Uang pesangon, masih jadi hal yang sensitif di kalangan pekerja. Sementara di kalangan pengusaha, pesangon pun sering dipandang sebagai beban. Tapi yang pasti, uang pesangon harus dipahami sebagai kewajiban pengusaha atau perusahaan kepada pekerja sebagai imbalan pascakerja atas pengakhiran hubungan kerja. Entah, akibat pensiun, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pekerja meninggal dunia.
Cepat atau
lambat, uang pesangon pasti dibayarkan pengusaha kepada pekerja. Sebagai
imbalan pascakerja, pesangon diberikan saat pekerja menyelesaikan tugasnya berupa uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang enggantian
hak (UPH). Maka pesangon dapat diartikan sejumlah dana yang
diberikan kepada pekerja ketika berakhirnya masa kerja atau pemutusan kerja
atas sebab apapun. Pesangon pun kewajiban pengusaha atau perusahaan kepada
pekerjanya, sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja
pasal 156 ayat 1 diperkuat lagi pada PP
No. 35 tentang PKWT, Alih Daya dan PHK pasal 40 ayat 1 ditegaskan “Dalam hal
terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.” Itu berarti, setiap pengusaha atau perusahaan tidak ada alasan untuk
tidak membayarkan uang pesangon saat terjadinya pemutusan hubungan kerja atas
sebab apapun.
Sebagai contoh, pekerja A dengan masa
kerja lebih dari 24 tahun. Jabatan apapun dan gaji berapapun. Bila berakhir
masa kerja akibat pensiun maka berhak atas pesangon 25,75 kali upah. Bila berhenti
bekerja akibat meninggal dunia maka berhak atas pesangon 28 kali upah. Atau bila
di-PHK akibat efisiensi perusahana tidak rugi maka berhak atas pesangon 19 kali
upah. Semua ketentuan pembayaran imbalan pascakerja atau pesangon diatur pada PP
No. 35/2021 pasal 40 ayat 3 yang diberlakuka sejak 2
Februari 2021.
Jadi, pesangon adalah kewajiban pengusaha kepada pekerja akibat berakhirnya hubungan kerja, baik akibat pekerja pensiun,
meninggal dunia atau di-PHK. Bahkan dalam Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan
(PSAK) 24 ditegaskan bahawa “Perusahaan wajib mengakui, mencatat dan mengungkapkan dalam laporan keuangan mengenai kewajiban dan beban atas imbalan-imbalan kerja termasuk pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK)”. Karena itu, pesangon atau
imbalan pascakerja seharusnya dicadangkan perusahaan. Tentu melalui mekanisme
pendaaan yang pasti dan terjangkau. Tidak hanya dibukukan atau dicatat tapi dialihkan
kepada penyelenggara yang kompeten.
Masalahnya kini,
bagaimana pendanaan pesangon pekerja dilakukan oleh pengusaha atau perusahaan? Intinya,
pesangon pekerja harus harus dibayarkan pada saat terjadi PHK. Atas sebab apapun. Karena itu, pengusaha semestinya mulai mendanakan uang pesangon pekerja. Melalui sistem pendanaan yang terpisah dari sistem keuangan perusahaan. Dana pesangon yang dianggarkan dan dialihkan kepada pihak ketiga seperti
DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) untuk mengelolanya. Selain untuk
memastikan ketersediaan uang pesangon, pendanaan pesangon pun dapat meminimalkan
biaya yang jadi beban pengusaha.
Tapi sayangnya,
data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS (2018) menyatakan 66% pekerja sama
sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27% pekerja menerima pesangon
kurang dari yang seharusnya diterima, dan hanya 7% pekerja yang menerima pesangon
sesuai dengan ketentuan. Bahkan Data Kementerian Ketenagakerjaan (2019) menyebutkan hanya 27% pengusaha
yang memenuhi pembayaran imbalan
pascakerja sesuai dengan regulasi. Sisanya, 73% tidak memenuhi pembayaran kompensasi PHK sesuai aturan yang berlaku.
Pasca UU Cipta Kerja maka pemerintah harus fokus pada upaya implementasi
pendanaan dan pembayaran pesangon pekerja. Setiap pengusaha atau perusahaan harus punya iktikad baik untuk mendanakan imbalan pascakerja atau pesangon
pekerja. Agar pekerja tetap mendapatkan hak-nya saat terjadi
PHK. Karena realitasnya, pesangon biasanya tidak dibayarkan pengusaha karena dananya tidak tersedia. Maka kepatuhan terhadap regulasi jadi penting diperkuat.
Edukasi dan sosialisasi akan pentingnya pendanaan pesangon pekerja menjadi penting dilakukan. Agar pengusaha dapat mematuhi pembayaran
pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pengusaha pun patut dibantu melalui skema pendanaan pesangon yang
terjangkau, transparan, dan berkualitas. Sehingga pengusaha dapat mengurangi
beban biaya pesangon dan pekerja mendapat kepastian pembayaran pesangonnya.
Maka pendanaan
pesangon pekerja menjadi penting direalisasikan. Tidak sekadar regulasi semata.
Agar pesangon tidak jadi masalah yang menakutkan, jadi momok di mata pekerja saat
terjadi PHK. Sehingga iklim usaha tetap kondusif. #PesangonPekerja #EdukasiDanaPensiun #MasalahPesangon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar