Suatu kali, saya pernah melihat anak laki-laki begitu dimanjakan. Makan disuapin, mandi dimandiin, hingga sekolah pun ditungguin seharian. Si anak laki-laki pun seringkali merengek, apa-apa yang diminta pasti pakai ngambek. Akhirnya si ibu selalu nurut apa kata anak laki-lakinya.
Setelah diamati,
ternyata si ibu memang terlampau memanjakan anak laki-lakinya. Saking sayangnya
mungkin. Tapi seiring waktu berjalan, si anak laki-lakinya kini tidak bisa
apa-apa, selalu bergantung pada ibunya. Anak laki-laki terlalu dimanjakan.
Mungkin, niat ibunya sudah baik. Tapi sayang, caranya salah.
Ini pendapat subjektif
sih. Mungkin, anak laki-laki berhak jadi “raja” atau dimanjakan saat usianya di
bawah 3 tahun. Jangan dimanjakan hingga usia 20 tahun, pasti akhirnya tidak
bisa apa-apa. Tidak mandiri bahkan gagal berinteraksi sosial. Bahkan berpotensi
besar menyusahkan orang tua di kemudian hari.
Banyak orang tua lupa.
Cinta dan kasih sayang kepada anak laki-laki bisa jadi ‘delicious poison’ alias
“racun yang lezat” yang bisa “membunuh” kemandirian dan kreativitas si anak
laki-laki tadi. Bahkan daya survival di anak pun runtuh. Maka jangan manjakan
anak laki-laki.
Biarlah anak laki-laki
itu makan sendiri, mandi sendiri. Suruh saja anak laki-laki cuci piring, cuci
pakaiannya sendiri. Bila perlu suruh masak, biar bisa makan dari masakannya
sendiri. Anak laki-laki harus bisa mandiri, harus mampu mengerjakan apapun sendiri.
Apapun alasannya.
Saya punya dua anak
laki-laki, anak ke satu dan ke dua. Khusus anak ke dua, dia begitu mandiri.
Sejak SMA sudah keluar dari rumah karena sekolah di SMAN CMBBS di Pandeglang
selama 3 tahun. Setelah itu, diterima di Prodi Statistika FMIPA Brawijaya
Malang. Harus kos dan mengatur segalanya sendiri. Selebihnya hanya berkabar via
handphone, sesekali menengok ke Malang. Jangankan dimanjakan, ingin ketemu
berlama-lama saja tidak bisa. Karena memang sudah tidak serumah sejak SMA
hingga selesai kuliah.
Dia lulus S1 dari Univ.
Brawijaya Oktober 2023 lalu. Sejak November 2023 sudah bekerja di perusahaan
swasta. Dan kemarin saya dikirimi fotonya saat menjadi pembicara Seminar
berbayar “Portofolio Investasi melalui SAA (Strategic Asset Allocacation)” di
Batam (21-23 Agustus 2024). Terus terang, sebagai orang tua, saya bangga dan
bersyukur. Kini, dia seorang statistician di tempatnya bekerja, di samping
tengah mendalami ilmu Aktuaria.
Dari caranya berdiri,
saat presentasi, tampak dia begitu mantap dan sangat menguasai ilmunya. Dia
bukan anak yang manja dan tidak tergantung pada orang tua lagi. Sangat mandiri
dan bisa melangkah pasti untuk masa depannya. Saya hanya membatin, “Proud of you
Nak!”. Alhamdulillah, semoga Allah selalu memberi sehat dan berkah dalam
hidupnya.
Jangan memanjakan anak
laki-laki, apalagi memperlakukannya berlebihan. Ini tidak boleh itu Tidka
boleh, terlalu banyak larangan. Biarkan anak laki-laki berproses dalam
hidupnya. Agar lebih mandiri, lebih kreatif, dan yang penting mampu bertahan
hidup dalam kondisi apapun.
Bekalo saja pendidikan
dan ilmu yang tinggi untuk anak laki-laki. Sesuai kemauan dan passion-nya. Agar
kelak bisa hidup dengan ilmunya, bukan dengan hartanya. Ilmu pasti menjaga kita
di mana pun, kalau harta justru kita yang menjaganya.
Anak laki-laki kita akan
hidup di zamannya. Sedangkan orang tua, pasti akan meninggalkannya kelak.
Didiklah anak laki-laki agar tetap survive dengan kemampuannya, dengan
tantangan dan kemandiriannya. Syukur-syukur bisa jadi pemimpin yang baik, minimal
bagi keluarganya.
Jangan manjakan anak
laki-laki. Percuma ganteng atau pendidikan tinggi. Bila akhirnya tidak mau
turun ke liang lahat untuk menguburkan orang tuanya. Jadikan anak berbakti,
bukan bermanja ria. Agar mampu bertahan hidup di segala kondisi dan mau
mendoakan orang tuanya. Salam literasi #AnakLakiLaki #TBMLenteraPustaka
#CatatanLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar