Gawai dan gemerlap era digital, sungguh kian menjauhkan anak-anak dari buku bacaan. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Selain urusan sekolah, sibuknya anak-anak usia sekolah “tersangkut” di perangkat gawai atau teknologi. Ini bukan soal baik atau buruk. Tapi soal keseimbangan, antara membaca buku dan ber-perangkat gawai.
Seperti anak-anak usia sekolah di kaki Gunung Salak Bogor. Saat ditanya,
apakah pernah membaca sebelum ada taman bacaan? Survei membuktikan, 74% anak menjawab
tidak pernah membaca buku, 20% ragu-ragu, dan 6% sudah terbiasa membaca buku. Itulah
simpulan survei internal TBM Lentera Pustaka Bogor tentang perilaku membaca
buku anak usia sekolah di masa Covid-19 pada Agustus 2020 lalu.
Survei ini pun menjadi bukti pentingnya keberadaan
dan peran taman bacaan masyarakat. Khususnya dalam menyediakan akses bacaa
kepada anak-anak usia sekolah, apalagi di masa pandemi Covid-19. Demi tegaknya
tradisi baca dan membiasakan anak-anak lebih dekat dengan buku buku.
Jangankan anak-anak di kota-kota besar. Ikhtiar menghidupkan tradisi
baca di anak-anak kampung di tengah gempuran era digital memang tidak mudah.
Maka hari ini, pemandangan anak-anak sedang membaca buku pun kian langka. Semoga
saja tradisi baca anak tidak punah.
“Sebagai taman bacaan, TBM Lentera Pustaka melakukan survei
ini sebagai evaluasi. Dan terbukti eksistensi TBM mampu menyediakan akses bacaan
anak-anak. Sebelum ada taman bacaan, 7 dari 10 anak ternyata tidak pernah membaca
buku. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Inilah peran penting taman bacana yang
patut jadi perhatian banyak pihak” ujar
Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka yang juga
kandidat doktor taman bacaan dari Pascasarjana Unpak Bogor.
Harus disadari, taman bacaan adalah sarana publik
yang dapat menunjang aktivitas belajar dan sekolah anak-anak. Seusai jam belajar
di sekolah, anak-anak dapat memanfaatkan waktu dan melakukan aktivitas tambahan di taman bacaan. Selain untuk menambah
pengetahuan, taman bacaan pun dapat menjadi “alat peyeimbang” aktivitas gawai
anak-anak. Agar tidak terlindas oleh
peradaban zaman yang tidak produktif.
Alhasil setahun setelah survei,
kini TBM Lentera Pustaka telah menjadi
tempat membaca buku 168 anak-anak usia sekolah dari sebelumnya hanya 60 anak.
Anak-anak yang membaca buku seminggu 3 kali dan berasal dari 3 desa, yaitu
Sukaluyu, Tamansari, dan Sukajaya Kec. Tamansari Bogor. Dengan koleksi lebih dari 6.000 buku, setiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu. Berbekal model TBM Edutainment, TBM Lentera Pustaka pun menjadikan kegiatan membaca
lebih menyenangkan melalui aktivitas bernnyanyi literasi, senam literasi, doa literasi, dan salam literasi
sebelum membaca. Setiap hari Minggu pun digelar
laboratorium baca, selalu ada event bulanan dan jajanan kampung gratis
setiap bulan. Taman bacaan telah menjadi
“tempat nongkrong” anak-anak usia sekolah untuk mewujudkan giat membaca.
Selain taman bacaan, TBM Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak pun menjalankan program seperti 1) Gerakan BERantas BUta aksaRA
(Geberbura) dengan 9 warga belajar, 2) Kelas PRAsekolah (Kepra) dengan 20 anak,
3) YAtim BInaan (Yabi) dengan 16 anak yatim, 4) JOMpo BInaan (Jombi) dengan 8
lansia, 5) Koperasi Lentera dengan 17 anggota, 6) geraan RAjin menaBUng (RABU),
7) DONasi BUKu, dan 8) LITerasi DIGital. Bahkan kini, ada 3 anak difabel yang aktif
datang untuk bersosialisasi dan belajar di TBM Lentera Pustaka sebagai wujud
taman bacaan ramah anak-anak disabilitas yang inklusif.
Apa arti survei taman bacaan
ini?
Tentu untuk mengingatkan
semua pihak. Akan pentingnya menyediakan akses bacaan anak-anak usia sekolah,
apalagi di masa pandemi Covid-19. Agar anak-anak pun tidak hanya gemar bermain, menonton
TV atau asyik dengan ponsel. Tapi dapat diimbangi dengan membaca buku di taman
bacaan. Hingga mampu mengubak cara berpikir yang lebih
produktif dan kontributif. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
#BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar