Semua orang Indonesia ingin bangsanya literat. Agar terhindar dari hoaks, tidak gampang bergosip atau berujar kebencian. Katanya di ruang seminar, Indonesia perlu wujudkan masyarakat yang literat. Lalu, bagaimana realitas literasi masyarakat hari ini?
Terkadang
bingung juga. Urusan literasi di Indonesia itu harusnya dimulai dari mana?
Minat baca-tulis yang harus ditingkatkan. Akses bacaan yang diperluas. Taman
bacaan atau perpustakaan yang perlu diperbanyak. Atau cukup literasi hanya
dibahsa di ruang-runag seminar. Dicanangkannya literasi sebagai gerakan
nasional. Mau dari mana memulainya?
Maka berbagai
riset internasional menobatkan tingkat literasi bangsa Indonesia tergolong
rendah. Laporan berjudul “Skills Matter” yang dirilis OECD (2016) melalui tes
PIAAC, menyatakan tingkat literasi orang dewasa Indonesia berada pada
posisi terendah dari 40 negara. Hanya 1% orang dewasa yang memiliki
tingkat literasi yang memadai; yang dapat mengintegrasikan, menafsirkan,
dan mensintesis informasi dari teks yang panjang. Lalu, hanya 5.4% orang dewasa
yang dapat menemukan informasi dari teks yang panjang. Lalu, Central Connecticut State University
merilis hasil “The World Most Literate Nation Study” (2016) menyatakan
Indonesia berada pada posisi ke-60 dari 61 negara. Hanya di atas Botswana.
Untuk kawasan ASEAN posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan
Thailand.
Tapi hebatnya, katanya, orang Indonesia dikenal paling
cerewet di media sosial. Paling gampang mengomentari soal apapun. Apalagi 1 dari
2 orang Indonesia hari ini punya akses ke media sosial. Sementara tidak sedikit,
orang-orang yang gagal menyeleksi setiap infomasi yang beredar. Hingga tidak
tahu dari mana sumbernya, apa isi pesannya, dan apa tujannya? Maka hoaks dan
ujaran kebencian pun kian marak.
Tingkat
literasi bangsa Indonesia memang rendah.
Agak
membingungkan. Bila negara dengan penduduk terbesar ke-5 di dunia tidak gemar
membaca dan menulis. Sulit memahami realitas yang terjadi untuk mampu bersikap
bijak terhadap keadaan. Jadi ke depan, apa yang mau dibangun dalam kehidupan
berbangsa. Zamannya yang canggih dan gaya hidup mentereng. Tapi tingkat literasi
rendah. Eranya digital tapi manusia manual? Atau apa yang mau dibangun?
Syarifudin
Yunus, pegiat literasi dan Pendiri Taman Bacaan Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Bogor menyatakan tentang dampak fundamental tingkat literasi
yang rendah. Setidaknya ada 7 (tujuh) dampak fatal dari rendahnya tingkat
literasi di suatu negara, yaitu:
1. Kebodohan
yang tidak berujung. Rendahnya literasi bisa jadi sebab utama ketidak-tahuan
yang akut di berbagai ranah kehidupan. Sehingga sulit mewujudkan masyarakat yang
tertib dan beradab.
3.
Produktivitas manusia yang rendah. Rendahnya
literasi jadi sebab orang fokus pada masalah bukan solusi. Akibat informasi dan
pengetahuan yang diserap rendah lalu gagal mengoptimalkan potensi diri dan
masyarakatnya.
4. Angka
putus sekolah tinggi. Rendahnya literasi pun jadi sebab angka putus sekolah,
apalagi di masa pandemic Covid-19. Kesadaran akan pentingnya pendidikan pun
merosot.
5. Pengangguran
meluas. Rendahnya literasi pula yang jadi sebab meluasanya pengangguran dar
waktu ke waktu.
6. Kriminalitas
yang meningkat. Rendahnya literasi harus diakui jadi sebab tindakan kriminalitas,
perbuatan mencederai atau melukai orang lain.
7. Sikap
bijak dalam bermedia sosial yang rendah. Rendahnya literasi membuat orang tidak
bijak bermedia sosial, kompetensi komunikasi rendah, dan gagal menyeleksi
informasi. Maraknya hoaks dan ujaran kebencian jadi bukti tingkat literasi yang
rendah.
Maka
bila ditarik benang merahnya, rendahnya tingkat literasi masyarakat bermuara
pada tujuh masalah fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia hari ini. Maka,
mau tidak mau, semua pihak harus peduli terhadap gerakan literasi di Indonesia.
Karena
itu, saya selaku Pendiiri TBM Lentera Pustaka Bogor terus-menerus menggaungkan
pentingnya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Sejak berdiri tahun
2017 lalu, TBM Lentera Pustaka kini memiliki 11 program literasi,
antara lain: 1) TABA (Taman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif
dari 3 desa (Sukaluyu, tamansariu, Sukajaya), 2)
GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) pada 2018 yang
diikuti 9 warga belajar buta huruf, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) yang
diikuti 26 anak
usia PAUD, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak
yatim, 5) JOMBI
(JOMpo BInaan) dengan 8 jompo, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak
difabel, 7) KOPERASI
LENTERA dengan 28 ibu-ibu
sebagai koperasi simpan pinjam untuk mengatasi soal rentenir dan utang berbunga
tingg, 8) DonBuk
(Donasi Buku) untuk
menerima dan menyalurkan buku bacaan, 9) RABU (RAjin menaBUng) karena semua
anak punya celengan, 10) LITDIG (LITerasi DIGital) seminggu
sekali setiap anak, dan 11) LITFIN
(LITerasi FINansial). Tujuannya
sederhana, untuk menekan angka putus sekolah, memberantas buta aksara, dan kini
untuk membangunperadaban masyarakat yang literat.
Maka tahun 2021 ini, melalui
program Kampung Literasi Sukaluyu yang diinisiasi Direktorat PMPK
Kemdikbudristek RI dan
Forum TBM, TBM
Lentera Pustaka bertekad “mewujudkan kawasan giat membaca berbasis inklusi
sosial”. TBM Lentera Pustaka merupakan satu-satunya taman
bacaan di Bogor yang terpilih menyelenggarakan program
“Kampung Literasi tahun 2021”. Terpilih 1 dari 30 TBM di
seluruh Indonesia untuk kampung literasi.
Maka solusinya, literasi mau
tidak mau harus dijadikan gerakan nyata untuk mendekatkan buku kepada
masyarakat. Literasi tidak lagi bisa dipandang sebatas runag diskusi. Harus ada
aksinya untuk mengubah setiap pikiran baik jadi perilaku. Karena sejatinya,
literasi adalah perbuatan bukan hanya pelajaran.
Literasi
tidak lagi hanya kegiatan membaca atau melek huruf. Tapi lebih dari itu, budaya
literasi harus mampu menjadi ujung tombak memajukan kehidupan dan kebudayaan
masyarakat. Literasi yang memberdayakan untuk memajukan peradaban manusia.
Karena masyarakat yang literat adalah masyarakat yang mampu menumbuhkan
daya kreatif, daya tahan, dan daya saing sebagai individu maupun kelompok.
Dan terakhir,
jangan abai terhadap persoalan literasi. Karena di luar sana, literasi pun punya
banyak musuh. Maka semuanya harus dilawan, dengan cara komitmen dan konsisten
yang sepenuh hati. Agar literasi lebih berdaya. Salam
literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar