Hampir semua orang pacaran. Ingin bersanding hingga ke pelaminan. Seperti semua mahasiswa pun ingin bersanding dengan ijazah pada akhirnya. Bersanding itu berarti "berjajar atau berdampingan". Atau duduk bersebelahan. Jadi, bersanding seperti dekat bila dilihat secara fisik. Secara kasat mata semata. Tapi belum tentu secara moral, secara hati nurani.
Di era digital kini, pun banyak orang
duduk bersebelahan. Secara fisik dekat. Tapi sayang, satu sama lainnya justru
sibuk bermain gawai. Mereka berdampingan tapi tidak saling bicara, tidak saling
menyapa. Karena asyik dengan gawainya. Terlalu asyik dengan dirinya sendiri.
Bersanding atau berdampingan itu hanya simbol. Dekat
belum tentu menyatu. Fisiknya dekat tapi hatinya jauh. Maka bersanding bukan
soal fisik. Tapi urusan moral. Seperti dunia itu fisik. Tapi akhirat itu moral.
Bekerja mencari uang itu fisik. Tapi mau berbagi kepada anak yatim itu moral. Agar
tercipta “keseimbangan”. Bersanding agar seimbang; dunia dan akhirat. Seimang
fisik dan moral. Tidak hanya bertepuk sebelah tangan. Enak di diri sendiri.
Tapi orang lain tetap menderita.
Bersanding pun harus ada
di taman bacaan. Esensi taman bacaan tidak hanya soal buku atau anak. Tapi
hadirnya orang dewasa untuk mendampingi anak-anak yang membaca sangat penting. Sebuah
komitmen dan konsistensi. Karena hidup pun tidak melulu soal “ke atas” tapi “ke
samping”. Agar seimbang.
Bersanding itu sangat manusiawi. Untuk menjaga
keseimbangan.
Setiap orang pasti punya hak tapi juga punya kewajiban.
Ada gembira pun ada sedih. Ada kaya ada miskin. Ada saat mencari, ada saat
untuk memberi. Maka siapa pun, bila berani membenci maka harus berani pula memuji.
Agar terjadi keseimbangan. Jadi lebih objektif, tidak melulu subjektif.
Sang Khalik menyuruh manusia hidup
seimbang.
Setiap perkartaan harus diikuti perbuatan.
Setiap niat harus dilengkapi dengan eksekusi. Sungguh, kelebihan yang dimiliki
manusia itu dikasih Allah untuk menutupi kekurangannya. Karena Allah mau manusia
hidup seimbang. Lalu, mengapa kita beum mau “bersanding”?
Lahir harus bersanding dengan batin, begitu
ajarannya.
Jangan berkeluh-kesah melulu hingga lupa bersyukur.
Jangan mencari ilmu terus tanpa mau berbagi ilmu kepada orang lain. Jangan bilang
cinta anak-anak tanpa mau mendekat kepada mereka. Maka berjuanglah untuk
seimbang. Mulailah bersanding, lahir batin. Bersanding dunia dan akhirat. Jangan
membaca melulu tanpa mau menulis. Jangan berbicara melulu tanpa mau mendengar.
Hidup siapa pun pasti ada plus ada minus.
Ada suka ada duka. Ada setuju ada tidak setuju. Agar seimbang. Agar tercapai rasa
saling pengertian. Sekalipun di antara dua kutub yang berbeda. Memang, hidup
normal itu baik. Tapi lebih baik hidup seimbang. Lahir maupun batin, dunia
maupun akhirat. Salam literasi. #KampanyeLiterasi #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar