Zaman now, banyak orang mengeluh dalam hidup. Apa saja dikeluhkan. Seakan lupa syukur. Itu bukan karena capek. Tapi karena kurang dialog. Lalu mereka lupa. Bahwa hidup itu memang harus berjuang. Berjuang untuk untuk kehidupan yang lebih baik. Bukan di dunia, tapi sesudah di dunia. Di alam yang gak fana...
Dialog gadis kecil dengan ayahnya. Di perjalanan moda MRT.
Seketika, sang Ayah mengenggam kepala anaknya. Menciumnya sambil tersenyum.
Tanda cinta sekalipun tanpa gemuruh.
"Nak, tetaplah jadi dirimu seperti perjalanan kita.
Kebaikan itu sederhana Nak, asal kamu mau melakukannya. Karena kebaikan itu tak
berbatas. Ia mudah muncul, kapanpun dan dimanapun. Asal kamu mau melakukannya.
Itulah kebaikan"
Mungkin, banyak orang sudah lupa. Dialog anak gadis dan ayahnya.
Dialog itu cara sederhana untuk mencairkan suasana. Bahkan untuk
mengisi waktu luang sekalipun. Ibarat menonton film. Kadang, daya tarik film
itu bukan berasal dari pemainnya. BUkan pula dari alur cerita atau artistiknya.
Tapi justru film itu berkesan karena dialog-dialog-nya. Dialog yang pas dan
mengena di hati penontonnya. Dialog berkelas yang punya pesan moral merasuk
kalbu. Persis seperti rasa yang sedang terbenam di diri si penonton.
"Kamu Nak, jadilah pribadi yang baik. Pribadi yang selalu
bersyukur atas setiap keadaan diri. Pelajaran itu bisa susah atau bisa gampang.
Tapi yang terpenting harus kamu hadapi dengan baik. Karena berani berhadapan
dengan realitas pun sebuah kebaikan"
Ahh, ini hanya dialog anak gadis dan ayahnya.
Tapi dialog itulah yang sering membuat seseorang senang dan
riang hati. Bahkan tidak edikit orang yang terkesima orang lain. Akibat
dialog-dialognya yang berisi, bernas lagi mencerahkan. Maka berdialog-lah,
selagi masih bisa. Dan yang penting, dialog yang positif. Karena dialog positif
itu, konon, bisa lima kali lipat membahagiakan daripada dialog yang negatif.
Dialog yang menyehatkan…
Dialog gadis kecil dengan ayahnya. Tentu gak ada yang istimewa.
Tapi penting dikisahkan. Tanda hidupnya sebuah tradisi dialog. Tradisi ngobrol
bareng yang sudah sering ditinggalkan orang. Bukan dialog tentang kekayaan,
buka pula tentang harta apalagi jabatan. Tapi dialog dari hati ke hati, dialog
yang ringan-ringan. Agar hidup jangan dilihat sebagai beban. Tapi anugerah. Dialog.
Karena siapapun yang hidup tanpa dialog, berarti mati.
Dari dialog, manusia itu diingatkan. Bahwa manusia diberi kaki
yang kuat, itu untuk melangkah ke tempat ilmu dan amal. Diberi jemari tangan
yang lentik, itu untuk menghitung berapa banyak kebaikan yang sudah ditebarkan.
Diberi bibir yang menarik, itu untuk ber-ucap perkataan yang baik.
Lalu, diberi pipi yang lesung, itu untuk menebar senyum yang
ikhlas kepada siapapun. Diberi mata yang menawan, itu untuk selalu melihat
kebaikan pada orang lain. Diberi tubuh yang sempurna, itu untuk menyisihkan
rezeki kepada orang yang kurang mampu. Bahkan diberi wajah yang bercahaya, itu
untuk membersihkan kotornya batin dalam diri.
Dialog anak gadis dan ayahnya.
Karena saat dialog, di situ ada nasehat. Hidup itu pasti ada
ujian, ada cobaan. Tinggal kita yang menyikapinya, mau menjadikan hidup kita
"lebih baik" atau "lebih pedih". Karena setiap masalah
punya dua kebisaan. Bisa "menguatkan" atau bisa
"menghancurkan". Maka Nak, pilihan itu ada pada kamu. Kamu yang
pilih mau kuat atau mau hancur. Kata orang di luar sana, mau jadi pemenang atau
pecundang.
Berdialog, kadang jadi pemicu seseorang untuk berjuang menjadi
lebih baik. Menjadikan hati yang baik, bukan wajah yang indah. Menjadikan
pikiran yang objektif, bukan otak yang berlumur segumpal subjektivitas. Ingatlah
Nak, jangan terkecoh. Karena hal-hal yang indah itu tidak selalu baik. Tapi
hal-hal yang baik akan selalu indah.
Ketahuilah
Nak, untuk menjadi lebih baik. Kadang kita harus berhenti mendengarkan orang
lain. Dan harus lebih peduli untuk mendengar apa yang disuarakan oleh hati kita
sendiri... Itu sudah cukup di zaman now #TGS #BudayaLiterasi
#PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar