Hari-hari begini, sangat gampang bertemu dengan orang-orang pintar. Entah, karena pendidikannya tinggi atau karena profesinya sangat dihormati. Bahkan tidak sedikit orang percaya. Bahwa kepintaran identik dengan kekayaan dan harta yang lebih dari cukup. Ada juga yang pintar ngomong, pintar berdebat, dan pintar meraih kekuasaan. Karena orang pintar pasti tahu cara menggapai apa yang diinginkannnya. Orang pintar ada di mana-mana. Tapi tidak semua orang pintar doyan minum jamu.
Saking
pintarnya, ada kisah seorang kawan yang menabrak norma dan etika. Karena pintarnya
bergaul, dia mampu mengelabui banyak orang. Karena pintarnya dia mampu bikin
strategi jitu dan menggalang teman-temannya untuk menzolimi orang lain. Karena
pintarnya, pinjol pun jadi pilihannya. Dan karena pintarnya pula, dia merasa
boleh berbuat apa saja kepada orang lain. Bicaranya tidak lagi atas fakta tapi
atas rekayasa. Agar dikagumi dan mendapat simpati dari orang-orang di lingkungannya.
Cuma dia lupa. Bila semua sudah sesuai keinginannya, memang mau apa lagi?
Pintar
itu boleh. Tapi tertipu dengan kepintarannya sendiri itu tidak boleh. Untuk apa
pintar bila dipakai untuk menzolimi orang lain. Pintar tapi sibuk wara-wiri
hanya untuk ghibah dan menjelek-jelekkan orang lain. Pintar hanya untuk memenangkan
mimpinya sendiri tanpa mau menghargai orang lain. Orang-orang pintar keblinger,
sering kali tertipu olek kepintarannya sendiri. Sayangnya, tidak pintar
mengaji, tidak pintar berbuat baik dan bersyukur atas karunia-Nya.
Usianya
bertambah, ilmunya bertambah. Tapi kebaikan dan manfaatnya sama sekali tidak
ada. Ilmu tidak membuatnya lebih baik, pengetahuan tidak membuatnya lebih
realistis. Bahkan agamanya pun tidak membuatnya lebih bersyukur. Justru kepintaran
menjadikan dirinya lebih angkuh, lebih arogan. Lebih tidak mampu membedakan
mana yang baik dan benar. Kepintaran yang menipu dirinya sendiri. Bertahun-tahun
ditipu kepintarannya sendiri. Hingga kini, kepintaran itu masih menipu dirinya
sendiri. Entah, sampai kapan?
Orang
yang tertipu oleh kepintarannya sendiri. Selalu merasa bangga bisa menzolimi orang
lain. Merasa hebat bisa melumpuhkan musuhnya. Bahkan merasa sangat pintar bisa
mengelabui orang banyak. Tertipu pleh kepintarannya sendiri. Bahwa orang lain
yang dizolimi, dimusuhi, atau yang dikelabui hanya “berdiam diri” karena takut
kepada Allah SWT. Orang-orang yang sadar diri bahwa Allah SWT tidak pernah
tidur. Dan akan memberikan balasan sesuai perbuatan hamba-Nya. Maka Al Hasan Al
Bashri RA pernah berkata, “Ilmu itu bukanlah dengan banyak menghafal riwayat.
Namun ilmu adalah yang menimbulkan rasa takut kepada Allah”.
Pintar
atau baik itu pilihan. Sebagian orang memilih pintar tanpa harus baik. Sebagian
lagi memilih baik sekalipun tidak pintar. Seperti guru, ada yang pintar tapi
belum tetu baik. Ada yang baik namun tidak pintar. Tapi ada guru yang pintar
dan baik. Semuanya hanya pilihan. Mau bagaimana kepintarannya dan untuk apa
ilmunya?
Adalah realitas hari ini. Bila ada orang
yang mau melindungi dirinya dari pengaruh negatif, berani memperbaiki dirinya, selalu
memperkuat kepedulian sosial, dan menghindari penyakit hati dalam kehidupannya.
Itu terjadi bukan karena kepintarannya tapi karena kebaikannya. Maka agama apapun,
lebih penting mengajarkan berbuat baik daripada berotak pintar. Karena adab di
atas ilmu.
Jadi hati-hati, jangan tertipu oleh
kepintaran diri sendiri. Karena Allah SWT tidak pernah tidur. Salam literasi
#TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar