Saat ngopi sambil baca buku di Kopi Lentera di kaki Gunung Salak Bogor, salah seorang kawan bercerita tentang kondisi dirinya yang harus melepaskan aset-aset yang telah dimilikinya. Bekerja keras dan mengumpulakn aset bertahun-tahun, hilang begitu saja akibat satu dua masalah yang menerpanya. Ia menceritakan betapa berat rasanya, jatuh bangun hingga harus melepas apa-apa yang sudah didapatnya. Kini, apa yang sudah diperjuangkannya kembali ke titik nol.
Dari obrolan di
Kopi Lenter itu, berkembang panjang lebar sampai akhirnya mengerucut pada
kesimpulan terpenting. Apa sih yang membuat berat dalam hidup ini? Jawabannya
hanya satu, karena terlalu bertumpu pada perasaan memiliki. Merasa apa-apa yang
sudah kita punya adalah 'milik' kita. Hati dan pikiran melekat pada rasa
memiliki.
Dan ternyata, apapun di dunia ini
tidak ada yang benar-benar ditakdirkan untuk dimiliki. Tidak ada yang saling
memiliki, semua hanya saling dititipi. Kita harus sadar, bahwa kita hanya dititipi. Maka rasa tertitipi itulah yang harus menggantikan
ras memiliki.
Sesungguhnya,
bertahun-tahun kita bekerja pada akhirnya hanya dititipi harta dan kekayaan.
Bertahun-tahun pula kita dititipi kemampuan dan kepiawaian untuk bisa meraih apa
yang kita inginkan. Pendidikan, pangkat, jabatan, harta, adan anak-anak pun semuanya
hanya titipan. Maka, semua yang hari ini dianggap kita miliki sejatinya hanyalah
titipan semata.
Apapun dalihnya,
kita harus terus bersyukur. Atas semua titipan yang diberikan-Nya. Tidak ada
yang kita miliki. Tidak ada yang hilang, karean semua pergi dan kembali kepada
pemiliknya. Kita hanya diberikan kesempatan untuk berbuat dan kesempatan
dititipi. Rasa tertitipi, jika kita benar-benar bisa menghayati rasa tertitipi
maka semua akan menjadi ringan.. Terserah pada 'Yang Memiliki', apapun dan
bagaimanapun sudah kehenda-Nya.
Ada kalanya
mungkin, tabungan atau uang yang sudah kita kumpulkan bertahun-tahun harus
keluar atau terpaksa keluar. Semua yang mendekat tiba-tiba menjauh. Semua yang
ada menjadi tiada. Semua terjadi tentu dengan cara-cara-Nya. Hari ini banyak
orang belahar dan tahu cara-cara berjuang untuk memiliki. Tapi sayang, di saat
yang sama, mereka tidak tahu cara-cara untuk menyerahkan dengan baik. Seraya
berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan. Karena selama ini, kita
hanya tertitipi atau dititipi. Bukan malah menahan-nahannya dengan perasaan tidak
menerima di saat memang harus benar-benar menyerahkan segalanya.
Hidup siapapun,
pasti berjalan pada koridor-Nya. Untuk menjalani episode hidup secara bergiliran.
Ada saat mendapatkan ada saat melepaskan. Ada saat mencari, ada saat memberi. Karena
sejatinya, tidak ada orang miskin atau kaya. Yang ada hanyalah hamba Allah yang
dititipi rejeki yang berbeda sebagai bekal ibadah. Maka semua yang
dilakukan harusnya menjadi amal soleh, menjadi jalan untuk
semakin dekat dengan-Nya dan dicintai-Nya.
Sudah saatnya, untuk membebaskan
hati dari rasa ingin memiliki. Karena semua hanya titipan.. Yang paling penting
justru menjadi “orang yang pantas untuk dititipi”. Sungguh, di dunia ini tidak ada
yang benar-benar ditakdirkan untuk saling memiliki, semua hanya saling dititipi.
Begitulah Pelajaran sederhana saat ngopi
sambil membaca buku di Kopi Lentera, di TBM Lentera Pustaka. Bahwa semuanya
hanya titipan. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar