Seorang anak kecil bertanya kepada orang dewasa, siapakah orang baik?
Sungguh tidak mudah menjawabnya. Tentang orang baik
itu seperti apa. Baik itu kata-kata atau pikiran tanpa perbuatan. Atau baik itu
perbuatan tanpa kata-kata. Ada banyak tafsir, ada banyak argumen. Apalagi bila
ditambah “bumbu” dalil-dalil.
Bisa jadi, di era digital dan media
sosial. Orang baik itu sudah ber-transformasi. Tidak lagi seperti yang diajarkan
orang tua dulu. Orang baik hari ini begitu intens berdiskusi keburukan orang
lain di grup WA. Pandai mengeluh sambil ber-gibah lalu paling depan menyebut
dirinya “sudah bersyukur”. Orang baik yang ambigu.
Entah kenapa? Orang baik hari ini terlalu gampang
menyebut dirinya benar. Di saat yang sama mudah menyalahkan orang lain. Baik
sebatas pikiran, sebatas kata-kata yang dibungkus kecerdasan. Baik di dunia
maya. Tapi tidak berbuat apa-apa di
dunia nyata. Hidup baiknya, semua untuk diri sendiri.
Sejatinya, baik itu sederhana. Karena
baik adalah perbuatan. Bukan kata-kata apalagi pikiran. Mau mengucapkan salam,
bersedia memberi makan orang lain pun baik. Rajin ibadah secara ritual dan
sosial pun baik. Tidak melanggar janjinya sendiri pun baik. Bahkan berani berjuang
dan mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang banyak pun baik. Seperti berjuang di taman
bacaan pun sebuah kebaikan. Asal niatnya baik dan membantu orang lain.
Maka tidak
ada kebaikan bila banyak mengeluh. Tidak ada kebaikan pula dari terlalu banyak ngomongin
orang lain, apalagi gibah. Karena baik itu urusan moral bukan hanya logika.
Baik itu saat berani sabar bukan benci. Baik itu mau bersyukur bukan mengeluh.
Bahkan baik itu ada pada tindakan bukan diskusi.
Jadi, siapa orang baik itu?
Sederhananya, orang baik hanya tahu berbuat baik.
Untuk dirinya dan orang lain. Orang baik tidak akan pernah mau menyusahkan
orang lain akibat perbuatannya. Maka jadi orang baik itu harus diperjuangkan.
Baik itu bagus dan penting. Tapi jangan sampai muncul perasaan lebih baik dari
orang lain.
Orang baik itu ibarat pohon. Dia tidak
pernah mau mempersoalkan masa lalu apalagi memperbaiki “pangkalnya”.
Tapi dia segera ikhtiar lalu berubah hari ini untuk mengubah “ujungnya”.
Baik itu nyata, bukan maya. Baik itu aksi bukan
diskusi.
Berhati-hatilah. Karena hari ini, makin banyak
orang-orang yang "mendorong kesesatan” tapi seolah-olah itu seperti
"petunjuk baik". Tetaplah berbuat baik, tentang apapun dan di mana
pun. Istiqomah dalam kebaikan. Karena apapun bila didasari niat baik. Siapa pun
akan dipertemukan dengan hal-hal baik, orang-orang baik, tempat-tempat baik,
dan kesempatan-kesempatan untuk berbuat baik lebih banyak
Hingga akhirnya, orang baik pun menyadari.
Bahwa “apa yang kita benci bisa jadi itu lebih baik bagi kita, begitu pula
sebaliknya”. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
#BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar