahkan kita. ika kita dinilai baik
ya syukur. Bila dinilai tidak baik pun tidak apa, terserah mereka. Toh, setiap
orang punya peran masing-masing. Bahkan punya jalan masing-masing. Hingga yang
menentukan, akhirnya seperti apa?
Kita sering lupa. Memaksa diri agar
disukai semua orang itu sangat capek. Tapi membenci orang pun sangat
melelahkan. Jadi, tidak perlu pusing soal itu. Jadilah diri sendiri walaupun
tidak banyak yang menyukai. Sekalipun masih ada orang yang kerjanya merendahkan
kita. Tidak masalah, asal tidak usah membenci.
Hidup itu sederhana. Hindari
orang-orang yang sikapnya buruk. Kerjanya meremehkan orang lain. Jauhi orang
yang membuat kita tidak nyaman. Berhentilah untuk menyenangkan semua
orang. Stop bergaul dengan orang yang tidak pernah menghargai kita. Semakin
kita menjauhi mereka yang meracuni jiwa, justru kita akan hidup jauh lebih
sehat. Sehat dan nyaman itu penting di zaman begini.
Jangan membenci, dan biarkan bila ada
yang membenci. Kita cukup fokus pada perbuatan baik dan menebar manfaat di mana
pun. Tidak usah benci. Karena kebencian itu seperti meminum racun sambil
berharap orang lain yang mati. Membenci itu, tidak menyakiti orang yang
dibenci. Justru menggerogoti hati, pikiran, dan energi si pembenci.
Faktanya, orang yang dibenci selama
ini justru tidur nyenyak, tertawa bebas, dan bahkan tidak tahu ada orang yang
membencinya. Sedangkan si pembenci, terus-menerus resah, kepikiran, bahkan
tersiksa oleh kebenciannya sendiri. Sampai kapan pun, membenci itu bukan
kekuatan. Tapi bukti bahwa hatinya bermasalah, pikirannya susah dan mungkin
sakitnya belum sembuh.
Jadi, kenapa harus membenci? Hindari
saja orang-orang yang tidak kita suka. Jauhi orang yang arogan dan subjektif.
Katakan padanya, benci sih tidak tapi kalau untuk akrab mohon maaf tidak mau.
Terus terang katakan itu. Tapi bila tidak mampu, cukup diam. Karena diam itu
sering jadi cara orang sabar saat ia merasa tidak dihargai atau kesal pada
orang.
Begitulah hasil ngobrolin buku
kumpulan cerpen “Gelisah” karya mahasiswa PBSI Unindra dalam mata kuliah
Menulis Kreatif bersama dosen pengampu Dr. Syarifudin Yunus, M.Pd. (1 Juli
2025) di Kampus Unindra. Tidak usah membenci, ketika dunia berlari lebih baik
aku berhenti.
Maka tidak usah membenci. Dan jangan
menyesal jadi orang baik. Tapi berhentilah jadi orang baik ke orang yang tidak
tahu diri, tidak tahu batas, dan tidak tahu etika. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar