Jumat, 23 Juni 2023

Dana Pensiun di Indonesia, Kok Bisa Literasinya Meningkat tapi Inklusinya Menurun?

Ini sebuah catatan kritis tentang dana pensiun di Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tingkat Literasi Dana Pensiun tahun 2022 meningkat menjadi 30,46% dibandingkan tahun 2021 yang 14,13%. Namun tingkat Inklusi dana pensiun menurun dari 6,18% di tahun 2021 menjadi sebesar 5,42% di tahun 2022. Secara sederhana, indeks dana pensiun di Indonesia dapat dikatakan tingkat pengetahuan masyarakat pentingnya dana pensiun meningkat dari 14% menjadi 30%. Tapi sayangnya, ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun justru berkurang dari 6% menjadi 5%.

 

Harus diakui, tren indeks literasi dan inklusi dana pensiun Indonesia masih belum optimal. Secara umum, survei nasional SNLIK 2022 dari OJK menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 49,68%, naik dibanding dari 38,03 persen pada tahun 2019. Sementara indeks inklusi keuangan  mencapai 85,10% di tahun 2022, meningkat dari 76,19% pada tahun 2019. Maka ada “pekerjaan rumah” bagi industi dana pensiun di Indonesia untuk meningkatkan tingkat inklusi dana pensiun di masyarakat.

 

Dana pensiun akan disebut inklusif, bila memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memiliki perlindungan di hari tua dan memiliki kecukupan dana saat masa pensiun tiba. Tanpa memandang profesi atau besar penghasilan, dana pensiun perlu menyediakan akses masyarakat untuk mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan keuangannya di masa pensiun, di hari tua. Sayangnya, saat ini tingkat inklusi dana pensiun baru mencapai 5%. Berarti, masih ada 95% masyarakat di luar sana yang belum punya dana pensiun. 

 

Bila disepakati secara konkret, literasi dana pensiun adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Maka literasi berkaitan dengan pemahaman akan pentingnya dana pensiun. Sementara inklusi dana pensiun bertumpu pada ketersediaan akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk/layanan dana pensiun di lembaga keuangan formal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan. Maka inklusi bertumpu pada ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun.

 

Adalah fakta, 9 dari 10 pekerja di Indonesia saat ini tidak siap untuk pensiun. Akibat tidak tersediuanya dana yang mencukupi di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Sementara realitas lain menyebut 7 dari 10 orang pensiunan di Indonesia pun mengalami masalah keuangan. Dampaknya saat pensiun, 70% pensiunan bergantung pada orang lain, 20% bekerja lagi, dan hanya 10% pensiunan yang sejahtera. Mau tidak mau, persiapan masa pensiun sangat penting dikampanyekan untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun.

 


Sulit dibantah oleh siapapun, bahwa untuk mempersiapkan masa pensiun yang nyaman seharusnya melalui dana pensiun. Bukan produk keuangan lainnya. Karena dana pensiun, memang didedikasikan khusus untuk kesejehteraan di masa pensiun. Sayangnya, masyarakat belum memilih dana pensiun sebagai “kendaraan” untuk mempersiapkan hari tua. Akibat kurangnya pemahaman dan akses untuk memiliki dana pensiun.

 

Dalam kaitan untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun di masyarakat, menurut saya, setidaknya ada 2 (dua) cara yang harus ditempuh yaitu 1) edukasi berkelanjuutan akan pentingnya dana pensiun dan sosialisasi manfaat dana pensiun bagi orang per orang untuk hari tua dan 2) akses yang mudah untuk membeli dana pensiun, khususnya DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) harus segera diwujudkan agar masyarakat gampang membeli program pensiun. Kemudahan akses dana pensiun, mau tidak mau, harus dilakukan melalui “pension digital” seperti yang sudah dikembangkan pada industri jasa keuangan non bank lainnya.

 

Literasi dana pensiun yang baik semestinya tidak boleh berhenti tanpa diikuti inklusi dana pensiun. Artinya, pemahaman tentang dana pensiun seharusnya diikuti dengan pengambilan keputusan untuk membeli dan memiliki program pensiun. Untuk itu, kemudahan akses terhadap dana pensiun menjadi “pekerjaan rumah” tersendiri bagi industri dana pensiun. Karena inklusi dana pensiun, sejatinya tidak hanya sebatas penyediaan produk dana pensiun semata. Tapi harus memenuhi 3 (tiga) elemen inklusi keuangan seperti: a) perluasan akses kepemilikan dana pensiun, b) penggunaan produk dana pensiun, dan c) peningkatan kualitas produk dan layanan dana pensiun itu sendiri. Plus, pentingnya dukungan regulasi yang mampu meningkatkan aset dan kepesertaan dana pensiun sekaligus untuk mempercepat akumulasi sumber dana jangka panjang sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional.

 

Saat ini, ada sekitar 136 juta pekerja di Indonesia, 60%-nya di sektor informal dan 40%-nya di sektor formal. Tapi sayangnya, hanya 5% dari mereka yang sudah memiliki dana pensiun. Maka 95% sisanya, adalah “pekerjaan rumah” yang berat untuk selalu di-edukasi dan diberi kemudahan akses terhadap dana pensiun. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #EdukatorDanaPensiun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar