Rabu, 15 Mei 2024

Taman Bacaan Ajarkan Akhlak Anak

Selain membaca buku, anak-anak pembaca aktif di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor pun diajarkan akhlak dan adab. Agar terbentuk generasi literat yang tidak hanya berilmu tapi ber-akhlak. Alasannya sederhana, seorang penuntut ilmu jika tidak dihiasi diri dengan akhlak mulia, maka tidak ada faedah dari ilmu yang dimilikinya. 

 

Tentu saja, menjadi orang yang berilmu itu penting. Namun, menjadi orang yang punya akhlak dan beradab jauh lebih penting. Tidak ada ilmu yang didapat tanpa akhlak dan adab yang mendahuluinya. Mngucapkan sal saat datang, cium tangan, hingga bertutur santun menjadi akhlak yang diajarkan di TBM Lentera Pustaka, termasuk menunjukkan wajah berseri di hadapan orang lain saat bertemu. "Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia" (HR. Al Hakim).

 


 

Hari ini, bisa jadi banyak orang yang berilmu. Tapi sayangnya, mereka terlalu gampang meremehkan orang lain. Mudah menyalahkan orang lain sambil mencela, berperangai jahat, dan bahkan berlidah kotor. Terlalu gampang mengabaikan akhlak yang mulia. Karenanya di manapun, junjung tinggilah akhlak dan adab. Belajarlah akhlak-adab sebelum ilmu, sebab ilmu tanpa adab hanya akan membuat pemiliknya sombong. Ingatlah iblis, ilmunya tinggi tapi dilaknat sebab kesombongannya.

 

 

Karena itu, "Janganlah meremehkan kebaikan sedikitpun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri" (HR. Muslim no. 2626). Oleh karenanya, milikilah akhlak yang baik dan utamakan adab di manapun daripada sekadar ilmu yang tinggi. 

 

Maka di taman bacaan dan di manapun, lebih baik perbaiki akhlak dan adab terus-menerus. Daripada menambah ilmu namun untuk merendahkan orang lain. Karena hanya, akhlak yang baik yang mampu mengarahkan ilmu menjadi lebih bermanfaat untuk orang banyak. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #KopiLentera #TamanBacaan 

 



 


Selasa, 14 Mei 2024

Literasi Pensiunan, Seperti Apa Hari Tua Anda Nanti?

Pensiun berarti berhenti bekerja dan menikmati hidup dengan dana yang dibentuk saat masih masih bekerja. Siapapun saat pensiun sudah tidak bekerja lagi, maka tidak punya penghasilan lagi. Maka seluruh biaya hidupnya di masa pensiun, pasti ditanggung dari tabungan atau dana pensiun yang dimilikinya selagi bekerja. Tapi sayangnya, banyak pensiunan di Indnesia saat ini tidak benar-benar pensiun. Namun, hanya berganti pekerjaan alias bekerja lagi.

 

Mengapa setelah pensiun masih bekerja lagi? Tentu saja, bila setelah pensiun bekerja lagi sebagai aktualisasi diri tidak jadi masalah. Tapi kebanyakan, pensiunan bekerja lagi biasanya karena tidak memiliki dana pensiun yang cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan tidak sedikit yang sudah pensiun tapi anak-anak masih menempuh pendidikan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mau tidak mau, akhirnya pensiunan bekerja lagi.

 

Memang benar, faktanya hari ini, 9 dari 10 orang Indonesia tidak siap untuk pensiun. Akibat tidak adanya ketersediaan dana yang cukup untuk masa pensiun atau hari tua. Makanya, 3 dari 4 pensiunan di Indonesia berharap mendapat bantuan finansial dari anaknya. Hal ini disebabkan tidak adanya tabungan yang cukup untuk hari tua. Hanya 5% dari ratusan juta pekerja di Indonesia yang memiliki program pensiun. Sehingga realitas hari tua atau masa pensiun di Indonesia hari ini adalah 7 dari 10 pensiunan mengalami masalah keuangan (bila tidak mau disebut kesulitan ekonomi).

 

Banyak pekerja belum mengetahui, bahwa siapapun yang bekerja pada akhirnya akan pensiun. Sehebat-hebatnya cinta pekerjaan pasti akan pensiun bila waktunya tiba. Karenanya hari tua tidak mungkin dihindari tapi harus dipersiapkan. Cepat atau lambat, siapapun akan pensiun. Masalahnya, sudah seberapa siap kita bila usia pensiun tiba?

 

Pada kenyataannya, hanya ada 5 )lima) kondisi pekerja di hari tua. Mungkin salah satunya akan dialami kita saat masa pensiun nanti. Karena itu, masa pensiun harus dipersiapkan sejak dini. Adapun kelima kondisi pekerja di masa pensiun, adalah sebagai berikut:

1.     Sejahtera, yang berarti seluruh kebutuhan di hari tua tetap terpenuhi sekalipun sudah tidak punya penghasilan lagi. Tidak punya utang dan dana pensiun untuk hari tuanya lebih dari cukup  untuk hidupnya. Sehingga dapat menikmati masa pensiun dengan nyaman sambil menimang cucu atau menekuni hobby yang tertinggal di masa bekerja.

2.     Berkecukupan, yang berarti kondisi keuangan di masa pensiun sama dengan saat bekerja. Biaya dan gaya hidup di masa pensiun tetap sama dengan saat bekerja. Bisa menikmati masa pensiun dengan tenang.

3.     Bekerja lagi, yang berarti berarti tetap bekerja di masa pensiun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sejauh kondisi fisik dan mental masih mampu tentu tidak masalah. Kondisi ini berarti masih bersusah payah di masa pensiun.

4.     Bergantung kepada anak, yang berarti tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup di masa pensiun sehingga bergantung bantuang finansial dari anak-anaknya. Bila anaknya berkecukupan tidak masalah tapi bila anaknya tidak mampu, pasti akan menjadi masalah. Kondisi pensiun seperti ini sangat berisiko secara keuangan.

5.     Jatuh miskin, yang berarti sama sekali tidak mampu membiayai kebutuhan hidup di masa pensiun. Jangankan gaya hidup, kebutuhan hidup mendasar saja sulit untuk terpenuuhi. Kondisi ini sangat mengenaskan bila terjadi di masa pensiun.

 


Maka suka tidak suka, masa pensiun harus dipersiapkan sejak dini. Salah satu caranya adalah melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK merupakan “kendaraan” yang paling pas untuk mempersiapkan masa pensiun atau ari tua seoarang pekerja. Setidaknya ada 3 (tiga) keuntungan pekerja yang memiliki DPLK, yaitu: 1) adanya pendanaan yang pasti untuk masa pensiun atau hari tua, 2) adanya hasil investasi yang signifikan saat masa pensiun tiba, dan 3) adanya fasilitas perpajakan saat manfaat pensiun dibayarkan.

 

Tentu, tidak satupun pekerja yang ingin hidup susah di hari tua, Karenanya, masa pensiun memang harus dipersiapkan dari sekarang. Mumpung masih ada waktu, masih ada penghasilan yang bisa disishkan untuk masa pensiun, saat tidak bekerja lagi, Karena masa pensiun yang sejahtera, kalau bukan kita yang persiapkan sendiri, mau siapa lagi? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

Senin, 13 Mei 2024

Literasi Senyum, Meredakan Kegelisahan

Saat melihat cucu saya Aleena tersenyum, makin jelas bahwa setiap senyum mengandung kekuatan yang luar biasa. Selain menjadi ungkapan syukur, senyum juga jadi simbol kehangatan dan kemurahan hati seseorang. Senyum Aleena, senyuman gadis kecil nan polos lagi penuh ketulusan.

 

Jangan lupa senyum. Karena senyum itu kebaikan kecil yang bisa diperbuat oleh siapapun. Bahkan sebagian orang percaya, bahwa senyum mampu menyembuhkan luka, meredakan kegelisahan, dan mengubah suasana hati. Senyum itu pelipur lara yang tidak terucapkan, menyebar seperti sinar mentari yang menerangi kegelapan. Lalu, kenapa banyak orang hari ini masih susah tersenyum?

 

Di banyak tempat, gerakan tubuh seperti geleng-geleng kepala dan mengangguk-angguk, bisa jadi berbeda maknanya. Tapi senyum yang tulus, di manapun, pasti punya makna yang sama. Senyum bukan hanya sekadar gerakan otot wajah, tetapi juga merupakan keindahan yang menghiasi dunia dengan kehangatan dan kebaikan. 

 

Maka ada yang bilang "senyummu adalah hadiah terindah untukku". Karena senyum adalah sebuah ekspresi hati atau ungkapan perasaan kegembiraan dan kebahagiaan dari seseorang. Tidak peduli sadar atau tidak sadar, bahasa senyuman pasti sama maknanya. Siapapun yang menerima senyuman pasti senang dan bahagia. 

 

Siapapun, mungkin boleh gagal mengejar impian. Boleh kecewa karena harapan berbeda dengan kenyataan. Bahkan boleh marah karena kesal dan emosi. Tapi apapun alasannya, jangan pernah tinggalkan senyuman. Tetaplah tersenyum pada siapapun, di saat kondisi apapun.

 


Senyum bukan hanya indah. Tapi senyuman adalah kebaikan sederhana yang dimiliki semua orang. Tersenyumlah saat bahagia; karena ia menjaga waspada. Tersenyumlah saat duka; karena ia meneguhkan sabarnya. Tersenyumlah saat berjuang; karena ia memaniskan pengorbanan.

 

Senyum pada kekasih; pasti menyuburkan cinta. Senyum pada musuh; pasti mencekamkan hormat. Senyum pada pendengki; pasti menjejalkan sesal. Senyum pada si ramah; pasti menjalinkan tulus. Senyum pada si marah; pasti menuangkan sejuk. Senyum pada si gelisah; pasti mengalirkan rasa tenteram. Dan senyuman seorang cucu pun menghadirkan kebahagiaan.

 

Jangan lupa tersenyum. Senyumlah pada si papa; ia pelipur lara. Senyumlah pada si kaya; ia mahal harganya. Senyumlah pada si aniaya; ia cahaya untuk gelap hatinya. Dan senyum adalah akhlak jelita seseorang; pada saudara senyumnya mengembang, di kala mereka sedang berbincang {Habib ibn Abi Tsabit}.

 

Mudahkan tersenyum, sulitkan cemberut. Karena di balik rintangan, selalu ada senyum yang menanti untuk merayakan kesuksesan. Jangan biarkan apapun dan siapapun merenggut senyum kita, karena senyum lebih kuat dari segalanya. Senyum adalah bahan bakar, sehingga rintangan akan terlihat lebih kecil dari sebenarnya.

 

Kita boleh berbeda soal apapun. Tapi kita punya bahasa dan makna yang sama soal sentuman. Tersenyumlah sekarang. Karaka pada dunia, kita masih bisa tersenyum. Ya Allah, mampukan kami tersenyum karena-Mu. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan

Di Balik Kasus PHK Speatu Bata, Pentingnya Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja

Akibat sepi order dan mungkin kalah bersaing, akhirnya pabrik sepatu “Bata” yang legendaris di Indonesia dinyatakan tutup. Sekitar 233 karyawan Bata pun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bersyukurnya, sesuai berita yang beredar, karyawan yang di-PHK mendapat kompensasi pesangon sesuai regulasi yang berlaku. Karena sesuai PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pada pasal 40 ayat 1) ditegaskan bahwa, “Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima“.

 

Adapun acuan pembayarannya terdiri dari: a) uang pesangon, b) uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos. Sedangkan sebab pemutusan hubungan kerja (PHK), bisa terjadi atas sebab pensiun, meninggal dunia, atau efisiensi perusahaan. Terlepas dari persoalan bisnis, membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak kepada karyawan dari perusahaan hukumnya wajib. Khususnya saat terjadi pemutusan hubungan kerja. Tapi sayangnya, saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mencadangkan dana sejak dini untuk pembayaran uang pensiun atau pesangon karyawannya. Padahal cepat atau lambat, uang pensiun atau pesangon karyawan pasti dibayarkan oleh perusahaan.

 

Nah, bercermin dari kasus pemutusan hubungan kerja dari pabrik sepatu “Bata” dan sesuai regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, maka perusahaan atau pengusaha penting memiliki Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja (PPDKP). Tujuannya untuk menyiapkan pembaran uang pensiun atau pesangon karyawan pada saat dibutuhkan atau waktunya tiba. PPDKP merupakan cara atau strategi perusahaan untuk mendanaka kewajiban imbalan pascakerja kepada karyawannya.  

 

Setidaknya ada 7 alasan, kenapa perusahaan atau pengusaha perlu menyiapkan program pensiun dana kompensasi pascakerja:

1.     Untuk menghindari masalah cash flow atau arus kas perusahaan bila karyawan mencapai usia pensiun atau di-PHK.

2.     Untuk meminimalkan biaya perusahaan akibat karyawan pensiun atau membayarkan  pesangon karyawan.

3.     Untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

4.     Untuk memenuhi kewajiban pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang harus diterima karyawan saat pensiun atau berhenti bekerja.

5.     Untuk mengurangi pajak penghasilan badan (PPH 25) karena iuran perusahaan yang dibayarkan ke dana pensiun dianggap sebagai biaya.

6.     Menjadi asset program sesuai dengan PSAK 24 terkait kewajiban imbalan pascakerja yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan

7.     Menjadi nilai tambah perusahaan karena memiliki program dana pensiun untuk karyawannya.


 

Lalu, bagaimana caranya perusahaan atau pengusaha mempersiapkan ketersediaan uang pensiun atau pesangon karyawannya? Tentu sangat mudah, salah satunya dapat dilakukan dengan mendanakan uang pensiun atau pesangon karyawan melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) pada program pensiun dana kompensasi pascakerja (PPDKP). Karena DPLK merupakan “kendaraan” yang paling pas untuk mempersiapkan uang pensiun atau pesangon karyawan, termasuk untuk pembayaran pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

Karena melalui DPLK, setidaknya ada 3 (tiga) keuntungan perusahaan atau pengusaha, yaitu: 1) adanya pendanaan yang pasti untuk pembayaran masa pensiun atau uang pesangon, 2) adanya hasil investasi yang signifikan sehingga dapat meminimalkan biaya perusahaan, dan 3) adanya fasilitas perpajakan saat dana dicairkan sebagai manfaat pensiun atau manfaat pensiun lainnya.

 

Jadi, bercermin dari PHK di pabrik Sepatu Bata, mulailah berani untuk mempersiapkan dana kompensasi pasca kerja melalui program pensiun. Agar jangan sampai, perusahaan “gagal bayar” uang pensiun atau uang pesangon saat dibutuhkan. Salam literasi #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

 

TBM Lentera Pustaka Imbau Stop Acara Perpisahan Sekolah Pergi ke Luar Kota, Nggak Bahaya Tah?

Terlepas dari pengusutuan yang dilakukan pihak Kepolisian, faktanya acara perpisahan SMK Lingga Kencana Depok merenggut nyawa 11 orang. Akibat kecelakaan salah satu bus yang digunakan di daerah Ciater Subang. Dunia pendidikan patut berduka, bila akhirnya acara perpisahan sekolah justru menjadi “duka abadi” bagi para orang tua siswa yang meninggal dunia.

 

Melalui tulisan ini, saya mengimbau Kemdikbud RI atau Dinas Pendidikan provinsi atau kabupaten/kota sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan terkait acara perpusahaan – study tour atau wisuda sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”. Sungguh, terlalu besar risiko yang bisa terjadi dari acara perpisahan sekolah model seperti itu. Apa sih tujuan acara perpisahan sekolah? Setidaknya, ada 5 (lima) pertimbangan untuk menyetop acara perpisahan sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”, yaitu:

1.     Panitia atau pihak sekolah sering kali lalai soal kelayakan bus yang digunakan untuk acara perpisahan, dengan alasan “mencari yang sesuai budget” sehingga mengancam keselamatan siswa atau peserta acara perpisahan sekolah.

2.     Perpisahaan sekolah ke luar kota sering kali membuat orang tua khawatir dan was-was akan keselamatan anak-anaknya karena soal yang kerap diabaikan, seperti kelayakan bus, kualitas makana, atau keselamatan  siswa di lokasi atau objek wisata yang dikunjungi.

3.     Bila tujuan acara perpisahan sekolah ke objek wisata, sudah bukan saatnya lagi untuk dikunjungi. Siswa bisa kok mempelajari objek wisata tersebut melalui internet atau menyerahkannya kepada orang tua.

4.     Biaya acara perpisahan sekolah sering kali “memberatkan” orang tua, sehingga orang tua jadi serba salah atau terpaksa. Dipaksakan tapi tidak ada uangnya atau utang ke sana-ke sini. Bila tidak dipaksakan, merasa kasihan pada anaknya.

5.     Tata kelola acara perpisahaan sekolah sering kali hanya memikirkan “saya dapat apa?” dari acara itu, bukan keselamatan siswa. pihak sekolah harus sadar akan hal ini, silakan dievaluasi?

 

Jadi, stop saja acara perpisahan sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”. Lebih baik acara perpisahan dilakukan di sekolah, dengan menghadirkan orang tua dan siswa bisa unjuk kreasi atas kemampuan atau keterampilan yang dimilikinya. Apalagi di level SMA/SMK, kelulusan sekolah bukanlah akhir. Justru menjadi awal dimulainya kompetisi untuk mendapatkan “kampus negeri” yang terhormat, yang tidak mudah untuk meraihnya. Belum lagi, Uang Kuliah Tunggal (UKT) berbagai kampus saat ini “naik signifikan”. Lebib baik uang perpisahan sekolah ditabung untuk biaya masuk kuliah anak.

 


Acara perpisahan sekolah, study tour bahkan wisuda TK, SD, SMP, dan SMA/SMK kini jadi fenomena yang sulit dibantah di dunia pendidikan. Maka semua aktivitas perpisahaan, study tour atau wisuda sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota” patut ditinjau kembali. Setidaknya, harus ada “standar prosedur” yang ketat bila mau dijalankan oleh pihak sekolah. Menurut saya, sudah bukan zamannya perpisahan sekolah dilakukan dengan “pergi ke luar kota”. Terlalu risiko tinggi dan berpotensi mengabaik keselamatan siswa dan guru. Untuk apa acara perpisahan sekolah akhirnya merenggut nyawa siswa seperti yang terjadi pada siswa SMK Lingga Kencana Depok?

 

Selain memberatkan orang tua, acara perpisahan sekolah ke luar kota pun tidak mendidik sama sekali. Justru sebaliknya, mengajarkan siswa untuk bergaya hidup hedonis, apalagi di era media sosial seperti sekarang. Perpisahan sekolah cuma jadi konten media sosial semua pesertanya. Bahkan tidak sedikit sekolah yang dalihnya “keterbatasan dana” akhirnya menghalalkan segala cara agar perpisahan sekolah tetap bisa terlaksana.

 

Di tengah gempuran era digital dan gaya hidup modern, harusnya sekolah menjadi institusi penting untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa yang kokoh dan peduli. Bukan justru ikut-ikutan tren dan fenomena masyarakat. Maka suka tidak suka, sekolah sebaiknya kembali kepada “khittah” sebagai lembaga yang mendidik kepribadian siswa dan membangun kecerdasan intelektual siswa, bukan yang lainnya. Sudah terlalu peristiwa tragis di balik acara perpisahan sekolah di negeri ini. Belum lagi “cerita miring” orang tua yang galau atau was-was saat sekolah menggelar acara perpisahan ke luar kota. Faktanya, acara perpisahan sekolah ke luar kota tidak menjadikan siswa lebih baik.

 

Lebih baik di-stop acara perpisahan sekolah ke luar kota. Bila tidak, tinjau ulang tata kelolanya lebih baik dan lebih ketak demi keselamatan siswa dan guru. Apalagi hanya hura-hura pergi ke objek wisata. Ubah acara perpisahan sekolah yang lebih edukatif dan membangun kepekaan sosial, seperti menanam pohon, bakti sosial, membantu korban bencana atau aksi bersih lingkungan yang jelas-jelas mendidik karakter siswa. Carilah bentuk acara perpisahan sekolah yang lebih esensi, daripada seremoni semata.

 

Colby dan Damon (1992) dalam bukunya “Kehidupan Kontemporer dengan Komitmen Moral” menegaskan komitmen terhadap nilai untuk menginspirasi orang lain terkadang semakin berbahaya jika berlangsung secara terus menerus dan konsisten, sehingga menjadi budaya. Kini sekolah-sekolah tampaknya, berlomba-lomba untuk tampil lebih hebat dan lebih baik daripada sekolah lainnya, dengan menjadikan perpisahan dan study tour sebagai ajang kemewahan dan eksistensi diri. Begitulah realitas yang terjadi di acara perpisahan sekolah-sekolah saat ini.

 

Maka, stop acara perpisahan sekolah, Jangan ada lagi masyarakat “dikejutkan” dengan kejadian seperti kecelakaan bus acara perpisahan SM Lingga Kencana Depok. Untuk apa acara perpisahan justru menjadi ajang untuk berpisah selama-lamanya, antara anak dan orang tuanya? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #KopiLentera #TamanBacaan

 



Kamu Mulai Jenuh Ya, Ngopi Dulu Aja

Mungkin, tidak sedikit orang di sekitar kita gampang mengeluh tentang keadaan hidupnya. Pemicunya, bisa jadi soal keadaan ekonomi, soal pekerjaan, jodoh, rumah tangga, lingkungan, dan berbagai masalah lainnya. Mengeluh, seolah-olah nasibnya jelek. Merasa bahwa keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Hari ini pun masih mengeluh. 

 

Bila dipikir lebih mendalam, semestinya tidak ada istilah nasib buruk dan nasib baik. Sebab nasib sangat tergantung dari diri kita sendiri. Nasib tidak terjadi tanpa sebab. Tapi nasib, pasti erat hubungannya dengan ikhtiar yang kita lakukan. Nasib itu akibat dari apa yang kita kerjakan.

 

Tentu saja, nasib tiap orang berbeda. Karena niat dan ikhtiarnya pun berbeda. Tapi apapun nasibnya, perlu sikap yang bijak dalam menghadapi keadaan, baik atau buruk sekalipun. Agar tidak melulu mengeluh, tanpa berjuang untuk sabar dan bersyukur. Berpikir positif saja, agar tetap mau ikhtiar yang baik. Karena terlalu percaya pada nasib pun akan membuat seseorang menjadi pasif dan makin banyak mengeluh. Akibat harapan tidak sesuai dengan kenyataan.

 

Allah SWT menegaskan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (QS. Ar-Ra'd : 11). Maka jelas, nasib sangat bergantung pada ikhtiar kita sendiri. Ubahlah cara pandang tentang nasib. Nasib hanya soal mind set.

 


Lalu, bagaimana cara mengubah nasib kita? Mungkin banyak literatur yang membahas itu. Tapi cara yang paling sederhana adalah "memperbanyak berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama" seperti yang saya lakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Bogor. Berkiprah secara sosial untuk membantu banyak orang walau hanya melalui buku-buku bacaan. Agar anak-anak kampung terbebas dari putus sekolah atau pernikahan dini. Setelah ikhtiar baik, tentu yang tidak kalah penting meningkatkan sikap sabar dan syukur dalam segala keadaan. Karena apapun yang kita alami dan miliki, semuanya memang sudah pantas untuk kita. 

 

Dan seringkali, hidup kita makin berat, dada terasa sempit, bahkan masalah tidak kunjung selesai. Karena kita sering kali tidak melibatkan Allah SWT dalam urusan kita. Maka libatkan Allah dalam soal apapun. Minta petunjuk-Nya. Bila niat dan ikhtiar sudah baik, maka serahkan selebihnya kepada Allah. Mau sulit, mau masalah libatkan Allah. Karena hanya karena pertolongan Allah, kita akan lebih baik dan lebih baik lagi.

 

Jadi, berhentilah mengeluh soal keadaan apapun. Karena apa yang terjadi hari ini, bisa jadi cara Allah untuk "menaikkan kelas" kita di esok hari. Atau minimal, apa yang dialami kita hari ini ternyata justru didambakan orang lain. Bersyukurlah lebih banyak. Agar keluhan itu pergi dan berganti berkah-Nya.

 

Tapi bila masih jenuh pada nasib, ngopi dulu saja di Kopi Lentera, tempat ngopi sambil naca buku di TBM Lentera Pustaka. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan



Minggu, 12 Mei 2024

Literasi Kebaikan, Ekonomi Nggak Kemana-mana Utang Dimana-mana

Kemarin seorang kawan lama datang ke TBM Lentera Pustaka. Terakhir bertemu 9 tahun lalu. Katanya dari kota Bogor dan menyempatkan mampir sekalian silaturahim dan melihat taman bacaan. Alhamdulillah bisa ketemu di TBM, kata saya.

 

Sambil santai, kami nongkrong di Kopi Lentera. Memesan minuman dan cemilan. Sambil menyalakan sebatang rokok dan menikmati senaj di kaki Gunung Salak. Dia pun mulai bercerita, masa-masa lampau. Dia yang bilang, “Gila ya, TBM Lentera Pustaka berkembang terus. Gue lihat di medsos-nya. Makanya pengen banget main ke sini” ujarnya.

 

Sementara gue, rumah masih nyicil. Ekonomi kayaknya nggak kemana-mana. Malah utang yang di mana-mana. Sempat ngojek online tapi ya begitu deh. Sekarang juga lagi nabung buat keperluan anak kuliah. Maklum, kalau nggak disiapin dari sekarang. Bisa-bisa anak nggak kuliah. Sambil santai dia menjelaskan dan meminta pendapat saya.

 

Saya pun bicara apa adanya, sesuai pengalamam diri sendiri. Saya bilang, apapun ya jalani saja sepenuh hati. Tetap ikhtiar yang baik, selebihnya sabar dan tetap bersyukur. Dan satu lagi yang penting, perbanyaklah berbuatlah kebaikan, sebanyak-banyaknya di mana pun. Sekali lagi, perbanyak saja berbuat baik dan menebar manfaat untuk orang lain. Nggak usah dipikir apa untungnya kita? Nggak usah pula peduli apa yang orang lain katakan! Terus aja berbuat baik, Insya Allah tetap sehat dan nyaman menjalani apapun. Apalagi urusan rezeki, pasti lancer. Sekarang ini banyak orang rajin mencari rezeki tapi lupa memberi. Sesederhana itu saja yang saya lakukan di TBM Lentera Pustaka. Taman bacaan sudah jadi ladang amal saya.

 

Jadi pesannya, perbuat saja kebaikan sebanyak-banyaknya. Jangan gampang menyerah saat berbuat baik. Jangan pelit menebar manfaat di mana pun. Dan jangan bingung soal rezeki, sudah ada jatahnya masing-masing. Cukup niat dan ikhtiar yang baik. Lalu, sediakan waktu khusus untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya. Insya Allah, kalau kita sibuk berbuat baik. Apapun bisa terjadi, di luar rencana dan logika kita. Itulah yang disebut “rezeki yang datang tidak pernah diduga-duga”.  

 

Asal mau berbuat baik dan menebar manfaat ke orang lain. Sudah pasti, semuanya jadi amal soleh. Hutang pasti terbayar, rezeki pasti mengalir deras. Badan pun sehat wal afiat. Dan pikiran tetap tenang dan nyaman, tidak ada beban sama sekali. Kata orang istilahnya “ada saja rezeki yang menyapa”. Buah dari berbuat baik itu, sejatinya akan jadi solusi yang ditunggu banyak orang. Tapi sayang, sering kali diabaikan atas nama kesibukan dunia.

 

Sek


arang ini zamannya sudah beda. Dulu, orang yang hemat dianggap akan cepat kaya. Ternyata justru sengsara. Bahkan malah semakin sulit hidupnya. Dulu, orang berpikir “ngapain berbuat baik untuk orang lain”, kayak kita sudah kelebihan. Kita saja belum cukup, ngapai peduli pada orang lain. Ternyata, anggapan itu semuanya tidak benar. Salah dan merugikan. Berbuat baik dan membantu orang lain itu bagus, karena jadi menggampangkan urusan kita.

 

Nggak usah terlalu banyak mikir untuk berbuat baik. Apalagi mencari-cari alasan atas nama waktu dan kesibukan. Jalani saja berbuat baik, tanpa banyak mikir. Kan katanya bila memudahkan urusan orang pasti urusan kita dimudahkan. Bila membuat orang lain bahagia, maka kita pasti dibahagiakan. Persis seperti orang berdoa. Saat kita berdoa maka malaikat pun turut mendoakan. Senangkan dulu Allah, maka Allah pun akan senangkan kita. Karena tiap perbuatan baik di mana pun pasti pada saatnya akan kembali menyapa kita.

 

Sementara siapapun yang berbuat buruk, dasarnya hanya sentiment dan egoisme, apalagi iri, benci, dan dendam. Pasti akan kembali ke dirinya sendiri. Hidupnya malah makin susah dan sia-sia belaka. Hidup yang tidak sehat, tidak berkah. Karena isinya hanya keburukan, terlalu gampang iri dan benci pada orang lain.

 

Jadi, nggak usah banyak mikir. Perbanyaklah kebaikan dalam hidup. Karena kebaikan itu justru untuk diri kita sendiri. Banyak orang tadinya “bingung duit tiba-tiba abis”. Tapi karena kebaikan yang diperbuat malah “bingung duit nggak abis-abis”.

 

Saat berbuat baik, terkadang kita tidak pernah tahu di mana menyebar bibit karena lupa.

Tapi pada akhirnya, air hujan akan menunjukkan dengan tumbuhnya bibit atau biji yang pernah kita tebarkan. Salam literasi #KopiLentera #Tamanbacaan #TBMLenteraPustaka

Arti Kehilangan

Pasti semua orang pernah kehilangan ya. Kehilangan dompet di jalan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang tua, bahkan kehilangan harta-benda sekalipun. Sedih wajar tapi tidak usah berlarut-larut. Segeralah bangkit dan temukan kembali yang pernah hilang. Tidak apa-apa hilang, Yoh nanti akan ada gantinya.

 

Begitu pula dalam pergaulan. Kita bisa saja kehilangan teman yang selama ini dekat dengan kita. Kehilangan kawan ngobrol, bahkan kehilangan rekan yang sering memuji kita, atau pernah kawan yang pernah kita banggakan. Sekali lagi, tidak apa-apa. Kehilangan itu sebuah kodrat.

 

Apapun yang hilang, tidak apa sahabat. Sikapi dengan bijak dan realistis. Bahwa hilang itu bisa terjadi kapan saja dan soal apa saja. Asal jangan kehilangan jati diri dan semangat untuk menjadi lebih baik. Karena bumi masih berputar, matahari pagi pun masih terbit. Selama air masih mengalir, dan cinta-Nya tidak pernah berkurang pada diri kita, tidak apa-apa kehilangan apapun selagi di dunia. Asal jangan kehilangan Allah SWT, jangan sampai kehilangan Tuhan.

 

Coba renungkan, kapan kita akan menengok k atas. Pasti ketika menengok kanan dan kiri, melihat ke depan dan belakang ternyata tertutup tembok semua. Tidak ada pilihan selain menengok ke atas. Dan di atas itulah kita bisa berdialog dengan Allah, bertutur dengan-Nya.

 

Saat kehilangan, justru Allah ingin membuat kita melihat sejenak ke atas. Untuk menyebut dan menegaskan "masih ada Allah" sang pemilik langit dan bumi beserta isinya. Jadi kehilangan apapun soal dunia tidak masalah. Tapi saat menengok ke atas, maka Allah mengingatkan bahwa kita itu istimewa di mata-Nya. Kita dipilih-Nya, kita begitu disayang-Nya. Sehingga masih tetap sehat dan masih mampu dekat dengan-Nya. Sekaligus mengingatkan, mungkin selama ini melalaikan-Nya. Kita terlalu angkuh dan arogan hingga menutup mata akan semua cinta-Nya. Terlalu menggunakan nafsu dan logika yang tidak sepenuhnya benar untuk berjalan.

 


Apapun yang hilang dari kita itu hanya sementara. Dan Allah pasti akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Memang begitu hukum alamnya. Maka tetaplah ikhtiar yang baik, sabar dan bersyukur di segala keadaan. Ingat, the show must go on. Jadi, hadapi dan jalani saja apa adanya sambil tetap berharap hanya kepada-Nya, bukan kepada manusia lainnya.

 

Hilang dan hilang, tidak apa-apa. Tidak dihargai tidak apa, tidak dipedulikan tidak apa juga. Lalu semuanya habis, pergi, dan menjauh. Sungguh tidak apa-apa. Karena saat itu terjadi, justru kita akan segera menemukan yang pas untuk kita.

 

Tenang saja saat kehilangan. Karena di sanalah kita akan menemukan jati diri kita yang sebenarnya. Lalu menemukan Ilahi Rabbi sang penguasa alam. Sehingga sirna semua gelap yang pernah ada.

 

Seperti kata Rumi, "Aku kehilangan segalanya. Namun aku menemukan diriku...". Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #KopiLentera