Semua orang pasti ingin berhaji atau umroh. Melakukan perjalanan menuju rumah Allah, Ka’bah baitullah di Masjidil Haram Mekkah. Doa dan harapan sepulangnya, tentu ingin menhadi haji yang mabruru. Yaitu haji yang baik atau yang diterima oleh Allah SWT. Secara syar’i, mabrur berarti melaksanakn iandah haji atau umroh sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun, dan wajib, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat). Semuanya dilakukan atas niat dan dorongan iman serta semata-mata hanya mengharap ridho Allah.
Lalu, gimana menilai ibadah haji atau umroh
seseorang mabrur atau tidak? Jawabnya, tentu ada banyak literatur yang menjadi
rujukan. Tapi dapat dismpulkan, bahwa ada 3 (tiga) ciri ibadah haji atau umroh yang
mendapatkan predikat mabrur, yaitu 1) santun dalam bertutur kata (thayyibul
kalam), 2) menebarkan kedamaian (ifsya’us salam), dan 3) memiliki
kepedulian sosial untuk mengenyangkan orang lapar (ith’amut tha’am).
Artinya, ibadah haji atau umroh yang mabrur tidak hanya berdampak positif terhadap
kehidupan orang yang menjalankannya. Melainkan juga berdampak besar terhadap
sisi sosial di lingkungannya berada.
Ada pula
yang menyebut, mabrur atau tidak mabrurnya dalam berhaji atau umroh sangat dipengaruhi
lima sifat atau tanda yang terkado pada orangnya. Yaitu 1)
dilakukan secara ikhlas, tidak ada riya’, tidak ada sum’ah, 2) menggunakan
harta yang halal, 3) dilakukan jauh dari maksiat, dosa, dan penyimpangan agama,
4) Atas dasar akhlak yang baik, dan 5) melakukan syiar dan menebar manfaatnya
atas dasar ketundukan kepada Allah. Lebih tenang dan tidak tergesa-gesa saat
berucap dan berbuat. Lebih sabar dan bersyukur dalam kesehariannya.
Wallahu a’lam, siapapun dan kita tidak pernah tahu mabrur
atau tidaknya haji atau umroh seseorang. Tapi sejauh niat dan ikhitar yang
dilakukan baik, plus ditambah doa yang dipanjatkan, insya Allah haji kita mabrur.
Seperti yang saya dan anak saya jalankan bersama rombongan umroh syawal Alhijaz
pada 14-23 April 2024 lalu. Selain menjalankan ibadah dan mengagungkan apa-apa
yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi
Rabbnya.” (QS. Al-Hajj: 30).
Siapapun
saat berada di hadapan Ka’bah baitulllah, ada yang tersujud sambil menangis,
sambil berlama-lama sujud. Atau hanya menempelkan telapak tangan atau mencium
kiswah Ka’bah, siapapun tidak aada yang tahu. Karena hanya pribadi yang menjalankan
haji/umroh an Allah SWT yang tahu. Saat terjadi dialog batin antara seorang hamba
dan Allah SWT. Sebagai pengakuan atas dosa dan ssalahnya, di samping menyadari
kekurangannya sebagai mahkluk Allah. Semuanya, untuk menjadikan diri lebih baik
dari kondisi sebelumnya.
Dan semuanya
dapat dibuktikan sepulan haji atau umroh, agar menjadi lebih santun dalam
bertutur kata, lebih damai hati dan pikirannya, serta lebih peduli sosial kepada
sesama. Dan pada akhirnya, “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi
haji mabrur kecuali surga.” (HR Bukhari). Salam literasi #CatatanUmroh
#HajiMabrur #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar