Saat merenung sejenak. Kenapa banyak taman bacaan di Indonesia seperti kepayahan. Membangun tradisi baca seperti tergopoh-gopoh. Seperti “ada tapi tiada” atau sebaliknya. Hidup mau, mati pun enggan. Bisa jadi, kondisi itu terjadi akibat 3 sebab. Yaitu 1) buku ada anak tidak ada, 2) anak ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola taman bacaan yang setengah hati, tidak sepenuh hati.
Sulit dibantah siapapun. Membangun
giat membaca memang tidak mudah. Mengubah perilaku anak-anak yang
terbiasa main menjadi dekat dengan buku tidak semudah membalik telapak tangan. Pegiat literasi atau relawan
pun “jatuh bangun” berkiprah di taman bacaan. Mak saat berada di taman
bacaan, siapa pun bukan hanya butuh niat dan tekad
kuat. Tapi komitmen dan konsistensi untuk menjalankan aktivitas
membaca sangat diperlukan. Sabar pun tidak cukup. Tanpa dibarengi sikap “tutup
kuping” dari prasangka dan harus lebih
kreatif. Agar eksistensi taman bacaan dan tradidi membaca
benar-benar tercipta. Karena taman bacaan sejatinya, bukan
sekadar tempat membaca. Tapi ikhtiar membangun peradaban masyarakat.
Maka mau tidak mau, taman bacaan atau membangun
tradisi baca di mana pun. Harus ada cara yang beda. Beda dalam memperlakukan
anak-anak yang membaca, beda dalam membuat program literasi. Dan beda pula
dalam tata Kelola taman bacaan. Itu berarti, taman bacaan harus lebih kreatif,
lebih dinamis. Karena memang tidak ada “teori paling benar” dalam mengelola
taman bacaan, dalam aktivitas literasi.
Taman bacaan dan kegiatan membaca harus jadi aktivitas
yang menyenangkan. Taman bacaan hari ini harus asyik. Karena selama ini, taman
bacaan dianggap kurang asyik dan terlalu membosankan. Jadi resepnya sederhana,
jadikan taman bacaan tidak membosankan. Gimana caranya, maka pikirkanlah jalan
keluarnya.
Sekadar berbagi cerita saja. TBM
Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Tepatnya di Kampung Warung Loa Desa
Sukaluyu. Daerah ini bolehlah disebut kawasan prasejahtera. Angka putus sekolah
anak pun tinggi, 81% SD. Plus tingkat ekonomi yang minus. Maka anak-anak pun
sama sekali tidak punya akses bacaan. Daerah yang jauh dari tradisi baca
sebelumnya.
Tapi kini, sejak TBM Lentera
Pustaka hadir 4 tahun lalu semuanya telah berbeda. Taman bacaan sudah jadi “rumah” bagi 250 pengguna layanan taman bacaan. TBM Lentera Pustaka pun terus
berkembang dan kini menjalankan 12 program literasi
seperti: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif dari 3 desa
(Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) dengan waktu baca 3 kali seminggu, kini setiap
anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta
aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu
buta aksara, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 4)
YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya
dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel
dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 31 ibu-ibu anggota koperasi
simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi,
8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi
DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi
FINansial), dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak
seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre.
Lalu, metode apa yang
dilakukan TBM Lentera Pustaka?
Adalah TBM
Edutainment, sebuah model pengembangan taman bacaan yang digagas sendiri oleh
Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka. TBM
Edutainment, intinya tata Kelola taman bacaan berbasis edukasi dan
entertainment. Taman bacaan yang bermuatan edukasi dan hiburan. Selalu ada
salam literasi, doa literasi, senam literasi, membaca bersuara, event bulanan,
jajanan gratis, literasi digital, literasi finasial, literasi adab, dan program
kreativitas literasi seperti angklungan, marawis, pembacaan puisi, festival
literasi Gunung Salak. Bahkan saat ini, TBM Edutainment sedang ditulis sebagai
disertasi oleh Pendiri TBM Lentera Pustaka di S3 Manajemen Pendidikan
Universitas Pakuan. Untuk meraih gelar “doktor taman bacaan”.
Bolehlah disebut, TBM
Edutainment sudah jadi energi dan “darah segar” tata kelola taman bacaan.
Partisipasi masyarakat terus bertambah, program literasi kian meluas, dan yang
terpenting pengguna layanan taman bacan pun makin banyak. Selain aktivitas
taman bacaan, TBM Lentera Pustaka pun punya aktivitas berantas buta aksara,
yatim binaan, kelas prasekolah, koperasi, jompo binaan, donasi buku, dan kebun
baca. Taman bacaan yang tadinya sepi bak “jalan sunyi” kini berubah jadi sentra
kehidupan masyarakat. Jadi titik kumpul untuk aktivitas masyarakat yang baik,
positif, dan bermanfaat. TBM Edutainment sebagai cara beda tata kelola taman
bacan di era digital.
Tata kelola taman
bacaan memang harus
kreatif. Harus beda dari yang dilakukan sebelumnya. Gerakan literasi dan taman
bacaan pun jangan terjebak pada diskusi dan ruang seminar semata. Karena aktivitas
literasi di mana pun harus dilakoni, harus terjun langsung ke lapangan. Gerakan
literasi tidak akan pernah kelar bisa dibedah lewat diskusi dan seminar. Tanpa
aksi nyata di lapangan, gerakan literasi tidak akan jadi
apa-apa, tidak berguna.
Jadi, kata kunci taman bacaan dan aktivitas
literasi terletak pada cara-cara “out of the box”. Cara beda mengelola taman
bacaan. Taman bacaan pun jangan fokus pada orang-orang jahat, jangan peduli pada orang-orang
yang apatis. Lebih baik terus bergerak dan tetap lakukan kolaborasi dengan
pihak-pihak yang sejalan. Agar taman bacaan tetap asyik dan menyenangkan. Demi
tegaknya tradisi membaca dan budaya literasi yang lebih berkualitas. Salam
literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
#KampungLiterasiSukaluyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar