Menulis, memang tidak mudah. Tapi daripada banyak omong sih lebih baik menulis. Karena dengan menulis, kita sedang ber-ekspresi. Atas segala kegelisahan maupun idealisme yang menyeruak di kepala. Lebih baik menulis daripada bicara, Lebih nyata karyanya, lebih ada dampaknya. Daripada banyak omong, yah hanya sebatas omongan yang “belum tentu” bisa dibuktikan kebenarannya. Itulah pentingnya menulis buat saya.
Alhamdulillah, hingga kini saya masih
tetap menulis. Setiap hari menulis tanpa mengenal lelah. Bahkan hingga saat
ini, sudah 45 buku yang sudah saya tulis. Ada yang ditulis sendiri , ada yang
ditulis bersama-sama. Dalam kurun waktu dari 2010-2022, rata-rata 3,75 buku per
tahun yang saya tulis dan diterbitkan. Buku-buku saya bisa diperoleh di toko
buku atau di toko online. Hanya saja di toko online, banyak yang “bajakan”. Buku
bajakan, memang masih jadi realitas penulisan buku yang “belum terselesaikan”
di Indonesia.
Suatu kali, saya ditanya. Kenapa menulis?
Maka jawab saya pun sederhana. Saya menulis untuk diri sendiri. Menulis sebagai
sarana introspeksi, ekspresi bahkan menyehatkan pikiran. Menulis, bagi saya
seperti sedang ber-olahraga. Terkadang, menulis pun seperti makan atau tidur. Sebuah
momen penting untuk membangun mental positif, menjaga hati dan pikiran tetap
sinkron. Lagi pula, ada banyak hal sederhana di sekitar kita yang selalu bisa
ditulis. Maka lebih baik saya tuliskan daripada saya bicarakan. Karena menulis
pula saya sehat hingga kini, alhamdulillah.
Memang benar, tidak semua tulisan disukai
orang, Bahkan tidak sedikit orang yang “nyinyir” akibat tulisan saya. Mungkin
karena merasa disindir atau tersinggung. Yah, saya sih menyikapinya dengan
biasa saja. Seharusnya sih, bila tidak setuju dengan tulisan orang lain ya sebaiknya
dibalas dengan menulis pula. Bukan malah intimidasi atau bergibah tentang
tulisan. Biar objektif, tulisan dibalas tulisan. Jadi tips sederhana dalam
menulis adalah “jangan pusing dengan penilaian orang lain tapi pusinglah bila
tidak menulis yang berarti tidak berbuat apa-apa”. Karena hingga sekarang, orang
yang menulis pasti bisa mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya. Berbeda
dengan orang yang banyak bicara, sama sekali sulit diketahui kenyataannya apalagi
kebenarannya. Iya nggak?
Menariknya, saat saya menulis justru saya
makin “bersahabat” dengan 1) pengalaman, 2) pengetahuan, dan 3) perasaan. Ketiga
itulah yang jadi sumber tulisan saya. Agar saya tidak ngalor-ngidul, seperti orang-orang
yang banyak bicara, banyak bergibah. Menulis itu butuh proses, tidak mungkin
instan. Sikap, pikiran, dan hati saling berproses sehingga bisa jadi satu
tulisan. Jadi anggap saja, menulis untuk menyamakan gerak langkah “sikap-pikiran-hati”.
Begitulah kira-kira.
Seperti kata bijak “scripta manent verba
volant”. Apa yang tertulis akan abadi, apa yang terucap akan hilang. Itulah prinsip
menulis. Semua tulisan yang dipublikasikan atau diterbitkan pasti bisa
dipertanggungjawabkan oleh penulisnya. Karena menulis itu perbuatan bukan
pelajaran. Menulis juga soal keberanian bukan kekhawatiran. Itulah alasan
sederhana, kenapa saya harus menulis.
Patut diketahui, saya menulis tidak untuk
cari uang. Bukan pula untuk menyelamatkan dunia atau mengejar popularitas. Sama
sekali tidak. Saya menulis karena sudah jadi kebiasaan, sudah jadi gaya hidup. Ibarat
kata “saya tidak bisa tidur bila belum menulis”. Maka setiap hari saya menulis.
Minimal 300 kata atau bisa juga 6.000 karakter. Tentang apa saja yang saya
alami, saya ketahui, atau saya rasakan. Dan maaf, saya tidak bisa menulis untuk
mewakili pengalaman atau perasaan orang lain. Karena jadi “orang lain” itu
susah banget. Lebih baik jadi diri sendiri saja. Disukai atau tidak disukai, ya
apa adanya saja. Tetap jadi diri sendiri itu lebih baik.
Dan yang paling penting, menulis itu
mengajarkan kepada saya tentang pentingnya sikap sabar. Sabar saat menulis,
sabar saat menyikapi realitas kehidupan. Maka bila ditanya, bagaimana cara
menulis? Saya pun menjawan, resep menulis yang paling jitu adalah “menulis,
menulis, dan menulis”. Bukan banyak omong atau banyak seminar. Menulislah
selagi bisa dan belum dilarang.
Salam literasi. #PegiatLiterasi #KenapaMenulis #MenulisBuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar