Idul Adha selalu ditandai dengan ibadah kurban, menyembelih sapi atau kambing. Sebagai simbol keikhlasan atas apa yang telah menjadi kehendak-Nya. Ikhlas dalam menjalankan perintah Allah SWT. Ikhlas dalam menerima takdir-Nya, apapun bentuknya. Sebuah ajaran sikap lapang hati. Di samping menegaskan manusia bukanlah apa-apa selagi masih di dunia.
Saat berkurban, di dalamnya ada makna
semangat kedermawanan. Bahwa hidup tidak cukup hanya kesalehan ritual. Tapi
harus diikuti oleh kesalehan sosial secara konkret. Hewan kurban sebagai “sedekah”
dari yang “mampu” kepada yang “kurang mampu”. Melalui kurban, siapapun
bertanggung jawab unutk menghidupkan sikap solidaritas dan kepedulian sosial
yang lebih nyata. Kepedulian yang tidak sebatas retorika atau diskusi.
Berkurban untuk menggembirakan fakir miskin, baik yang meminta maupun yang
tidak meminta. Karena di luar sana, mungkin maih banyak saudara-saudara kita
yang tidak mampu untuk membeli daging sapi atau kambing, Apalagi masuk restoran
makan steak dengan membayar ratusan ribu rupiah.
Ibadah kuran, tentu bukan hanya
menyembelih hewan. Tiap kali Idul Adha, siapapun diingatkan kembali akan adanya
pelajaran penting dari ibadah kurban. Untuk selalu belajar dan merenungkan
hakikat kehidupan. Ibadah kurban menjadi momen untuk belajar selalu rendah hati
atau tawadhu dalam segala keadaan. Di samping belajar untuk tidak membedakan
status dan kelas sosial siapapun. Karena semuanya sama di hadapan Allah SWT.
Pelajaran lain dari berkurban saat Idul
Adha adalaj belajar peduli sosial untuk siap berkorban atas dasar takwa
kepada-Nya. Selalu mencintai Allah SWT yang diikuti amal soleh. Belajar untuk
berbuat baik kapan pun dan di mana pun, baik secara individu maupun kolektif.
Sebagai wujud untuk menekan ego dan nafsu dunia. Berkurban bukan untuk dipuji orang
lain tapi untuk menggapai ridho-Nya.
Berkurban adalah akhlak. Bukan sekedar
menyembelih hewan. Tapi cara untuk “menyembelih” ego diri sendiri. Menyembelih ego untuk mau menang sendiri.
Menyembelih sifat dan perilaku buruk, seperti: berkeluh-kesah, bergibah, menghujat,
mencaci-maki, atau menebar aib orang lain yang tidak ada untungnya. Karena
keberanian “menyembelih” ego diri jaih lebih penting sebagai sarana introspeksi
diri. Muhasabah diri.
Berkurban, berarti ikhlas menerima
realitas. Untuk tidak menghina atau menghujat "kekurangan" yang ada
pada orang lain. Karena bila kekurangan itu ada pada akhlak dan agamanya,
bantulah untuk memperbaikinya. Bila kekurangan itu pada fisiknya, maka
beradablah kepada yang telah menciptakannya. Karena semua yang terjadi sudah
pantas untuk kita dan sudah dalam kehendak-Nya.
Selalu ada pelajaran berharga di balik
ibadah kurban. Belajar dari masa lalu untuk masa depan yang lebih baik. Kurban yang
bukan sekedar menyembelih hewan. Namun selalu ikhtiar untuk lebih ikhlas dalam
segala keadaan, di samping tetap bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.
Selamat Idul Adha, selamat berkurban. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar