Di dunia ini, tidak sedikit orang yang terjebak hidup demi gengsi. Mengejar gengsi. Karena standar hidup dan status sosial dianggap tumpuannya ketika orang lain kagum pada dirinya. Ingin dipuji dan bangga dijadikan bahan omongan. Bergaya hidup demi gengsi.
Gengsi sering dicari orang. Katanya, gengsi identik
dengan kehormatan. Katanya pula, gengsi jadi acuan martabat seseorang. Biar
tampak keren di mata orang lain. Gengsi pula yang bikin seseorang punya eksistensi.
Gengsinya cetar membahana. Hanya ingin menuruti perkataan orang lain. Biar dibilang mentereng
sama orang lain. Makan tuh gengsi!
Terus bila sudah bergengsi, apa pasti terhormat? Belum tentu dong.
Karena gengsi memang bukan harga diri. Gengsi itu basisnya gila kehormatan. Mabuk
popularitas. Berbeda dengan harga diri yang basisnya sadar diri, berani bersahabat
dengan realitas. Gengsi nggak bisa bikin orang punya harga diri. Tapi
sebaliknya, siapapun yang punya harga diri pasti gengsi melekat dengan sendirinya.
Jadi, jangan korbankan harga diri demi gengsi.
Terlalu mengejar gengsi, apalagi di media sosial. Umur sudah tua
tapi bergaya biar seperti anak muda. Hidup pas-pasan gayanya seperti banyak
uang. Ngomong paling sosial tapi jarang hadir di acara bakti sosial. Teriak-teriak
rajin amal tapi nyatanya jarang sedekah. Tidak pernah membaca buku bilangnya paling
rajin baca. Kamuflase semuanya demi gengsi. Memang benar, gengsi itu
menyesatkan.
Beruntung banget saya dan
teman-teman yang hidup tanpa gengsi. Terlepas dari profesi dan pekerjaan
sebagai apa, tapi masih bisa jadi driver motor baca keliling di Taman Bacaan
Lentera Pustaka. Keliling kampung tiap hari Minggu hanya untuk sediakan akses
bacaan ke anak-anak di kaki Gunung Salak Bogor. Masih bisa membimbing anak-anak
yang terancam purus sekolah untuk tetap membaca buku. Tanpa gengsi, seminggu sekali
dari Jakarta ke Gunung Salak hanya untuk mengabdi secara sosial. Tanpa disadari
sudah berjalan 6 tahun terakhir ini. Bayangkan bila modal gengsi, apa sih yang
bisa saya kerjakan?
Hidup tanpa gengsi itu tidak ada tuntutan yang harus dikejar. Tidak
banyak waktu pula yang terbuang sia-sia. Hanya untuk terlihat keren dan baik di
mata orang lain. Jadi lebih realistis daripada kamuflastis. Jadi lebih banyak
mensyukuri nikmat hidup dan karunia Allah SWT.
Orang-orang pengagum gengsi sering lupa. Bahawa uang sekecil apa
pun pasti cukup bila digunakan untuk hidup. Tapi uang sebanyak apa pun tidak
akan pernah cukup, bila dipaksa untuk memenuhi gaya hidup. Jadi untuk apa "mengedepankan
gengsi" bila lebih banyak sengsaranya. Jadi “tidak apa adanya” melainkan “ada
apanya”. Maka hati-hati dengan gengsi. Karena gengsi itu
penyakit moral. Hidup itu tidak tergantung gengsi, tapi tergantung Allah SWT.
Gengsi itu bukan harga diri. Karena sejatinya, hidup itu murah
tapi merek yang bikin mahal. Hidup itu sederhana tapi gengsi yang bikin rumit.
Makan tuh gengsi! Salam literasi
#PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar