Sering ada pertanyaan. Bila perusahaan sudah punya program JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS Ketenagakerjaan, apa nggak perlu lagi punya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)? Hal yang sama terjadi pada seorang pekerja, bila sudah diikutkan perusahaan tempatnya bekerja ke JHT BPJS, apa nggak perlu juga punya DPLK? Mohon maaf nih dan mungkin, pertanyaan itu dapat diilustrasikan sama dengan “bila sudah punya kipas angin, apa nggak perlu AC?”
Sebelum menjawab
pertanyaan bila sudah punya JHT BPJS, apa nggak perlu DPLK? Ada baiknya kita
memahami perbedaan mendasar JHT BPJS dengan DPLK. Sekalipun sama-sama
orientasinya untuk hari tua atau masa pensiun, setidaknya ada 5 (lima)
perbedaaan mendasar antara JHT BPJS Ketenagakerjaan dan DPLK yang patut
diketahui, yaitu:
1. JHT bersifat wajib yang
diatur dalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sedangkan
DPLK bersifat sukarela yang diatur oleh UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
2. JHT BPJS bertujuan untuk
memberikan perlindungan dasar dan layak di hari tua, sedangkan DPLK untuk memberikan
manfaat pensiun yang lebih optimal (on top) agar pekerja mampu
mempertahankan standar dan gaya hidup di masa pensiun seperti saat masih
bekerja.
3. Manfaat JHT BPJS dibayarkan
secara sekaligus (lumpsum) kepada pesertanya, sedangkan DPLK manfaatya dibayarkan
terdiri dari a) secara sekaligus dalam jumlah tertentu atau b) secara berkala
setiap bulan atas pilihan peserta.
4.
Iuran JHT BPJS sudah ditentukan sebesar 3,7% (dari Perusahaan) dan 2%
(dari pekerja) dari upah sebulan, sedangkan iuran DPLK dapat disesuaikan dengan
kondisi perusahaan dan pekerja sesuai dengan tujuan keuangan di masa pensiun.
5. Dan yang terpenting untuk
diketahui, iuran JHT BPJS dari Perusahaan tidak dapat “diakui” sebagai bagian
pemenuhan kewajiban atas Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
saat pekerja memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau PHK. Sedangkan iuran Perusahaan
di DPLK dapat “diakui” atau dikompensasikan (offset) sebagai bagian dari
pemenuhan kewajiban Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap
pekerja sesuai UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja dan PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, alih daya, dan
Pemutusan Hubungan Kerja.
Sebagai contoh saja. Bila seorang pekerja pensiun di usia 56 tahun.
Sesuai kewajiban ketenagakerjaan (UU No. 6/2023) berhak menerima uang pensiun
dari perusahaan sebesar Rp. 500 juta. Maka iuran perusahaan yang 3,7% di JHT BPJS
“tidak dapat dikompensasi” sebagai pengurang. Artinya, Perusahaan harus tetap
membayar Rp. 500 juta ke pekerja. Sedangkan iuran perusahaan di DPLK “dapat
dikompensasikan” sebagai bagian dari pengurang uang pensiun ke pekerja. Misalnya
akumulasi iuran Perusahaan di DPLK sudah mencapai Rp. 300 juta, maka Perusahaan
hanya membayarkan kekurangannya sebesar Rp. 200 juta ke pekerja. Kira-kira
begitu.
Penting untuk dipahami oleh perusahaan dan pekerja,
kita mengenal istilah “Tingkat Penghasilan Pensiun – TPP” atau replacement ratio
yang dibutuhkan seorang pekerja di saat pensiun, saat tidak bekerja lagi. Dikatakan
seorang pekerja membutuhkan TPP sebesar 70%-80% dari upah terakhir untuk bisa
memenuhi standar dan gaya hidup di hari tua. Sebut saja seorang pekerja
memiliki upah terakhir sebelum pensiun sebesar Rp. 10 juta per bulan. Maka di saat pensiun, dia membutuhkan TPP sebesar
Rp. 7-8 juta per bulan. Agar tetap dapat hidup layak di masa pensiun. Nah
sebagai ilustrasi, JHT BPJS (wajib) mungkin hanya berkontribusi 15% saja atau
setara Rp. 1,5 juta per bulan. Maka ada kekurangan TPP 55%-65% dari kebutuhan dana
di masa pensiun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan TPP tersebut, dibutuhkan
program DPLK (sukarela). Jadi, tinggal pilih yang mana yang mau dituju? Mau
kekuarangan atau tercukupi kebutuhan dana di masa pensiuan atau hari tua nanti.
Faktanya, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami
masalah keuangan. Atau “terpaksa” bergantung hidup kepada anaknya. Hal itu
terjadi akibat tidak adanya dana yang mencukupi di masa pensiun. Maka. DPLK
diperlukan untuk memenuhi “kekurangan” dana yang cukup untuk membiayai
kehidupan di masa pensiun. Di saat bekerja berjaya, tapi di masa pensiun merana.
Itulah realitas yang terjadi pada pensiunan. Kata pepatah “sedia payung sebelum
hujan”, maka setiap pekerja sangat perlu mempersiapkan masa pensiun yang Sejahtera.
Atau perusahaan mencadangkan kewajiban uang pensiun/uang pesangon atau uang
penghargaan masa kerja yang harus dibayarkan kepada pekerja saat pensiun.
Karena cepat atau lambat, uang pensiun pasti dibayarkan.
Kembali ke
pertanyaannya, bila perusahaan sudah punya JHT BPJS, apa nggak perlu DPLK? Maka
jawabnya, sangat perlu untuk 1) menghindari masalah cash flow perusahaan
saat pekerja pensiun, 2) meminimalkan biaya perusahaan atas uang
pensiun/pesangon, dan 3) memastikan ketersediaaan dana kompensasi pascakerja
terhadap pekerja, dan 4) mengurangi
pajak penghasilan badan (PPH 25) karena iuran perusahaan ke dana pensiun
dianggap sebagai biaya.
Di tengah cuaca
panas yang berkepanjangan seperti sekarang, mari kita bertanya. Bila sudah
punya kipas angin, apa kita nggak perlu AC? Itulah yang disebut “kerja yes,
pensiun oke”. Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar