Mungkin, saat ini makin banyak orang jarang sarungan?
Itu
hanya pertanyaan, bukan simpulan. Banyak orag sudah tidak suka pakai sarung.
Jarang sarungan. Sehingga gagal menahan diri lagi. Terlalu emosional dan mudah tersinggung.
Egois. Boro-boro berguna untuk orang lain. Untuk dirinya sendiri saja, masih
belum beradab. Mungkin, karena sudah jarang sarungan?
Literasi sarung jadi
penting. Karena memakai sarung atau sarungan
berarti mau menahan diri. Sebab
biasanya, apa yang ada di dalam sarung itu
"sesuatu" yang berbahaya. Makanya keris, pistol ada sarungnya. Agar tidak bahaya buat orang lain. Sayang sekali, mulut tidak ada sarungnya? Seperti jari-jari tangan di medsos pun tidak
ada sarungnya?
Sarung atau sarungan.
Bukan soal gengsi atau prestise. Tapi soal nilai-nilai. Nilai untuk menahan ego.
Mau menjaga diri dari nafsu dunia. Bahkan mampu menjaga orang lain agar tidak
mendapat keburukan darinya. Makanya sarungan, agar tidak cedera atau mencederai.
Sarungan itu ada adabnya, ada akhlaknya.
Sarung itu hanya simbol. Agar siapa pun lebih legowo dan mau menerima realitas. Saat pakai sarung, tidak ada orang besar atau orang kecil. Tidak ada pangkat atau jabatan. Semuanya setara bila
sarungan. Karena sarung tidak pernah membeda-bedakan orang. Seperti mottonya, “sarung untuk semua”.
Maka pakailah sarung. Agar mau menahan ego, berani membangun peradaban baik. Jangan asal omong, jangan asal celoteh. Apalagi menebar hoaks atau kebencian. Sungguh, tidak
ada bangsa atau lingkungan yang maju. Bila modalnya hanya omongan. Apalagi benci dan tidak suka pada orang lain.
Kata
pepatah "bagai menghasta kain sarung". Itu artinya, jauhi perbuatan
yang sia-sia. Selalu ikhtiar di jalan kebaikan. Jangan sibuk tapi tidak menghasilkan
apa-apa. Karena sudah bukan zamannya. Gawai saja makin pintar. Lalu, kenapa
manusia sudi makin tidak pintar?
Kaum sarungan. Adalah simbol mereka yang tidak bertuhan kemewahan. Tapi selalu berteman pada kesederhanaan. Seperti
pegiat literasi di taman bacaan. Mereka yang hanya fokus menebar kebaikan. Demi
tegaknya tradisi baca dan budaya literasi. Sebuah pekerjaan kecil yang
bermanfaat besar. Bukan pekerjaan besar tapi tidak ada manfaatnya.
Kaum
sarungan sadar betul. Bahwa sarung itu punya motif dan corak bermacam-macam. Seperti
hidup pun, sealu ada perbedaan. Ada yang setuju ada yang tidak setuju. Ada yang
suka ada yang tidak suka. Itu semua lazim. Jadi, tidak usah gubris perbedaan. Kan
bila tidak sama, bukan berarti tidak boleh beda?
Tapi sarung, selalu mengajarkan satu akhlak. Sarung selalu melindungi apapun
yang ada di dalamnya; selalu bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya. Salam literasi #KampanyeLiterasi
#TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar