Hai kawan, bumi itu luas daun itu kecil. Anugerah Allah SWT di bumi itu tidak terbatas. Sehat, tidur, dan masih bisa bernafas itu buktinya. Sementara uang, harta, pangkat, dan jabatan itu cuma selembar daun. Jadi, mana mungkin selembar "daun yang kecil" bisa menutupi "bumi yang luas". Daun itu menutupi telapak tangan saja sulit. Tapi bila “daun yang kecil” menempel di pelupuk mata. Maka tertutuplah bumi yang luas. Semua jadi gelap. Jalan terang pun tidak bisa terlihat.
Bumi
hampir tidak percaya. Rektor Unila kena OTT korupsi penerimaan mahasiswa baru,
Bupati langkat korupsi. Hingga PNS saksi kunci korupsi di Pemkot Semarang
dibakar hingga tewas. Belum yang “mejeng” ke sana ke sini demi kekuasaan. Minta
jabatan, hingga mengejar pangkat siang-malam. Hingga akhirnya berujung di
penjara. Semua bisa terjadi. Karena manusia kurang bersyukur atas apa yang dimiliki.
Ingin dibilang kaya, ingin dipuji banyak orang. Dan akhirnya “daun yang kecil pun
menutupi bumi yang luas”. Kurang bersyukur, maka bumi pun jadi gelap.
DAUN
yang kecil menutupi BUMI yang luas.
Hari-harinya
penuh keluh-kesah. Gelisah dan merasa tidak bahagia. Segala hal dikomentari dan
susah melihat orang senang. Menebar hoaks, memendam kebencian. Tiap hari
mengais-ngais kejelekan orang. Selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Bermentalitas
“korban”. Hingga menuding orang lain salah dirinya yang paling benar. Hingga lupa, berbuat baik secara nyata di
hamparan bumi yang luas. Enggan menebar kebaikankepada sesama. Lalu merasa jadi
orang paling menderita di dunia.
Lupa
bersyukur. Hingga daun yang kecil menutupi bumi yang luas. Nabi Ayyub itu sepanjang
hidupnya penuh ujian. Dilenyapkan kekayaannya, kehilangan anak-anaknya. Ditimpa
musibah penyakit berkepanjangan, hingga istrinya pun meninggalkannya. Tapi
hebatnya, ia tetap sabar dan bersyukur. Memang, kita bukan Nanbi Ayyub. Tapi selalu
ada hikmah dari kisah beliau. Memangnya, seberapa sengsara kita hidup di dunia?
Atas cobaan, musibah, hingga masalah yang melanda.
Manusia
sering lupa. Orang di gunung itu merindukan pantai. Sebaliknya, orang di pantai
justru ingin tinggal di gunung. Orang desa bilang enak hidup di kota. Orang
kota malah pengen hidup di desa. Tidak sedikit rakyat yang berjuang ingin jadi
pemimpin. Tapi pemimpin justru capek dan ingin jadi rakyat saja. Kata kamu
orang lain hidupnya enak. Sementara orang lain justru bilang hidup kamu yang
enak. Begitulah hidup di dunia. Semuanya hanya fantasi dan aksesori. Maka
jangan sampai bumi yang luas ditutupi daun yang kecil. Bersyukurlah atas apa yang
ada. Karena semua sudah sesuia porsinya. Semua sudah pantas untuk masing-masing
kita.
Jangan
tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.
Selalu
ada alasan kuat untuk bersyukur setiap hari. Selalu ada gairah untuk berbuat
kebaikan di mana pun dan kapan pun. Selalu ada energi untuk menebar manfaat
untuk orang lain. Sekalipun hanya sediakan tempat membaca, mamfasilitasi akses
bacaan untuk anak-anak kampung. Selalu mengubah niat baik jadi aksi nyata.
Seperti yang dilakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak Bogor. Lagi-lagi, jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang
kecil.
Bila
hidup di dunia sementara, terus apa yang mau dilakukan? Menumpuk kekayaan,
mengejar karier, berjuang keras untuk jabatan hingga berangkat gelap pulang
gelap. Memang, apa yang dicari dalam hidup ini? Hingga lupa dari mana berasal
dan mau ke mana menuju?
Jangan
tutupi BUMI yang luas dengan DAUN yang kecil.
Sabar
dan syukur dalam segala keadaan, itulah kuncinya. Jangan fokus pada apa yang
tidak dimiliki tapi syukuri yang sudah dimiliki. Jangan mengejar nikmat seperti
orang-orang yang diberi nikmat tanpa mau melihat orang-orang yang tidak
beruntung. Hingga terus-menerus berkeluh-kesah lalu merasa jadi orang paling menderita.
Maka
jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.
Sering
berpikir yang belum dipunya tanpa mau mensyukuri yang sudah dimiliki. Syukuri
apa yang ada. Karena semua yang ada dan terjadi, memang sangat pantas untuk kita.
Sesuai kehendak-Nya. Syukur sering kali ditutupi keluh-kesah. Seperti bumi yang
luas ditutupi daun yang kecil.
Tebarkan
terus kebaikan di mana pun. Tebarkan manfaat kapan pun. Karena sejatinya, hidup
itu hanya “waktu yang dipinjamkan”. Sedangkan harta itu hanya “berkat yang dipercayakan”.
Dan semua akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Maka
lebih baik bersyukur daripada kufur atas nikmat yang dimiliki. Bersyukur
sebanyak-banyaknya, mengeluh sedikit-dikitnya. Agar daun yang kecil tidak lagi
menutupi bumi yang luas. Jadilah manusia yang literat! Salam literasi #TamanBacaan
#PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar