Hidup sebab online, makin sulit dihindari.
Semua jadi serba cepat, mudah, dan instan. Bagi banyak orang, dunia
online sudah jadi kebutuhan primer. Banyak menghabiskan waktu di depan
smartphone atau computer. Dunia online kian tidak ada batasnya lagi.
Online, daring, dunia maya, mobile. Apalah itu namanya. Intinya, serba
online. Serba digital, serba bergantung pada internet. Belanja online, belajar
online, kerja online, nikah online. Ada pula utang online. gim online, ojek
online. Zaman memang sudah canggih. Lebih fleksibel, lebih keren. Tapi ada tanya
yang sulit dijawab. Apa semua yang online baik?
Buktinya, ratusan anak di Jabar masuk RS jiwa
karena kecanduan ponsel. Lebih dari 6 jam sehari main ponsel. Nonton youtube
dan main gim online hingga terganggu Kesehatan mentalnya. Bukti lainnya, pun
makin banyak artis yang terlibat prostitusi online. Apalagi di masa pandemi
Covid-19 ini, ada dugaan banyak orang “terganggu mentalnya” akibat dunia online.
Tertawa sendiri, merenung sendiri, hingga hidup di dunia tidak nyata. Mengerikan
sekali.
Hebatnya dunia online. Anak zaman now lebih memilih tidak makan
daripada tidak ada akses internet. Sibuk mencari koneksi wifi daripada
melakukan aktivitas yang produktif. Di rumah makan pun, yang ditanya colokan
listrik bukan menunya apa? Sungguh, dunia online sudah jadi gaya hidup.
Anak-anak maupun orang dewasa.
Banyak orang lupa. Dunia online tidak selalu baik. Bila tidak punya
sikap dan perilaku literat. Terlalu terbuai gaya hidup online, jadi orang yang
kamuflase. Hidup yang direkayasa. Dunia online bikin banyak orang “tidak
seindah warna aslinya”. Maka tetaplah hidup di era manual, tidak semuanya harus
online.
Seperti di taman bacaan. Membaca buku itu manual, tidak perlu
online. Karena di taman bacaan, anak-anak tetap mampu bersosialisasi. Terhindar dari kecanduan
online. Kebaikan itu nyata, bukan dunia maya. Bahkan taman bacaan pun. Kini
jadi satu-satunya “lawan tanding” anak-anak yang terancan gim online, putus
sekolah, pernikahan dini atau narkoba.
Online itu
baik. Bila tahu cara pakainya, tahu waktu untuk memakainya. Dan tetap berpijak
pada realitas. Tidak perlu memaksakan diri untuk online. Bila akhirnya jadi
orang yang tidak apa adanya. Jadi orang yang tidak sama, saat di dunia maya dan
di dunia nyata.
Dunia online itu mengerikan. Saat pemakainya tidak tahu kapan
waktunya dan untuk apa memakainya? Apalagi sekarang, 80% orang tua tidak pernah
bernasehat kepada anak-anak yang memakai ponselnya. Mampu membelikan tapi tidak
mampu menjelaskan cara pakainya.
Sungguh di dunia online. Siapa pun bisa jadi apa saja. Bahkan mampu terkesan hebat di dunia maya. Online, siapa pun bisa berkata apa saja; mencintai sekaligus
menyakiti tanpa henti. Online bikin candu, bobrok bahkan sakit jiwa. Akankah kita berdiam diri? Salam literasi #KampanyeLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar