Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Tapi tidak sedikit dari pemakainya yang abai saat berbahasa Indonesia. Entah, karena menganggap remeh. Malas buka kamus atau tidak mau belajar tentang tata bahasa. Maka dampaknya, sering terjadi salah kaprah dan salah paham dalam berbahasa Indonesia.
Salah kaprah, tentu berbeda dengan salah paham dalam
berbahasa.
Salah kaprah berarti pemakaian bahasa yang salah tapi
dianggap lazim, dianggap biasa. Kaprah
itu artinya lazim, biasa. Salah kaprah terjadi karena kesalahan berbahasa yang digunakan secara luas dan massal. Hingga
akhirnya dianggap sebagai kelaziman, jadi kebiasaan. Sebagai contoh, tulisan spanduk
“Dirgahayu HUT Kemerdekaan
Republik Indonesia ke-67”. Tulisan spanduk itu
salahkaprah. Karena 1) dirgahayu artinya semoga panjang umur, maka tidak perlu diikuti kata “HUT”
dan 2) usia ke-67 melekat pada “kemerdekaan” bukan “Indonesia”. Harusnya
kemerdekaan ke-67, bukan Indonesia yang ke-67 karena artinya berbeda. Jadi seharusnya
spanduk itu berbunyi “Dirgahayu Kemerdekaan Ke-67 Republik Indonesia”.
Bila ada berita berbunyi “masyarakat membakar orang
yang dituduh hingga tewas”. Itu bukan
masyarakat “gahar”. Karena “gahar” artinya “menggosok kuat-kuat supaya bersih”.
Tapi tepatnya masyarakat
“garang” yang berarti "orang-orang
yang pemarah lagi bengis; galak; ganas”. Begitu kira-kira, salah kaprah dalam
berbahasa. Soal kelaziman atau kebiasaan dalam berbahasa.
Lain lagi dengan salah paham dalam berbahasa.
Salah paham terjadi karena salah atau keliru dalam memahami peristiwa berbahasa
atau pembicaraan. Salah tangkap tentang makna bahasa sehingga mengundang reaksi
atau sikap orang lain. Sebagai contoh berita berbunyi “orang yang diduga mencuri motor dihajar
dan dibakar massa hingga tewas”. Bila orangnya masih diduga, maka
masyarakat berpotensi “salah paham”. Orang-orang yang keliru. Belum tentu
mencuri kok dibakar hingga tewas?
Contoh lainnya, istilah singkatan PPKM yang artinya “Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat”.
Tujuannya untuk membatasi kegiatan agar penularan Covid-19 dapat dicegah atau
dikurangi. Tapi netizen memelesetkan PPKM menjadi “Pernah Peduli
Kemudian Menghilang” atau “Pria Pemberani
Kesayangan Mertua”. Itu
berarti terjadi salah paham.
Umumnya, salah paham terjadi dalam berbahasa akibat 1) kompetensi berbahasa
pemakainya minim dan 2) seringnya menggunakan bahasa yang ambigu atau bias. Sehingga
kata-kata yang digunakan memiliki makna ganda, sifatnya membuat bingung pembaca,
maknya tidak jelas, dan menimbulkan kesalahpahaman. Seperti yang lalu, saat polemik
soal “mudik” vs “pulang kampung”. Atau kasus Anji soal kata “anjay”.
Jadi begitulah realitas berbahasa Indonesia yang ada. Ada yang salah kaprah, ada yang salah paham. Semua itu, bila dikaji, sangat berpotensi menimbulkan hoaks atau ujaran kebencian. Akibat abainya pemakai bahasa Indonesia itu sendiri.
Bahasa Indonesia memang “gampang”. Tapi bukan berarti
bisa “digampangkan”.
Gampang artinya mudah alias tidak sukar. Sesuatu itu
gampang bila sudah kenal, dapat memahaminya. Karena ada “kedekatan” dan mau
mempelajarinya. Tapi berbeda dengan “digampangkan” atau “menggampangkan” yang
berarti menganggap enteng, meremehkan. Sikap meremehkan biasanya terjadi karena
tidak kenal, tidak tahu sehingga salah paham.
Di era media sosial, sering kali terjadi
salah paham akibat bahasa. Perdebatan dan perselisihan akibat salam paham dalam
berbahasa. Maka solosinya hanya dua, yaitu 1) meningkatkan kompetensi berbahasa
dan 2) berhati-hati dalam berbahasa agar tidak salah paham.
Seperti kata pepatah, “mulutmu harimaumu” lalu jadi “jarimu
harimaumu”. Intinya, segala perkataan atau tulisan apabila tidak dipikirkan
dahulu maka dapat merugikan diri sendiri bahkan mungkin orang lain. Maka biasakanlah
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik itu sesuai tempatnya, benar itu
sesuai kaidah dan maknanya.
Maka di momen kemerdekaan RI, siapa pun
ada baiknya tetap berjuang untuk lebih kompeten dalam berbahasa Indonesia.
Tidak usah berjuang mengangkat senjata. Atau berjuang untuk menghujat orang
lain. Tapi cukup berjuang untuk berbahasa lebih baik lagi dari sebelumnya. Agar
tahu, kapan salah kaprah kapan salah paham? Salam literasi #BahasaIndonesai
#BelajarBahasa #LiterasiBahasaIndonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar