Akhirnya wisuda anak sekolah, dari TK – SD – SMP – SMA, menuai pro kontra. Kali ini orang tua menganggap wisuda anak sekolah terlalu memberatkan. Berbagai media sosial pun mempersoalkan wisuda anak sekolah, perlu atau tidak?
To the point saja. Wisuda anak sekolah di level TK, SD, SMP, atau SMA
sebaiknya ditiadakan. Ciri terpenting wisuda adalah adanya “gelar” yang
disematkan kepada wisudawan. Seperti mahasiswa yang sudah menuntaskan studi di jenjang
S1, S2, atau S3, penyematan gelar kesarjanaannya dilakukan di wisuda. Sebagai
syarat sah menyandang gelar atas perjalanan pendidikannya. Sementara di level
TK, SD, SMP atau SMA, para siswa yang lulus kan tidak punya gelar. Jadi, wisuda
anak sekolah itu “batal” darib sisi akademik. Bila mau dibuatkan acara kelulusan,
namanya ya bukan wisuda. Cukup acara kelulusan, pelepasan atau yang dulu pernah
ada namanya “perpisahan sekolah”.
Harus dipahami bersama, wisuda itu momen sakral di perguruan tingi atau
universitas. Sebagai upacara
pelantikan mahasiswa atas kelululusan dan penyematan gelar akademik. Maka wisuda
adalah penanda
kelulusan mahasiswa pada suatu universitas dengan syarat: 1) telah
menyelesaikan minimal jumlah SKS yang dipersyaratkan, dan 2) telah melalui proses penulisan karya ilmiah
dan ujian sidang skripsi, tesis atau disertasi serta dinyatakan lulus. Jadi,
wisuda harusnya terjadi hanya di level universita atau perguruan tinggi. Bahkan
lebih dari itu, di universitas atau perguruan tinggi, wisuda itu sifatnya tidak
wajib diikuti. Karena wisuda hanya upacara kelulusan seorang mahasiswa
dari kampusnya. Sebagai bukti si mahasiswa sudah selesai menempuh perkuliahan.
Wisuda sebagai akhir dari proses belajar mahasiswa.
Wisuda anak sekolah, baik level TK, SD, SMP atau SMA adalah salah
kaprah. Karena anak sekolah atau siswa tidak ada syarat minimal SKS apalagi
karya ilmiah untuk bisa diwisuda. Tidak ada gelar yang disematkan bagi siswa
yang lulus TK, SD, SMP, atau SMA. Tanpa
merendahkan sama sekali, istilah “wisuda” di kalangan anak-anak sekolah pada
semua jenjang pendidikan TK, SD, SMP atau SMA sama sekali tidak tepat. Apalagi
dilihat dari filosofi pendidikan, justu TK, SD, SMP, dan SMA merupakan bagian
dari proses wajib menempuh pendidikan dasar. Belajar di sekolah itu wajib dan
belum ada kata tuntas sebelum meraih gelar pendidikan. Jadi sebaiknya, jangan
pakai istilah “wisuda” tapi cukup acara kelulusan atau pelepasan saja. Jangan sampai
suatu saat nanti, anak-anak yang arogan dan malas belajar mengajukan berhenti
belajar ke orang tua saat lulus SMP. Tidak lanjut ke SMA karena merasa sudah
diwisuda.
Maka, apa saran konkret untuk anak sekolah yang lulus TK, SD, SMP atau
SMA? Saat saya sekolah SD, SMP, dan SMA dulu tidak ada kok istilah “wisuda”.
Yang ada adalah “perpisahan sekolah”. Karena harus menempuh jenjang pendidikan
berikutnya, bukan berhenti belajar. Atas fenomena “wisuda” anak sekolah yang
kini menuai pro kontra, saran konkretnya adalah 1) jangan gunakan istilah wisuda
tapi acara kelulusan atau pelepasan, 2) sifatnya sukarela atau tidak memaksa
apalagi harus membayar nominal tertentu, 3) tidak sepantasnya menggunakan “jubah
dan toga” tapi cukup pakai identitas seragam sekolah yang dikreasikan, 4) tidak
perlu digelar di gedung atau tempat berbiaya mahal, dan 5) hindari sikap
hedonis dan diskriminasi saat acara kelulusan atau pelepasan siswa. Sekali lagi,
acara kelulusan atau pelepasan anak sekolah (yang sekarang disebut wisuda anak
sekolah) itu hanya seremoni. Sama sekali tidak ada esensi atau substansinya.
Jadi konkretnya, bukan wisuda anaka sekolah. Tapi acara kelulusan dan
pelepasan siswa. Untuk itu, pemerintah seharusnya mengatur apa yang boleh dan
tidak boleh dalam acara kelulusan siswa. Jangan dibiarkan hingga akhirnya
memberatkan orang tua. Atau sekolah justru jadi ajang pembiaran “korupsi atau
pungli” atas nama pendidikan.
Istilah wisuda di anak sekolah kurang pas. Lebih baik acara kelulusan
atau pelepasan siswa. Ya wis ya wis, ya udah ya udah, tidak usah wisuda. Salam
literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar