Mungkin banyak orang sudah lupa. Bahwa faktanya, seekor anjing yang menggonggong sering kali tidak digubris orang. Akan tetapi, ada seekor singa yang diamnya saja sudah cukup membuat orang takut. Itu fakta yang terjadi, silakan dibuktikan saja.
Artinya apa? Begitu pun
manusia, ada yang kerjanya “menggonggong” ada pula yang diam saja. Apalagi di
era media sosial, sangat gampang jadi orang yang “menggonggong” menyebut
dirinya benar. Lalu di saat yang sama, menghakimi orang lain salah. Seperti di
grup-grup WA, ada saja orang yang kerjanya gibah dan fitnah. Tapi tidak sedikit
yang diam saja. Karena tidak peduli, apa kata orang. Toh, hidup dan rezeki
bukan kata orang lain tapi atas kehendak Allah SWT.
Tiba-tiba, ada seorang kawan
bercerita. Dia ingin marah, jengkel, bahkan tidak terima akibat digibahi dan
difitnah oleh teman-temannya. Untuk sesuatu yang tidak benar, bahkan hanya
rekayasa orang lain. Hatinya merasa panas. Ingin sekali membalas dengan caci
maki dan hujatan. Agar teman-temannya kapok. Apa perlu melakukan “serangan
balik”? Sama sekali tidak perlu. Karena “Lihatlah seekor anjing yang
gonggongannya tidak digubris orang. Akan tetapi lihatlah seekor singa yang
diamnya saja sudah cukup membuat orang takut”.
Sama sekali tidak ada gunanya
membalas “gonggongan” orang lain. Alasannya sederhana, kebodohan tidak perlu
dibalas dengan kebodohan lagi. Cukup diam dan melangkah ke depan. Untuk selalu
memperbaiki diri dan berbuat yang baik-baik saja. Soal orang lain terus-menerus
“menggonggong” tentang kita, biarkan saja. Mungkin, mereka hobi dan memang
senang hidupnya untuk “menggonggong” semata. Toh, Nabi Muhammad SAW sudah
menegaskan, “Jika ada orang yang mencacimu dengan aib yang ia ketahui ada
padamu, janganlah kamu balas mencacinya dengan aib yang engkau ketahui ada
padanya, karena pahalanya untukmu, dan dosanya untuk dia" (HR. Ahmad).
Seperti kiprah pegiat literasi
di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Selalu saja ada orang-orang
yang membenci. Entah apa alasannya? Ada yang bergosip dan menggibahi taman bacaan.
Ada pula yang memfitnah dan merekayasa cerita. Hingga lupa, taman bacaan itu
tempat membaca buku, di samping tempat perbuatan baik. Taman bacaan sebagai
ladang amal semua orang. Jadi, tidak semua perbuatan dan tempat baik “dimaknai”
dengan baik. Selalu ada orang-orang jahat di tempat kebaikan. Maka biarkanlah,
jangan digubris. Seperti “anjing menggonggong” pun tidak ada yang
menggubrisnya. Nanti juga mereka capek sendiri, dan mencari bahan “gonggongan”
lainnya.
Apapun soalnya, terkadang ada banyak
hal yang lebih baik disikapi dengan diam namun terus melangkah untuk lebih
baik. Berbuat kebaikan nyata dan menebar manfaat kepada orang lain. Daripada berbicara
banyak yang isinya hanya omong kosong. Bergosip atau bergibah tanpa alasan.
Maka diam dan tetap melangkah jauh lebih elegan daripada sibuk menghakimi dan
mengumbar kesalahan orang lain. Lalu lupa untuk bercermin dan bertanya, apa diri
kita sudah baik?
Jadi baik atau jahat itu pilihan.
Selalu ada alasan untuk menjadi baik dan menjadi jahat dalam hidup. Tapi bagi
pegiat literasi, hanya ada dua tindakan yang jadi acuan, yaitu bicara yang baik
atau diam sambil tetap melangkah. Jangan banyak bicara bila tidak sesuai dengan
kenyataan. Karena terkadang, memilih untuk diam dan melangkah bukan
karena tidak punya kata-kata. Tapi karena itulah cara yang paling mudah
ditempuh daripada harus menjelaskan kepada orang yang bodoh. Literat itu berani
diam dan melangkah baik saat banyak orang ramai berkata-kata buruk. Salam literasi #TamanBacaan
#PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar