Setiap orang pasti ingin bahagia, pasti sepakat dong. Hanya saja, tidak sedikit orang yang mencari kebahagiaan di tempat jauh, bahkan bertumpu pada yang mewah-mewah. Terpaksa membandingkan diri dengan orang lain, hanya untuk mengukur kebahagiaan. Bahagia, hanya sebatas pandangan mata. Asal lagi makan enak dan ada di tempat rekreasi dianggap bahagia. Apa iya begitu?
Entah kenapa, di zaman begini, bahagia
itu jadi sesuatu yang berat. Terlalu kompleks, dan dianggap tidak mungkin hadir
dari diri sendiri. Bahagia terlalu bergantung kepada otang lain. Rasa bahagia
yang sifatnya personal kini berubah jadi begitu kompetitif. Sering terjebak
dalam perlombaan intelektual yang melelahkan. Terpenjara oleh narasi yang dibangun
sendiri. Berlomba menjadi yang terpintar, paling berpengetahuan, dan paling
kritis. Hingga bahasan soal ijazah palsu yang tidak produktif pun tidak
kelar-kelar. Terlalu banyak waktu dan pikiran dilimpahkan untuk hal-hal yang tidak
ada manfaatnya. Akhirnya, kita lupa esensi hidup yang sesungguhnya untuk “bahagia”
dan “tenang” di hati dan pikiran diri sendiri. Hingga lupa, pintar dan kritis yang
tidak membawa kebahagiaan itu hanyalah beban.
Shakespeare mengajarkan bahwa
kecerdasan tanpa kebahagiaan adalah sia-sia. Terlalu banyak berpikir tentang
kompleksitas hidup tanpa mampu menikmati momen-momen sederhana justru akan
membawa penderitaan. Bahagia itu tidak harus mewah, tidak harus di tempat jauh
bahkan tidak perlu merendahkan orang lain. Bahagia yang sederhana. Untuk
menikmati hidup dengan hati yang ringan. Tidak masalah bila tidak mengetahui
segala hal asal tetap hati tenang. Tidak masalah dibilang ini itu oleh orang
lain asal kiprah dan kebaikan kita tetap berjalan. Tidak masalah tidak disukai oleh
beberapa orang asal kita tidak mengganggu mereka. Karena bahagia yang sederhana
ada di dalam diri kita, ada pada saat kita mau berbuat baik dan menebar manfaat
kepada orang lain.
Bahagia yang sederhana. Seperti kiprah
driver MOtor BAca KEliling (OBAKE) TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak
Bogor. Setiap Minggu keliling kampung untuk menyediakan akses bacaan ke
anak-anak yang selama ini tidak punya tempat membaca. Hanya mendekatkan
anak-anak dengan buku bacaan. Membaca 200-an buku bacaan dann tikar sebagai
alas duduk, MOBAKE tetap konsisten menjalankan misi sosial untuk anak-anak
Indonesia. Bahagianya driver motor baca keliling, cukup dengan mengantarkan
buku-buku bacaan ke kampung-kampung. Berbagi ceria dan kebahagiaan untuk
anak-anak usia sekolah. Bahagia adqa di
dekat kita, ada di taman bacaan, bahkan ada di hati kita. Terkadang, kesederhanaan
yang tulus lebih berharga daripada kepintaran yang sombong. Karenanya, berbagi
bahagia itulah yang menjadi kecerdasan tertinggi.
Untuk bahagia, ternyata sederhana. Konsisten berbuat baik
dan menebar manfaat, sekalipun hanya senyuman atau menjalankan motor baca
keliling. Menjaga ketenangan dan melatih kesabaran sebagai terapi untuk merawat
diri sendiri. Melakukan hal-hal kecil
yang disenangi, seperti membaca, mendengarkan musik, atau bersosial. Senantiasa
menjaga hubungan baik dengan keluarga dan orang lain. Bahkan mencoba hal-hal
baru yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Bahagia yang diperoleh dari
hal-hal kecil dan sederhana, insya Allah manfaatnya luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari.
Bahagia, tentu bukan di orang lain
melainkan di diri sendiri. Menemukan hal-hal sederhana yang ada manfaatnya, mensyukuri
hal-hal sederhana dalam hidup, termasuk menikmati secangkir kopi hangat di
warung kecil. Jadilah literat dan bahagia di versi terbaik kita sendiri. Bukan apa
kata orang lain, Salam literasi! #MotorBacaKeliling #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar