Ini sebuah catatan kritis tentang dana pensiun di Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tingkat Literasi Dana Pensiun tahun 2022 meningkat menjadi 30,46% dibandingkan tahun 2021 yang 14,13%. Namun tingkat Inklusi dana pensiun menurun dari 6,18% di tahun 2021 menjadi sebesar 5,42% di tahun 2022. Secara sederhana, indeks dana pensiun di Indonesia dapat dikatakan tingkat pengetahuan masyarakat pentingnya dana pensiun meningkat dari 14% menjadi 30%. Tapi sayangnya, ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun justru berkurang dari 6% menjadi 5%.
Harus diakui, tren indeks literasi dan
inklusi dana pensiun Indonesia masih belum optimal. Secara umum, survei
nasional SNLIK 2022 dari OJK menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 49,68%,
naik dibanding dari 38,03 persen pada tahun 2019. Sementara indeks inklusi
keuangan mencapai 85,10% di tahun 2022,
meningkat dari 76,19% pada tahun 2019. Maka ada “pekerjaan rumah” bagi industi
dana pensiun di Indonesia untuk meningkatkan tingkat inklusi dana pensiun di masyarakat.
Dana pensiun
akan disebut inklusif, bila memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memiliki perlindungan di
hari tua dan memiliki kecukupan dana saat masa pensiun tiba. Tanpa memandang
profesi atau besar penghasilan, dana pensiun perlu menyediakan akses masyarakat
untuk mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Sesuai dengan kemampuannya untuk
mencapai tujuan keuangannya di masa pensiun, di hari tua. Sayangnya, saat ini
tingkat inklusi dana pensiun baru mencapai 5%. Berarti, masih ada 95%
masyarakat di luar sana yang belum punya dana pensiun.
Bila disepakati secara konkret, literasi
dana pensiun adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Maka literasi
berkaitan dengan pemahaman akan pentingnya dana pensiun. Sementara inklusi
dana pensiun bertumpu pada ketersediaan akses bagi masyarakat untuk
memanfaatkan produk/layanan dana pensiun di lembaga keuangan formal sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan.
Maka inklusi bertumpu pada ketersediaan akses dan kepemilikan dana pensiun.
Adalah fakta,
9 dari 10 pekerja di Indonesia saat ini tidak siap untuk pensiun. Akibat tidak
tersediuanya dana yang mencukupi di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi.
Sementara realitas lain menyebut 7 dari 10 orang pensiunan di Indonesia pun
mengalami masalah keuangan. Dampaknya saat pensiun, 70% pensiunan bergantung
pada orang lain, 20% bekerja lagi, dan hanya 10% pensiunan yang sejahtera. Mau
tidak mau, persiapan masa pensiun sangat penting dikampanyekan untuk
meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun.
Sulit dibantah
oleh siapapun, bahwa untuk mempersiapkan masa pensiun yang nyaman seharusnya
melalui dana pensiun. Bukan produk keuangan lainnya. Karena dana pensiun, memang
didedikasikan khusus untuk kesejehteraan di masa pensiun. Sayangnya, masyarakat
belum memilih dana pensiun sebagai “kendaraan” untuk mempersiapkan hari tua.
Akibat kurangnya pemahaman dan akses untuk memiliki dana pensiun.
Dalam kaitan
untuk meningkatkan tingkat literasi dan inklusi dana pensiun di masyarakat, menurut
saya, setidaknya ada 2 (dua) cara yang harus ditempuh yaitu 1) edukasi berkelanjuutan
akan pentingnya dana pensiun dan sosialisasi manfaat dana pensiun bagi orang
per orang untuk hari tua dan 2) akses yang mudah untuk membeli dana pensiun, khususnya
DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) harus segera diwujudkan agar masyarakat gampang
membeli program pensiun. Kemudahan akses dana pensiun, mau tidak mau, harus
dilakukan melalui “pension digital” seperti yang sudah dikembangkan pada
industri jasa keuangan non bank lainnya.
Literasi dana
pensiun yang baik semestinya tidak boleh berhenti tanpa diikuti inklusi dana
pensiun. Artinya, pemahaman tentang dana pensiun seharusnya diikuti dengan
pengambilan keputusan untuk membeli dan memiliki program pensiun. Untuk itu,
kemudahan akses terhadap dana pensiun menjadi “pekerjaan rumah” tersendiri bagi
industri dana pensiun. Karena inklusi dana pensiun, sejatinya tidak hanya sebatas penyediaan
produk dana pensiun semata. Tapi harus memenuhi 3 (tiga) elemen inklusi
keuangan seperti: a) perluasan akses kepemilikan dana pensiun, b) penggunaan
produk dana pensiun, dan c) peningkatan kualitas produk dan layanan dana
pensiun itu sendiri. Plus, pentingnya dukungan regulasi yang mampu meningkatkan
aset dan kepesertaan dana pensiun sekaligus untuk mempercepat akumulasi sumber
dana jangka panjang sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional.
Saat ini, ada sekitar 136 juta pekerja di Indonesia, 60%-nya di sektor
informal dan 40%-nya di sektor formal. Tapi sayangnya, hanya 5% dari mereka yang
sudah memiliki dana pensiun. Maka 95% sisanya, adalah “pekerjaan rumah” yang berat
untuk selalu di-edukasi dan diberi kemudahan akses terhadap dana pensiun. Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #EdukatorDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar