Zaman boleh canggih. Pendidikan boleh tinggi. Agama boleh paham. Tapi itu semua tidak ada guna bila manusianya dirasuki prasangka. Prasangka atau prejudice. Yaitu opini atau pendapat “buruk” tentang apa yang tidak diketahui. Anggapan yang dibangun tanpa fakta. Dan anehnya, si teman ngobrol orang yang berprasangka pun mengiyakan. Jadilah jadilah gosip, jadilah hoaks bahkan fitnah.
Menuduh orang lain
sombong karena tidak pernah ngerumpi bareng dengannya. Mundur dari pekerjaan
lalu cari-cari alasan yang menjelekkan tempat kerjanya. Menyebut curang orang lain karena kalah dalam sebuah pertandingan. Ngomongin orang lain salah padahal tidak mendengar secara langsung. Itu semua contoh
prasangka yang lazim
terjadi. Mungkin, kita ada di dalamnya.
Karena prasangka. Apa saja perbuatan baik yang dikerjakan
orang lain dianggap salah. Apa saja yang diomong orang lain katanya salah. Lalu,
hanya di pemilik prasangka yang merasa benar sendiri. Apa pun yang dilakukan orang
yang dibencinya pasti salah. Itulah manusia penuh prasangka. Yang benar, hanya
pikirannya hanya perasaannya sendiri.
Manusia penuh prasangka. Mereka yang tidak bisa lagi berpikir
objektif. Gagal bersahabat dengan kenyataan. Maunya membenci, maunya
bermusuhan. Sehingga wajar, jadi terpecah belah. Lalu kehilangan kekuatan untuk
bersama-sama. Banyak orang lupa. Manusia sebagus apapun akhlaknya. Sehebat
apapun akalnya. Sungguh, tidak akan bisa bertindak optimal bila direcoki
prasangka buruk.
Maka literasi prasangka
jadi penting. Taman bacaan pun harus eksis.
Literasi bukan hanya soal
baca-tulis. Tapi ikhtiar untuk melawan prasangka buruk siapa pun. Membaca buku adalah “obat”
agar lebih paham keadaaan. Tahu faktanya sehingga tidak bergosip atau spekulasi.
Karena prasangka,
adalah alasan orang bodoh tentang apa pun. Gerakan literasi akan meraih
“kemenangan.” Saat mampu menjadikan manusia tidak lagi berkawan dengan
prasangka buruk.
Literasi prasangka ingin
mengingatkan. Bahwa tidak ada peradaban baik yang dibangun oleh prasangka
buruk. Perbuatan baik itu nyata. Prasangka buruk itu dusta.
Peradaban baik itu ibarat senja. Tidak pernah berduka walau
menunggu waktu untuk tenggelam. Perbuatan baik itu
ibarat senja. Selalu setia menjalani waktu sore tanpa pernah meragukan kuasa
Allah. Karena peradaban baik selalu percaya. Bahwa setiap masalah itu ada untuk
mendewasakan dan menguatkan bukan menjatuhkan.
Maka
tetaplah berbuat baik dan jauhi prasangka. Karena peradaban baik tidak pernah
dibangun oleh prasangka. Keluh kesah, kebencian, caci maki, hoaks, bahkan fitnah
tidak akan pernah memperbaiki keadaan.
Karena orang baik itu bukan dilihat dari kerasnya membaca kitab suci.
Tapi dari sabar dan konsistennya menjalankan ajaran dan kebaikan dari kitab suci. Tanpa prasangka
buruk sedikitpun.
Prasangka buruk adalah musuh perbuatan baik.
Maka siapa pun untuk jadi orang baik, memang tidak harus
sempurna. Tapi selalu mencari cara untuk memperbaiki diri. Karena orang
baik selalu sadar, tidak ada yang dapat mengubah keadaan selain dirinya
sendiri. Tentu, tanpa prasangka. Salam literasi #KampanyeLiterasi
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar