Bisa jadi, ini fakta. Ada taman bacaan, dari sejak berdiri hingga sekarang, seperti hidup segan mati tak mau. Koleksi bukunya terbatas. Bangunannya sederhana. Ke sana ke mari, mencari donatur buku sulit sekali. Apalagi donatur untuk biaya operasional, boro-boro katanya. Pengelolanya pun sudah hampir frustrasi. Mau diteruskan atau tidak ini taman bacaan? Tapi di sisi lain, anak-anak yang mau membaca banyak. Lingkungannya pun sangat mendukung. Sampai sekarang tetap eksis walau engap-engapan. Begitulah, taman bacaan yang ada anak tapi tidak ada buku. Banyak cobaan dan rintangannya.
Ada
lagi taman bacaan lain. Justru koleksi bukunya banyak. Ribuan buku tersedia,
dan banyak donatur. Berjajar di rak-rak buku seperti perpustakaan. Tapi sayang,
anak-anak yang mau membacanya sedikit. Lingkungannya apatis, tidak sadar akan
arti pentingnya membaca untuk anak-anak. Belum lagi pengelolanya harus bekerja
setiap hari. Sesampai di rumah sudah lelah. Akhirnya taman bacaannya kadang
buka, kadang tutup. Karena anak-anak yang membaca pun sedikit. Sampai sekarang
taman bacaannya masih eksis. Tapi sepi dan tidak ada aktivitas literasi yang
semarak. Begitulah, taman bacaan yang ada buku tapi tidak ada anak. Selalu
ada kendala dan belum ada obatnya harus bagaimana ke depannya?
Ada
lagi taman bacaan, sebut saja seperti TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak
Bogor. Koleksi bukunya banyak, lebih dari 10.000 buku. Anak-anak yang membaca
pun banyak, ada 130-an yang berasal dari tiga desa. Aktivitas literasinya pun
selalu ada, bisa 2 event per bulan. Biaya operasionalnya pun diperoleh dari
sponsor CSR setiap tahunnya. Pengelolanya tiap minggu datang dari Jakarta ke
Bogor, hanya untuk mengurusi taman bacaan. Taman bacaan ini berjuang bersama 5
wali baca dan 12 relawan yang ada hingga kini. Fondasinya adalah komitmen dan
konsisten. Taman bacaan jadi ladang amal dan tempat akti perbuatan baik
sekalipun lingkungannya apatis. Butuh kerja keras, sikap pantang menyerah, dan
jiwa sepenuh hati untuk mengurus taman bacaan begini. Begitulah taman bacaan
yang ada anak, ada butuh, dan dikelola sepenuh hati.
Artinya
apa? Bahwa di taman bacaan itu pasti ada saja kendalanya. Entah koleksi buku
bacaan yang sedikit, atau jumlah anak pembaca yang sedikit. Ada juga komitmen
pengelola yang tidak sepenuh hati atau setengah hati. Belum lagi soal
lingkungan sosial. Plus minus itu pasti terjadi di taman bacaan. Semua cerita baik
dan buruk itu ada di taman bacaan. Nyata terjadi. Maka sejujurnya, tidak ada
teori yang paling benar dalam mengelola taman bacaan. Yang ada adalah, seberapa
komitmen dan konsisten taman bacaan itu diurus? Hanya dengan logika atau mau
menggunakan hati?
Sama
sekali tidak mungkin, taman bacaan berjalan mulus dan sempurna. Pasti ada
kendalanya. Tinggal pengelolanya, mau menyerah kalah atau tetap berjuang
pantang surut? Satu hal yang pasti. Taman bacaan di mana pun harus terus
berjuang. Perbaiki nita, baguskan ikhtiar dan banyak berdoa. Sambil tetap
bersyukur dan istiqomah dalam segala keadaan. Percayalah, semua yang terjadi
sudah atas izin-Nya dan siapa pun dia pasti mampu. Dan pasti ditolong-Nya.
Literasi
memang tidak mudah. Jadi pegiat literasi pun tidak gampang. Agar di taman
bacaan, tetap ada tangis dan doa dari orang-orang taman bacaan kepada Allah
SWT. Namanya literasi, barang langka. Banyak orang tidak paham. Tapi kembali lagi,
bila ada tempat untuk mengabdi dan menebar kebaikan, salah satu diantaranya
adalah taman bacaan.
Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi
#TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar