Belajar, kata banyak orang, agar lebih pintar atau sukses. Belajar selalu identik dengan keberhasilan personal. Maka orang yang pintar, sukses, dan kaya pasti dianggap berhasil belajar. Belajar pun selalu dianggap ada di sekolah formal. Seakan-akan tidak ada tempat lain yang mampu dijadikan “tempat belajar”. Begitu pandemi Covid-19 datang, maka belajar di sekolah formal pun kocar-kacir. Itu fakta yang terjadi.
Belajar
itu tidak harus pintar. Belajar pun bukan untuk kaya. Untuk apa pintar dan kaya
bila tidak bermanfaat untuk orang lain. Katanya, sebaik-baik orang adalah yang
paling bermanfaat untuk orang lain. Lalu bila pintar dan kaya namun tidak bermanfaat
untuk orang lain, apa itu hasil dari belajar yang berhasil?
Maka
faktanya, perilaku belajar selalu mendengarkan guru. Belajar pun harus bisa menjawab
soal. Belajar katanya harus mengerjakan tugas. Dan akhirnya belajar hanya
bersandar pada nilai. Angka-angka tinggi yang menentukan keberhasilan belajar
seorang anak. Nilai pun dijadikan tolok ukur orang yang belajar. Maka wajar,
setelah bekerja mereka mengukur sukses itu hanya dari kekayaan, dari
kepintaran. Salah besar bila belajar seperti itu.
Belajar
itu bukan untuk pintar, apalagi agar kaya. Sejatinya, belajar itu untuk
memperbaiki diri. Belajar pun untuk bertahan hidup. Maka seharusnya, belajar tidak
melulu soal pelajaran sains dan pengetahuan. Tapi belajar untuk membentuk sikap
dan perilaku untuk memahami kehidupan. Belajar menjadi manusia yang lebih baik.
Belajar tentang akhlak, tentang etika dalam hidup. Dan yang penting, belajar
itu harus asyik dan menyenangkan.
Konsep belajar
untuk membentuk sikap dan perilaku itulah yang dijalankan di Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebuah taman
bacaan yang menjadikan membaca buku tidak hanya untuk menambah pengetahuan. Tapi
membaca untuk bersikap agar tidak putus sekolah. Membaca buku sebagai kebiasaan
mengisi waktu daripada main gawai, nongkrong atau menonton TV. Di taman bacaan,
belajar tidak lagi terbatas pada ruang kelas atau doktrin seorang guru. Belajar
harus asyik dan menyenangkan. Bila perlu belajar sambil bermain.
Berbekal
model “TBM Edutainment”, TBM Lentera Pustaka pun menjadikan aktivitas literasi
dan kegiatan membaca buku sebagai edukasi dan entertainment. Ada nilai-nilai pendidikan
dan hiburan yang disajikan. Seperti kewajiban untuk mengucapkan salam, cium
tangan, antre, dan membaca bersuara. Ada salam literasi, doa literasi, dan
senam literasi. Belajar di taman bacaan, bisa dilakukan di mana saja. Belajar
di kebun, di sungai, bahkan di jalanan. Agar anak-anak dapat melihat realitas
kehidupan secara langsung. Lalu dijelaskan, kenapa begitu?
Jujur di Desa
Sukaluyu lokasi TBM Lentera Pustaka yang sebagian besar masyarakatnya
prasejahtera dan tingkat putus sekolah tinggi, memang belajar untuk sukses
seperti apa yang diharapkan? Belajar untuk bertahan tetap sekolah saja sulit.
Apalagi belajar untuk kaya atau sukses. Maka TBM Lentera Pustaka hanya
menjadikan belajar untuk membangun kesadaran sekaligus tetap berdaya sekalipun
dalam keadaan terbatas, akibat ekonomi lemah dan pendidikan terbatas.
Lagi-lagi,
belajar itu bukan untuk pintar atau sukses. Sehingga kehilangan akhlak dan hati
nurani. Hanya orang pintar dan sukses yang kerjanya berani mencari-cari
kesalahan orang lain. Cara berpikirnya ribet tapi perilaku baiknya nol besar.
Semua hal dipertanyakan, bahkan bukan bidang keahliannya pun dikomentarin.
Akhirnya, bertabur kebencian dan memperbesar perbedaan. Lalu menganggap dirinya
sendiri yang benar dan semua orang lain sala. Apalagi orang-orang yang tidak
sepaham dengannya.’
Maka
jelas, beda orientasi belajar di sekolah dan belajar di taman bacaan. Di
sekolah, orang belajar untuk pintar. Sementara di taman bacaan, belajar untuk
memperbaiki diri, Di sekolah belajar untuk sukses atau kaya, Sementara di taman
bacaan, belajar untuk bertahan hidup secara realitas. Dan di sekolah, bisa jadi
belajar untuk mengabaikan akhlak dan hati nurani. Tapi di taman bacaan, belajar
cukup untuk berpegang pada akhlak dan etika. Belajar dalam kesederhanaan
tindakan, bukan kemewahan pikiran.
Belajar
di taman bacaan. Agar di saat lapar, tahu cara bikin kenyang dirinya sendiri
semampunya. Bukan teriak-teriak lapar ke mana-mana. Salam literasi #TamanBacaan
#PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar