Susah-susah gampang memang mengelola taman bacaan. Bukan gampang-gampang susah. Artinya, menyediakan akses bacaan di era digital begini memang susah. Tapi bila dilakukan dengan sepenuh hati akhirnya bisa gampang. Apalagi taman bacaan “jalan sunyi” yang relatif belum banyak dipedulikan orang. Sekalipun “gerakan literasi” sudah jadi bahan diskusi yang cetar membahana di antero nusantara.
Apalagi di negeri Indonesia. Penduduknya lebih dari 272 juta,
pulau-nya pun 13.000-an lebih membentang dari Sabang hingga Merauke, dari
Miangas ke Pulau Rote. Mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sungguh tidak
mudah, menyediakan akses bacaan anak-anak tidak gampang. Selain butuh dukungan
lingkungan sekitar dan pemerintah daerah, dibutuhkan pula partisipasi donatur
buku dan korporasi yang peduli.
Faktanya bukan tidak mungkin, taman bacaan masyarakat (TBM)
pada akhirnya akan “mati suri”. Seperti "hidup
segan mati tak mau". TBM yang eksistensi-nya ada tapi esensi-nya tidak
ada. Taman bacaan yang seolah "ada tapi tiada". Silakan dicek di
masing-masing kota, kunjungilah taman bacaan yang ada. Bagaimana keadaan
mereka, berikan kepedulian untuk taman bacaan?
Survei Tata Kelola Taman Bacaan yang dilakukan TBM Lentera
Pustaka (Juni 2019) di 33 lokasi di Indonesia menyebutkan. Saat ditanya, apakah
JUMLAH KOLEKSI BUKU di taman bacaan Anda sudah memadai? Maka jawabnya, 62,7% TIDAK
MEMADAI, 27,5% MUNGKIN MEMADAI, dan
hanya 9,8% yang SUDAH MEMADAI. Itu berarti 63% koleksi buku di taman bacaan
tidak memadai. Padahal koleksi buku memiliki peran penting
di taman bacaan. Buku adalah "jalan hidup" taman bacaan untuk bisa
bertahan hidup.
“Terus terang, eksistensi taman bacaan di
era digital
tergolong berat. Karena koleksi buku yang ada masih terbatas. Maka kepedulian donator
buku dan korporasi sangat dibutuhkan. Agar akses buku yang bisa dibaca
anak-anak lebih memadai dan lengkap. Bila tidak, bukan tidak mungkin taman bacaan
mati suri bahkan tutup ke depannya. Ayolah donasikan buku Anda” ujar Syarifudin
Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor yang melakukan
survei tata Kelola taman bacaan.
Setidaknya ada 3 (tiga) sebab taman
bacaan "mati suri" di Indonesia. Yaitu karena 1) ada anak tapi tidak
ada buku, 2) ada buku tapi tidak ada anak, dan 3) komitmen pengelola taman
bacaan yang "setengah hati" ibarat "anget-anget tai ayam"
istilahnya. Bila begitu, agak wajar bila taman bacaan kurang diminati.
Apalagi sifatnya yang sosial, sangat tergantung kepedulian orang lain. Baik
untuk donasi buku, biaya operasional, atau lainnya.
Sebagai upaya meningkatkan
tata kelola taman bacaan dan gerakan literasi di Indonesia, Syarifudin Yunus pun
sedang menulis disertasi tentang “TBM Edutainment” sebagai model tata kelola taman
bacaan. Berjudul "Peningkatan Minat
Baca dan Budaya Literasi Masyarakat melalui Model TBM Edutainment pada Taman
Bacaan di Kabupaten Bogor", kandidat doktor taman bacaan dari Prodi Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas
Pakuan Bogor ini mendedikasikan ilmunya untuk taman bacaan di Indonesia dan
para pegiat literasi agar tetap termotivasi
dalam mengelola taman bacaan.
Melalui studi lapangan dengan model TBM Edutainment, saat ini TBM
Lentera Pustaka memiliki 168 anak pembaca aktif usia
sekolah dari sebelumnya hanya 60 anak di tahun 2020 dan 14 anak saat berdiri tahun 2017. Anak-anak
yang membaca buku seminggu 3 kali berasal dari 3 desa, yaitu Sukaluyu,
Tamansari, dan Sukajaya Kec. Tamansari Bogor. Dengan koleksi lebih
dari 6.000 buku, setiap anak mampu membaca 5-8 buku per
minggu. Bahkan lebih dari
itu, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak pun menjalankan program seperti 1)
Gerakan BERantas BUta aksaRA (Geberbura) dengan 9 warga belajar, 2) Kelas
PRAsekolah (Kepra) dengan 21 anak, 3) Difabel 3 anak, 4) YAtim BInaan (Yabi) dengan 16
anak yatim, 5) JOMpo
BInaan (Jombi) dengan 8 lansia, 6) Koperasi Lentera dengan 20
anggota, 7) gerakan RAjin
menaBUng (RABU), 8) DONasi BUKu, dan 9) LITerasi DIGital rutin seminggu sekali. TBM
Lentera Pustaka pun kini menuju taman bacaan yang inklusif an ramah anak disabilitas.
Karena itu, kepedulian berbagai pihak sangat diperlukan di
taman bacaan. Dan mengelola taman bacaan pun tidak bisa lagi sendirian. Harus ada
kolaborasi dan sinergi dengan individu atau korporasi seperti relawan, donator buku,
maupun CSR korporasi. Untuk diketahui, di tahun 2021 ini, TBM Lentera Pustaka
disponsori CSR korporasi dari 1) AJ Tugu Mandiri, 2) Bank Sinarmas, dan 3) Pacific
Life Insurance yang membantu operasional taman bacaan.
Sungguh, taman bacaan tidak akan mati suri.
Bila ada kepedulian dan komitmen semua pihak. Untuk saling membantu dan
bergotong royong demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak
Indonesia. Salam
literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #TamanBacaan #GerakanLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar