Ini soal bagi rapor anak. Ternyata, masih banyak orang tua yang bertanya tentang peringkat anaknya di sekolah. Ambisi agar anaknya dapat peringkat atau juara di kelas. Mungkin lebih dari itu, tidak sedikit orang tua yang memarahi anaknya bila nilai rapor-nya jelek. Padahal, nilai rapor sekarang sudah tidak ada merahnya. Lalu, kenapa orang tua harus marah karena nilai anak jelek? Kenapa pula berambisi anaknya jadi juara di kelas?
Banyak orang tua lupa.
Bahwa peringkat atau juara kelas itu hanya label. Hanya sekadar administrasi pendidikan,
sebagai pemetaan pihak sekolah terhadap siswanya. Peringkat atau juara kelas
itu bukan jaminan keberhasilan anak dalam belajar. Bahkan bagi saya, peringkat
atau juara kelas belum tentu bermanfaat untuk anak. Sekali lagi, karena sistem
peringkat hanya “label” kepada siswa dari orang lain.
Orang tua, mungkin patut
memahami. Zaman begini, sudah bukan saatnya anak-anak dipaksa untuk bersaing
hanya mengejar peringkat di kelas. Justru ke depan, anak-anak harus lebih
diperkuat untuk berkolaborasi. Jangan salah menafsirkan kompetisi. Untuk apa
bersaing untuk juara. Tapi akhirnya gaga menumbuhkan semangat kolaborasi. Belajar
dan sekolah itu untuk aktualisasi diri anak, di samping memotivasi diri untuk
berani berkolaborasi.
Sejatinya, rapor itu
kelengkapan administrasi untuk melaporkan kemajuan belajar siswa. Bukan rujukan
satu-satunya nilai kepandaian siswa. Sangat salah bila anak bersekolah hanya
untuk meraih nilai rapor. Lalu lupa konsep dan makna ilmu yang dipelajarinya. Terkadang,
suka kasihan terhadap anak-anak zaman now. Sekolah saja sudah dibebankan untuk meraih
peringkat atau juara kelas. Padahal, sekolah itu untuk menemukan potensi diri
dan mengenal dirinya sendiri secar lebih baik.
Seperti hari ini
(17/6/2023), saat saya mengambilkan rapor anak, Farah Gammathirsty Elsyarif,
siswa kelas 10 MA
Annajah Petukangan. Saya hanya mendengarkan apa saja yang dikatakan wali
kelasnya. Tentang laporan pembelajaran selama setahun ajaran. Asal anak saya mampu
mengikuti pelajaran, bisa bersosialisasi di sekolah, dan punya budi pekerti
sudah cukup bagi saya. Saya tidak menuntut anak punya peringkat atau juara di
kelas. Belajar dan sekolah itu proses. Jadi, saya tidak mau terburu-buru atau
cepat puas atas hasilnya. Karena setelah SMA, masih harus kuliah dan
seterusnya. Masih panjang perjalanan anak kita. Cukup didukung dan didampingi
saja si anak selama perjalanan belajarnya.
Mungkin soal bagi rapor, penting untuk orang tua. Agar tidak lagi menuntut
anak meraih peringkat atau juara kelas. Apalagi memarahi kalau nilai rapor
anaknya tidak sesuai harapan. Biarkan saja anak berproses di sekolah secara
alamiah, Tanpa beban harus begini atau begitu. Biarkan saja anak untuk menemukan
jati dirinya sendiri di sekolah. Tanpa perlu intervensi berlebihan dari orang tua.
Orang tua tidak usah gusar apalagi marah atas nilai rapor anak. Rileks saja.
Karena esok, masih banyak hal yang bisa dilakukan dan
dipersiapkan lebih baik untuk anak-anak kita. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar